AWAL bulan ini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) genap berusia 76 tahun. Sejak berdiri, Polri tidak pernah berhenti melakukan transformasi untuk memberikan perlindungan dan pelayan terbaik untuk negeri, hal ini pun dilakukan Polri saat ini. Hingga Juni 2022, survei yang dilakukan Litbang Kompas masih menempatkan Polri sebagai salah satu lembaga penegak hukum dengan citra positif tertinggi.

Salah satu gebrakan Polri yang mendulang citra positif ini ialah konsep transformasi menuju Polri yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi berkeadilan) yang diusung Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan jajaran. Hanya dalam waktu tiga bulan setelah konsep itu diperkenalkan, citra positif Polri melesat menjadi 78,7% setelah sebelumnya bertengger di skor 71%. Capaian ini sekaligus mengantarkan Polri sebagai lembaga penegak hukum dengan citra terbaik kedua setelah TNI.

Meski demikian, pencapaian yang sangat membanggakan ini tidak sedikit pun mengendurkan semangat dan kerja keras Polri untuk selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Hal itu dilakukan salah satunya dengan semakin dekat dengan masyarakat. Polri akan selalu menjadi institusi yang terbuka dan responsif dalam menerima masukan dan kritik dari masyarakat karena sejatinya, hanya dengan masyarakat, Polri akan semakin kuat.

Respons cepat

Polri Pada peringatan Hari Bhayangkara ke-76 tahun ini, Polri memang mendapat banyak catatan positif dari berbagai kalangan, dan hal itu semakin melecut profe­sio­nalisme anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas dan fungsi­nya secara maksimal. Salah satu­nya dengan selalu tanggap dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Utilisasi Teknologi dalam Pendidikan Tinggi di Indonesia, Dosen Siap Berubah?

Dalam hal ini, Polri konsisten merespons cepat kritik dan masukan dari publik. Polri juga tidak segan untuk menindak tegas anggotanya yang terbukti gagal menjalankan tugasnya. Sebagai contoh, sejauh ini Kapolri telah mencopot jabatan tujuh pejabat Polri yang dinilai gagal menjaga profesionalitas bawahannya.

Bahkan, terkait dengan kasus terbaru yang menuai polemik di masyarakat tentang salah satu anggota Polri yang tetap menjabat meski terjerat kasus korupsi, Kapolri mengeluarkan instruksi baru dengan menerbitkan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri yang merupakan revisi dari dua aturan sebelumnya, yakni Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri.

Aturan yang baru ini memuat transformasi baru dalam peningkatan profesionalisme anggota yang bermasalah, yakni dengan mekanisme peninjauan kembali atas putusan etik yang sudah final dan mengikat. Polri menyadari kondisi sosial masyarakat beserta kebutuhan akan perlindungan hukumnya terus mengalami perubahan seturut dengan perkembangan zaman, dan Polri tidak boleh ketinggalan. Itu sebabnya, Polri tak pernah berhenti bertransformasi untuk memberikan pengabdian yang terbaik untuk negeri.

Menghadirkan keadilan

Semua upaya transformasi yang dilakukan Polri saat ini bermuara pada tekad kuat untuk menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Adil bukan saja tentang memproses hukum pelaku kejahatan, melainkan juga –dan ini yang lebih penting—pemenuhan hak-hak dasar seluruh anggota masyarakat. Itu sebabnya, Polri harus selalu mengedepankan pendekatan human yang berisi penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan institusi ini melakukan hal itu di antaranya dengan memberikan perhatian khusus kepada kelompok rentan, mulai orang-orang dengan disabilitas hingga perempuan dan anak.

Untuk kelompok yang pertama, Polri telah membangun fasilitas-fasilitas ramah disabilitas di tiap-tiap satuan wilayah kepolisian. Sejauh ini, Polri telah membangun 890 tempat parkir khusus, 1.744 toilet khusus, 1.585 elevator handrail, serta menyediakan 2.162 kursi roda. Sementara itu, untuk kelompok perempuan dan anak, Polri memberi perhatian khusus– terutama ketika mereka berhadapan dengan hukum- melalui mekanisme pelayanan tersendiri. Hingga saat ini, Polri telah mendirikan total 1.955 ruang ramah anak yang sudah tersebar di polres-polres dan polda-polda di seluruh Indonesia.

Polri juga tengah menyiapkan pembentukan direktorat khusus perempuan dan anak untuk memastikan semua kasus hukum yang dihadapi perempuan dan anak, baik sebagai pelaku maupun korban, akan ditangani polisi perempuan. Semua perbaikan yang dilakukan Polri saat ini tertuang dalam empat pilar transformasi, yakni 1) Transformasi organisasi, yang meliputi restrukturisasi penguatan struktur Brimob, pengembangan polres-polres, rencana pembentukan direktorat PPA dan direktorat siber di polda-polda, penghapusan ke­we­nangan penyidikan di 1.062 polsek dengan memaksimalkan upaya problem solving dan kemitraan dari Bhabin­kamtib­mas, penguatan pembangunan predikat wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM) di seluruh satuan kerja dan satuan wilayah Polri.

2) Transformasi operasional, meliputi optimalisasi E-Mana­jemen Penyidikan, penerapan restorative justice, dan penegakan hukum yang berkeadilan, program virtual police, pemanfaatan teknologi kepolisian (SP2HP online, E-PPNS, E-TLE, dsb), pengembangan scientific crime investigation, penyediaan akses-akses pelayanan disabi­litas, dst.

3) Transformasi pelayanan, meliputi pelayanan berbasis teknologi/daring (SIM, SKCK, perizinan keramaian, dsb), pelayanan yang ramah anak, perempuan, dan disabilitas, pe­layanan publik satu atap, serta pemanfaatan aplikasi untuk pelayanan digital Polri sehingga mempermudah dan memper­cepat proses pelayanan, dan 4) Trans­formasi pengawasan melalui sistem pengawasan berbasis teknologi yang mudah dan cepat untuk dimanfaatkan masyarakat seperti E-Dumas dan E-Propam Presisi, penerbitan Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang pengawasan melekat, adanya pengawasan hingga tingkat anggota dan keluarga, dan sebagainya.

Semua transformasi yang dilakukan Polri tersebut merupakan tekad kuat untuk menghadirkan keadilan dan dekat serta dicintai masyarakat. Itu berarti alih-alih menjaga jarak dan menghindar dari keterbukaan, Polri justru berharap masyarakat terus memberikan masukan untuk perbaikan. Polri milik kita bersama, mari jaga dan buat bangga. Oleh: Komjen Pol Prof Dr Gatot Eddy Pramono, MSi Wakapolri (*)