AMBON, Siwalimanews – Tindakan bejat dan tidak terpuji dipertotonkan RH,  kepala sekolah pada salah satu sekolah dasar di Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan.

RH nekat memperkosa siswinya sendiri dengan iming-iming akan memberikan nilai tinggi bagi korban.

Kapolres Buru Selatan, AKBP M. Agung Gumilar mengatakan, kasus tindak pidana persetubuhan ter­hadap anak dibawah umur itu dilaporkan orang tua korban pada Sabtu (8/10).

Kejadian tersebut berawal saat pelaku menghubungi korban melalui aplikasi mesengger untuk datang kerumah korban. Tak curiga, re­maja 13 tahun ini kemudian meng­ikuti perintah pelaku.

“Tiba di rumah terlapor, korban lalu dibawa masuk ke dalam ka­mar. Usai menyetubuhi korban, ter­lapor kemudian meminta korban pulang ke rumahnya,” jelas Kapol­res dalam rilis yang diterima re­daksi Siwalima, Senin (10/10).

Baca Juga: Polisi Diminta Usut Tuntas Bentrok di Malra

Tak hanya sekali, korban diketa­hui kerap disetubuhi diberbagai tem­pat. Tercatat kurang lebih 5 kali pe­laku menyetubuhi korban sejak bulan September sampai Oktober 2022

“Modus operandi yang dilakukan pelaku yaitu, membujuk rayu korban apabila korban memiliki nilai buruk maka akan diberikan nilai tinggi, apabila korban mau untuk berhubungan badan dengan pelaku,” ungkap Gumilar.

Kekerasan seksual kepada anak itu terungkap setelah korban mem­beritahukan ibunya YH. Peristiwa itu lalu diceritakan ibu kandung korban kepada masyarakat tempat tinggal mereka.

Polisi kemudian bergerak cepat dan meringkus pelaku,” kejadian itu kemudian dilaporkan ke Polres Bursel. Dan saat ini pelaku sudah diamankan,” ungkapnya.

Pelaku telah ditetapkan sebagai ter­sangka. Ia disangkakan menggu­nakan melanggar pasal 81 ayat 1 dan 2 UU RI No 17 tahun 2016 ten­tang Penetapan Perpu No 1 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang Per­lindungan Anak menjadi UU jo pasal 76D UU RI No 35 Tahun 2014 ten­tang Perubahan UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ditegaskan, kasus pencabulan/persetubuhan dan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur merupakan kasus menonjol di wilayah hukum Polres Bursel. Untuk itu tidak ada istilah penyelesaian secara adat dalam kasus tersebut.

“Selama belum terbentuknya Polres Bursel, kasus-kasus tersebut kerap diselesaikan secara adat oleh pihak pelaku dan korban. Sehingga tidak ada efek jera bagi pelaku secara langsung, dan kasus serupa ini kerap terjadi,” tuturnya.

Ditambahkan, untuk kasus ini Polres Bursel akan tetap melakukan langkah tegas sesuai hukum yang berlaku. Setiap peristiwa tindak pidana khususnya yang menimpa korban anak dibawah umur atau perempuan tidak akan diselesaikan secara adat. (S-10)