AMBON, Siwalimanews – Sedikitnya 9 laporan kriminal te­ngah diusut Polresta Ambon diback up Polda Maluku dalam bentrokan yang terjadi antara kelompok pemuda Negeri Hitu dengan Wakal.

Kasus yang di­ta­ngani yaitu tin­dak pidana peng­aniayaan yang terjadi pada Mi­nggu (15/1) dini hari lalu. Kor­ban­nya yaitu 4 orang pemuda Wakal. 2 diantaranya ter­luka. Mereka diduga dianiaya sekelompok warga Hitu di Simpang Yogim.

Peristiwa itu diselidiki berdasarkan laporan polisi nomor: LP-B/03/I/2023/SPKT/Polsek Leihitu/Polresta P. Ambon & P.P.Lease/Polda Maluku tang­gal 15 Januari 2023.

“Perkara ini sudah ditahap pe­nyi­dikan dengan tersangka RIM. Berkas perkaranya kini sudah tahap I dan masih terus dikembangkan,” jelas Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat kepada wartawan di Ambon, Selasa (7/3).

Selanjutnya, kasus kecelakaan tunggal pada Minggu (15/2) dini hari di kompleks Wik Tomu, Negeri Hitu Lama, Kecamatan Leihitu, sekira pu­kul 03.30 WIT yang menyebabkan Randi Farid Patta, warga Negeri Wakal meninggal dunia, juga men­jadi atensi kepolisian. Dari hasil pe­nyelidikan tidak ditemukan adanya tanda penganiayaan dan murni kece­lakaan, hanya saja pihak keluarga masih beranggapan kalau korban meninggal bukan karena kecelakaan lalulintas, akan tetapi akibat dianiaya Orang Tak Dikenal (OTK).

Baca Juga: KPK Kembali Interogasi Dua Saksi TPPU RL

“Kasus ini masih terus jadi atensi, Dari hasil pemeriksaan polisi belum ditemukan adanya tanda-tanda penganiayaan, dan masih murni karena kecelakaan namun keluarga beranggapan lain,”ujarnya.

Adapun kasus lain yakni, peng­rusakan tanaman warga negeri Hitu di hutan Wainitu. Dari hasil penelusuran polisi di TKP, bahwa benar terdapat 59 pohon yang telah ditebang OTK.

Berikutnya, kasus penganiayaan terhadap FW, warga Negeri Hitu. Pelaku penganiayaan diduga adalah BW Cs warga Wakal yang kini masuk DPO.

Kasus penganiayaan tersebut terjadi di Telaga Kodok atau te­patnya di depan SD 06 dan SD 201 Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (1/2).

Kemudian, penganiayaan yang terjadi pada Jumat (10/2) di depan SMP Negeri 49 Maluku Tengah. Dengan korban S, warga Wakal. Ia diduga dianiaya oleh warga Hitu hingga menyebabkan terjadinya konsentrasi massa.

Saling serang antara kedua negeri tersebut kembali pecah yang menyebabkan 4 orang warga Hitu menjadi korban. Yaitu TN (luka panah bagian pinggang), IB (luka panah kaki sebelah kanan), SR (luka lemparan batu pelipis sebelah kiri) dan AP (luka panah kepala bagian belakang).

Ketegangan antara kedua negeri kembali berlanjut pada Minggu (12/2). Sebanyak 30 orang warga ne­geri Wakal me­lakukan pemasa­ngan span­duk berisi pemberi­ta­huan tentang status kepemilikan tanah yang akan menjadi lokasi pembangu­nan Universitas Muha­m­madiyah Maluku di Negeri Wakal.

Pemasangan spanduk tersebut menyebabkan, terjadinya konsen­trasi massa di perbatasan Negeri Hitu. Warga berusaha memaksa ma­suk ke lokasi pemasangan span­duk untuk melepaskannya.

Setelah peristiwa itu, pada Minggu (26/2) sore terjadi penganiayaan terhadap seorang personel Polsek Leihitu, Brigpol LSU. Ia dianiaya di Jalan Raya Kompleks Jambu Manis Negeri Wakal. Pelakunya yaitu RS alias Baret.

“Tersangka Baret juga sudah dimasukan sebagai DPO kasus penganiayaan tersebut,” ungkapnya.

Setelah penganiayaan terse­but, pada Senin (27/2), terjadi konsentrasi massa antara warga Hitu dan Wakal di perbatasan.

Aparat keamanan kemudian menghalau massa dari dua negeri bertikai tersebut. Massa dari Hitu berhasil dipukul mundur. Sementara dari Wakal melaku­kan perlawanan. Warga mele­paskan anak panah, melempar batu dan terdengar bunyi tembakan dan ledakan bom.

Mendapat perlawanan, aparat kepolisian kemudian melakukan sejumlah langkah tegas dan terukur agar massa dari Negeri Wakal dapat membubarkan diri. Hingga terlihat RB alias Baret memegang senpi dan melepas tembakan beberapa kali ke arah personel Polri.

Ditembak, personel Brimob kemudian merespon dengan melakukan tembakan balasan mengarah ke arah Baret. Sehingga yang bersangkutan melarikan diri.

Setelah itu petugas mendorong massa melewati jembatan sambil melakukan penyisiran untuk menemukan senpi dan handak. Dalam kegiatan tersebut petugas berhasil mengamankan 2 warga yang membawa senjata tajam yakni DM dan RP. Mereka selanjutnya diamankan di Polsek Leihitu.

Kejadian selanjutnya masih di hari yang sama dimana Danden Intel Kodam XVI/Pattimura Mayor Ronny F, melaporkan kalau satu anggota TNI AD mengalami penganiayaan di Negeri Wakal. Selanjutnya dilakukan evakuasi yang dipimpin oleh Danrem 151/Binaiya.

Tak lama berselang, Raja Negeri Wakal, Ahja Suneth didampingi Raja Seith, Rifi Ramli Nukuhe melaporkan kepada Kapolresta, terdapat warga Negeri Wakal yang meninggal dunia. Yaitu Muhamad Temarwut. Ia meninggal akibat terkena tembakan.

Bersamaan, rombongan Danrem membawa korban anggota TNI menggunakan mobil ambulance menuju Rumah Sakit Tentara dr. J.A. Latumeten untuk mendapatkan penanganan medis. Sementara korban meninggal dunia juga dievakuasi menggunakan mobil ambulance milik batalyon 733. Korban dibawa ke RSUD dr. M. Haulussy Ambon untuk dilakukan otopsi.

“Untuk kematian warga Wakal yang tertembak, juga sudah dilakukan serangkaian penyidikan antara lain, otopsi mayat, olah TKP, pemeriksaan terhadap saksi-saksi baik masyarakat sekitar TKP maupun personil Polri yang bertugas saat itu di lapangan,”ungkapnya.

Juru bicara Polda Maluku ini kembali menegaskan, Polri tidak pernah tebang pilih dalam penegakan hukum. Siapapun yang terlibat dalam kejahatan pasti akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.

“Terkait konflik sosial antara kedua kelompok masyarakat, saat ini Polres Ambon di back-up Polda Maluku ada menangani 9 laporan polisi, dengan korban dan pelaku berasal dari kedua kelompok. Jadi tidak benar kalau Polri tebang pilih atau hanya menangani laporan dari satu kelompok, sementara kelompok lain tidak. Setiap peristiwa pidana yang terjadi sampai saat ini semuanya sedang diusut. Ada yang masih dalam tahap penyelidikan, dan ada yang sudah tahap penyidikan,” ujarnya.

Sementara untuk situasi terkini Ohoirat mengatakan, Kamtibmas di kedua negeri susah aman terkendali. (S-10)