AMBON, Siwalimanews – Polda Maluku menyayang­kan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa yang menolak kenaikan BBM di Kota Tual bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual, Rabu (14/9) kemarin.

Aksi unjuk rasa ini ternyata berunjung petaka, dimana massa dati mahasiswa yang berniat menyampaikankan aspirasi, malah diamuk bahkan diania­ya warga yang sementara membuat pagar hidup di sepanjang ruas jalan untuk menantikan kedatangan Pre­siden Joko Widodo dan rombongan.

Warga kesal dengan aksi para mahasiswa yang dinilai tidak tepat sasaran. Beruntung aparat kemanan yang bersiaga untuk pengamanan presiden bergerak cepat melerai warga yang sementara mengeroyoki para mahasiswa ini.

Kabid Humas Polda Maluku Kom­bes Roem Ohoirat kepada wartawan di Mpaolda Maluku, Sabtu (17/9) membenarkan kejadian itu.

Kata Kabid, sebelumnya para mahasiswa ini telah diberitahukan agar tidak lakukan unjuk rasa, namun mereka tetap ngotot untuk mela­kukan aksi demonstrasi.

Baca Juga: Utang RS Haulussy Capai 31 Miliar, Terancam Gulung Tikar

Puluhan mahasiswa ini sekitar pukul 15.00 WIT, berkumpul di taman depan kafe Saraba dan tiba-tiba mereka berorasi. Sementara disaat yang sama berkumpul ribuan warga sedang menunggu presiden dan rombongan  melewati jalan tersebut.

“Puluhan mahasiswa ini sempat diminta untuk membubarkan diri, namun mereka terus berorasi hingga warga merasa terganggu, akhirnya wargapun melakukan penyerangan. Bahkan bukan saja laki-laki, tapi termasuk ibu-ibu pun ikut marah dengan aksi yang dilakukan ade-ade mahasiswa ini,” ungkap kabid.

Juru bicara Polda Maluku ini sangat menyangkan terjadinya aksi unjuk rasa tersebut yang berakhir ricuh. Beruntung, para mahasiswa dapat diselamatkan oleh aparat kepolisian yang sementara meng­amankan kunjungan presiden.

“Kami berharap agar bisa menjadi tuan rumah yang baik. Demo silah­kan tapi sesuaikan aturan dan tidak dijalur pengamanan yang telah disiapkan, dan ada ribuan warga disana. Salah satu syarat demo yaitu tidak memprovokasi warga dengan melihat sikon di lapangan,” ujarnya.

Menurutnya, aksi demo yang dilakukan sekelompok mahasiswa ini juga tidak mengantongi ijin dari Polres Malra. Ini dikarenakan para mahasiswa ini memasukan surat pemberitahuan pada, Selasa (13/9), sementara aksi mereka dilakukan pada, Rabu (14/9).

“Pemberitahuan dari mahasiswa ini dimasukan ke Polres Malra melalui piket penjagaan dengan isi pemberi­tahuan melaksanakan aksi demo pada Rabu, 14-17 September 2022 pukul 08.00 sampai selesai, dengan jumlah massa 500 orang,” beber kabid.

Masuknya pemberitahuan ter­sebut kata Kabid, Polres Malra tidak menerbitkan STTP/ijin, karena dinilai tidak sesuai dengan UU Nomor: 9 tahun 1998 tentang Kemer­dekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum/ Unras.

Pada pasal 10 UU ini berbunyi, pemberitahuan untuk melakukan kemerdekaan menyampaikan pen­dapat dimuka umum/unjuk rasa disampaikan selambat lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai. Sementara mereka memasukan surat belum juga sampai 1 x 24 jam.

Di sisi lain, aksi demo tersebut tidak diijinkan, karena seluruh personel sudah diploting untuk mengamankan kunjungan Presiden RI, sehingga tidak ada personel untuk mengamankan demo tersebut.

“Sesuai pasal 7 UU Nomor  9 tahun 1998, aparat wajib mengamankan jalannya kemerdekaan menyampai­kan pendapat dimuka umum/unjuk rasa, sementara jumlah aparat sudah terploting pada sejumlah titik untuk pengamanan presiden, sehingga apabila unjuk rasa dilaksanakan, maka tidak ada aparat yang meng­amankan mereka,” ucap kabid.

Mantan Kapolres Tual ini me­ngaku, kebebasan demokrasi bukan artinya bebas segala-galanya atau semau-maunya tanpa mengindah­kan kepentingan umum maupun masyarakat lainnya.

“Pada prinsipnya, kami Polri akan selalu melakukan pengamanan terma­suk dalam hal unjuk rasa, menyam­paikan pendapat di muka umum, asalkan disesuaikan dengan meka­nisme peraturan perundang-undang­an yang berlaku,” pung­kas­nya.(S-10)