AMBON, Siwalimanews – Hidup memang misteri. Siapa sa­ngka petinju asal Kebupaten Kepu­lauan Tanimbar (KKT) yang nyaris tidak bisa se­kolah itu mampu men­capai puncak stu­dinya de­ngan me­­raih gelar ter­tinggi  di bidang aka­demik yakni profe­sor olahraga.

Dia adalah Profe­sor Dr Albertus Fe­nanlampir, S.Pd., M.Pd., AIFO. Seper­ti ada ungkapan, ti­dak semua orang punya kesempatan untuk sekolah. Tapi ada yang punya kesempatan sekolah namun tidak bisa menyelesaikan sampai sejauh me­raih gelar tertinggi dalam dunia akade­mik.

Tapi ada yang kesulitan berse­kolah dan mampu menyelesaikan sampai jadi profesor. Dulu Albert di kampung halaman­nya di Saumlaki nyaris tidak bisa bersekolah. Putus asah lantaran ditolak semua sekolah di Saumlaki, Alberth oleh kerabat dekatnya  diboyong ke Kota Ambon.

Sampai di Ambon, Alberth ditolak juga meskipun direkomendasi ke­rabat (koneksi) saat itu dari Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Malu­ku. Niatnya untuk bersekolah cukup tinggi, hingga akhirnya Albert pasrah.

Ia kemudian banting setir dengan melakoni dunia tinju. Cabang olah­raga keras itu ditekuninya sejak 1984 hingga 1990. Rentang waktu itu juga yang mengantarkan Albert mengen­yam pendiidkan di Sekolah Guru Olahraga (SGO). “Kalo beta seng pecat dari seko­lah, beta seng jadi petinju. Dampak dari beta dipecat di sekolah, akhir­nya beta jadi petinju,” ungkap Alberth.

Baca Juga: 2 Casis Dikirim ke SMA Pradita Dirgantara

Berdasarkan penuturannya kepa­da Siwalima di ruang kerjanya Sabtu (19/3), pria berpenampilan perlente itu mengaku, ia melakoni olahraga adu jotos itu sejak 1984-1990. Prestasi terakhir di dunia tinju yakni mengikuti kejuaraan Sarung Tinju Emas (STE) 1990 di Surabaya.

Usai bertanding di STE, Albert memutuskan berhenti dari dunia tinju yang membesarkan namanya itu. Albert mulai serius melanjutkan pendidikannya hingga akhirnya ia mengabdi sebagai dosen di Universitas Pattimura.

Dan hari ini Senin, (21/3), Alberth dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Keolahragaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura. Ia juga akan membawakan pidato saat pe­ngukuhan itu dengan judul “Kon­tribusi Strategi Homogenetty Psycho Cognition dalam pembela­jaran PJOK dan Aplikasinya pada pembangunan berkelanjutan”.

Albert menjelaskan, substansi tersebut berfokus pada keterkaitan antara marwah pendidikan dengan pembangunan berkelanjutan, sehi­ng­ga pandangannya selaku peneliti adalah suksesnya pembangunan berkelanjutan dipengaruhi oleh pendidikan baik pada kualitas, akses, praksis maupun kebijakannya.

Dikatakan, education for Sustainable Development (ESD), bertujuan memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk membentuk masa depan yang berkelanjutan.

ESD berarti mengintegrasikan isu-isu utama pembangunan berkelan­jutan ke dalam pengejaran dan pembelajaran. Hal ini membutuhkan pendekatan atau strategi, model, metode pembelajaran partisipatif yang memotivasi dan member­da­yakan peserta didik untuk meng­ubah perilaku mereka dan mengambil tindakan untuk pembangunan ber­kelanjutan.

ESD bertujuan untuk mencapai kompetensi seperti berfikir kritis, membayangkan scenario masa depan dan membuat keputusan dengan cara yang kolaboratif. Pembelajaran harus mempersiap­kan peserta didik dari segala usia untuk menemukan solusi bagi tanta­ngan masa kini dan masa depan.

Sebab menurutnya, jangan sampai tenaga pendidik terus mensosia­lisa­sikan modernisasi,  digitalisasi, mete­verse tanpa disertai oleh pemenu­han hak-hak pendidikan bagi selu­ruh warga Negara Indonesia, sebagai­mana  diatur dalam pasal 31 UUD 1945.

Terlebih pada fakta pandemic Covid-19, yang berdampak pada perekonomian masyarakat kecil dan menengah, maka riset ini diawali oleh telaah dan refleksi Alberth selaku peneliti mengenai distorsi antara pembangunan berkelanjutan dalam konteks pendidikan dengan realitas­nya yang perlu diatasi melalui strategi yang hilistik dan ilmiah.

Diakuinya, kebijakan Kampus Merdeka perlu dipandang selaku wahana bersifat alternatif dalam meningkatkan inovasi nasional pada bidang pendidikan, pembela­jaran dan sayaan sebagai modal akademik serta social untuk mereali­sasikan  visi Indonesia maju 2045.

“Melalui beberapa riset yang te­lah dilakukan, saya memiliki orien­tasi bersifat mendasar yakni merea­lisasikan inovasi dalam pembelaja­ran guna memperkuat kapasistas kognitif peserta didik dengan dibe­kali kapasitas berkomunikasi. Tentu didalamnya berisikan inovasi juga pembaharuan pendekatan, strategi, model,  metode, dan teknik-teknik dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik, salah satunya inovasi terbaru dalam pembelaja­ran adalah strategi Homogeneity Psycho Cognition (HPC) sebagai strategi pembe­lajaran terkini dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK),” jelas Alberth.

Disebutkan, Esensi strategi pem­belajaran HPC adalah pembelajaran yang mengutamakan kerja sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembela­jaran. Pengelompokan tersebut dila­kukan dengan memperhatikan kesa­maan tingkat kecerdasan peserta didik, agar memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses berfikir dan berkespresi tanpa merasa ter­bebani oleh karakteristik peserta didik lain yang lebih pintar atau lebih agresif.

Pada dasarnya ungkap Alberth, dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat menerapkan berbagai bentuk pendekatan sesuai dengan kondisi kelas, materi yang diajarkan dan pada tingkatan satuan pendidikan yakni, SD, SMP dan SMA.

Dikatakan, baik model, pende­katan, strategi maupun metode pem­belajaran yang telah ada dan sering digunakan oleh guru pada dasarnya hanya memperhatikan pencapauan tujuan pembelajaran.

Hal itu dilakukan dengan mere­kayasa atau memanipulasi seluruh potensi peserta didik tanpa mem­perhatikan latar belakang kejiwaan, traumatic akibat pengalaman pem­be­lajaran yang kurang menye­nangkan atau buruk di mata peserta didik.

Diakuinya, banyak perilaku guru yang menjengkelkan, sikap yang tidak bersahabat dengan seringnya menonjolkan karakter keras, tegas dan kaku bahkan dengan berbagai ancaman kata-kata termasuk huku­man fisik. Itu sangat memangkas keberanian dan kecerdasan peserta didik untuk mengeksplorasi diri secara maksimal.

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru- se-Indonesia dalam berbagai kesempatan tentang penguasaan materi,  dan hasil belajar peserta didik sewaktu pembelajaran di sekolah, terutama menggunakan model pembelajaran kooperatif 100 persen guru setuju bahwa dalam pembagian kelompok peserta didik, perlu memperhatikan tingkat intelegensi peserta didik (kemampuan akademik, tinggi, sedang dan rendah).

Jal itu diperlukan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga pada akhirnya kelompok tersebut dapat mencapai hasil belajar yang baik. Temuan itu kemudian disimpulkan  ada terdapat diskriminasi perlakuan terhadap peserta didik yang lemah atau berkemampuan akademik rendah, tidak pandai, atau lambat dalam proses pembelajaran.

Olehnya itu strategi pembelajaran HPC merupakan kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Alberth menawarkan atau menemukan strategi pembelajaran HPC ini begitu relevan dalam upaya optimalisasi pendidikan terutama untuk suksesi pembangunan berkelanjutan pada ranah pendidikan.

Temuan mengenai strategi HPC yang baru terkontribusi dalam memperkuat mutu pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, diharapkan temuan ini dapat menghasilkan kontribusi antara lain, berupata mewujudkan kontribusi teoritis, dimana HPC diharapkan mampu merubah paradigm, psikologis, serta mental generasi muda, supaya secara sadar juga sukarela untuk peka dan terlibat pada praksis pembangunan berkelanjutan.

Selain itu mewujudkan kontribusi praktis yaitu HPC diharapkan mampu secara praksisi memperkuat keterampilan generasi muda yang selaras dengan abad 21 yakni komunikasi, kolaborasi, daya kritis, inovasi juga kreativitas serta kepemimpinan. Selanjutnya HPC dengan pengelompokan secara homogeny dalam konsep ESD, kapabel untuk menjadi strategi sekaligus model pembelajaran yang modern relevan terhadap Revolusi Indistri 4.0, komprehensif serta scientific, supaya penguatan civic knowledge, civic skills juga civic disposition bisa terwujud dan mengarah pada civid society.

Dengan demikian tambah Alberth, konsep ESD kapabel merealisasikan kesejahteraan umum, penguatan mutu sumber daya manusia secara adil dan menyeluruh melalui pendidikan, serta mengatasi climate change, berbasis gerakan  civil society dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. (S-07)