AMBON, Siwalimanews – Praktisi media mengecam dengan keras tindakan penganiayaan yang dilakukan terhadap wartawan BuzerDir­gantara7 saat meliput di Gunung Botak.

Pimpinan Redaksi Poros Timur, Dino Umehuk me­nga­takan, be­berapa waktu belakangan ini kekerasan ter­hadap pers itu kembali ter­jadi seiring dengan memburuknya demokrasi di Indonesia.

Menurutnya, sudah semes­ti­nya polisi dapat langsung bertindak karena perbuatan tersebut sudah melangkahi UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

“Kita minta polisi bertindak profesional karena telah jelas melakukan tindak kekerasan, dimana wartawan dilindungi saat melakukan tugas, sehingga sebagai wartawan dan organi­sasi media mengutuk perbuatan tidak pantas itu,” tegas Umehuk.

Ditegaskan, dalam mengusut per­soalan ini  aparat kepolisian harus bertindak profesional dengan meng­gunakan UU Pers untuk menjerat para pelaku, karena perbuatan yang dilakukan telah melukai wartawan.

Baca Juga: Baru 29 Persen Nakes di Ambon Terima Vaksinasi

Selain itu, Umehuk juga meminta agar kepolisian Buru dapat mem­be­rikan jaminan kepada wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik dilapa­ngan, sebab jika tidak maka persoalan serupa dapat terulang kembali.

Pimpinan Redaksi Harian Suara Maluku, Novie Pinantoan menge­cam tindakan kekerasan yang dila­kukan terhadap wartawan.

“Bagi semua orang termasuk bandar judi, badan resmi negara maupun swasta harus mengetahui bahwa wartawan itu ketika dia melakukan tugas-tugas dan fungsi sosial kontrolnya di lapangan dilin­dungi UU nomor 40 tahun 1999 ten­tang Pers. Jadi harus mereka pahami itu dulu,” tegasnya.

Dikatakan, jika seorang wartawan melakukan peliputan dan pelaku melakukan tindakan penganiayaan maka ini bentuk tindakan murni kriminal tetapi secara langsung pe­laku atau oknum bandar judi ter­sebut telah menghalangi tugas-tugas wartawan di lapangan.

Dia menghimbau semua pihak untuk memahami tugas dan fungsi wartawan, karena wartawan mencari data, informasi atau fakta lapangan.

“Jika ada yang tidak beres kenapa harus pukul, kan ada pihak lain juga misalnya memberikan keterangan, memberikan penjelasan. Dan jika sudah terlanjut dimuat maka ada hak jawab, ada hak ralat,” jelasnya.

Wartawan katanya bekerja secara profesional dimana ada tahapan-tahapan yang bisa dilakukan, karena wartawan bukan orang yang kebal hukum. jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan maka ada proses yang bisa dilakukan sesuai dengan kode etik jurnalis. “Tapi prinsipnya beta mengecam tindakan kekerasaan terhadap wartawan,” tegasnya lagi.

Aniaya Wartawan

Seperti diberitakan sebelumnya, Frangkois Limarmana (25), Warta­wan Buser Dirgantara7, diduga di­aniaya oleh bandar judi dadu ber­sama dua rekannya di kawasan Gu­nung Botak.

Ketiga pelaku yang diduga mela­kukan penganiayan tersebut yakni, Yaya yan sesehari adalah bandar judi dadu di Gunung Botak, beserta dua rekannya, Rusly dan Erik.

Kuat dugaan, aksi penganiayaan ini dilatari korban meliput dan mem­beritakan aktivitas judi di kawasan itu.

Akibatnya korban mengalami memar di bagian kepala dan wajah. Selain itu lutut kaki korban meng­alami bengkak.

Mendengar rekan mereka jadi korban kekerasan bandar judi dadu Gunung Botak, PWI Buru langsung bereaksi.

Carateker Ketua PWI Buru Anto Rada di Namlea, Senin (30/8) me­minta aparat terkait, untuk tidak mendiamkan kasus pemukulan ter­hadap wartawan di Gunung Botak. Untuk itu PWI akan mengawal proses hukum, karena korban wajib dibela. “Siapa saja yang terlibat dalam insiden itu harus dicari dan diproses se­suai ketentuan hukum yang ber­laku,” tandas Rada.

Secara khusus, Rada juga me­nyam­paikan seruan tegas bagi para jurnalis, untuk bersama-sama me­lawan tindak kekerasan terhadap wartawan.

Kasus pemukulan terhadap War­ta­wan Buser Dirgantara7 Frangkois Limarmana tersebut telah dilaporkan ke SPKT Polres Pulau Buru, Minggu pagi (29/8).

Dalam surat tanda terima laporan yang ditandatangani Bripka Kamsun Budi U dan diketahui Kaunit SPKT Polres Pulau Buru, Bripka Abdul B Marasabessy disebutkan, kalau korban melaporkan dugaan keke­rasan secara bersama-sama di depan umum.

Penganiayaan, sebagaimana di­mak­sud tertuang dalam rumusan Pasal 170 Ayat (1) KUHpidana dan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHpidana,  yang terjadi pada, Sabtu (28/8) sekitar pukul 22.45 WIT, di Gunung Botak, Desa Persiapan Wamsait, Ke­camatan  Waelata, sesuai dengan laporan polisi nomor: LP/B/82/VIII/2021/SPKT/Polres Pulau Buru/Polda Maluku tertanggal 29 Agustus 2021.

Di hadapan petugas SPKT korban menjelaskan, pengeroyokan terha­dap dirinya terjadi di seputaran gunung batu areal tambang emas Gunung Botak.

Berawal saat korban menyaksikan ada perjudian di lokasi tambang pada Sabtu (28/8) sekitar pukul  22.45 WIT. Kemudian korban memotret bandar bernama Yaya yang sedang menggoyang dadu.

Spontan korban kemudian me­negur sang bandar agar jangan lagi bermain judi di sana. Namun teguran itu dibalas Yaya dengan kalimat, ”Awas beta ini lai seng takut manu­sia,” tutur korban saat melaporkan kejadian itu di SPKT.

Usai mengeluarkan kalimat itu, Yaya langsung memukul korban, sehingga permainan judi yang sedang hangat-hangatnya ini ter­henti. Tak lama kemudian datang Rusly dan Erik yang ikut menge­royok korban.

Mendengar ada ribut-ribut, massa penambang di GB datang semakin banyak. Guna menghindari penge­royokan lebih lanjut, korban dibawa oleh Adrian saudaranya masuk ke salah satu tenda. Namun Erik pelaku lainnya juga ikut masuk ke tenda dan terus memukul korban, sehingga korban sempat membela diri dengan balas memukul.

Beruntung insiden itu tidak ber­lang­sung lama, karena penambang yang ada di dalam tenda berinisiatif melerai kejadian tersebut. Kendati telah dilerai, situasi saat itu dila­porkan korban masih belum kon­dusif, karena massa terus semakin bertambah banyak.

Akhirnya, Korban malam itu juga dievakuasi turun dari Gunung Botak oleh tiga saudaranya, bernama Hu­sea Batuwael, Oyang Salakai dan Adrian Salasiwa menuju Desa Wam­sait. Kemudian korban melapor ke Mapolres Pulau Buru.

Di hadapan polisi, korban me­ngaku akibat pemukulan itu ia men­derita sakit di kepala bagian atas, kepala bagian belakang, wajah ba­gian kiri dan muka bagian atas dengan terdapat luka lecet pada alis mata, serta bagian kaki dan lutut juga mengalami bengkak.

Usai melaporkan kejadian itu, korban kemudian dibawa untuk dilakukan visium. (S-50)