AMBON, Siwalimanews – Pencopotan Kepala Bidang Cipta Karya, Dimas PUPR oleh Gubernur Maluku Murad Ismail, disebut sebagai pelanggaran berat.

Pengamat manajemen kebijakan publik, Nathanel Elake menilai, pencopotan Andrianita Sulistiorini dari jabatannya yang baru diemban sejak Desember 2020 lalu merupakan pelanggaran berat dan bagian dari fenomena buruk dalam birokrasi.

Menurutnya, seorang birokrat itu harus loyal kepada aturan, atau melaksanakan aturan.

“Nah seandainya kalau memang pergantian pejabat itu karena subjektifitas dimana dia melawan tidak mau mengikuti kemauan pimpinan, itu fenomena buruk dalam birokrasi kita setelah  penerapan UU Nomor 25  ta­hun 2009 tentang pelayanan publik.

Dikatakan, prinsip rekruitmen se­orang ASN selain pendekatan dari sum­ber daya manusia sektor publik, rekruitmen ASN  yang paling pe­nting adalah menyangkut kompetensi.

Baca Juga: BPOM tak Temukan Bahan Kimia, Takjil Aman Dikonsumsi

Punya persyaratan yang di­isyaratkan oleh undang-undang untuk menduduki satu jabatan, dalam kerangka good government dan good governance, selain per­syaratan-persyaratan itu, maka se­orang ASN harus  berada dalam frame pengelolaan birokrasi yang bersih dan baik tersebut.

Soal isu Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Maluku dicopot karena se­betulnya melaksanakan prinsip Good Government dan Good Gover­nence perlu ada pembuktian.

“Secara hukum belum bisa dibuktikan karena itu masih sebatas isu sehingga kurang elok juga kalau kemudian kita memberikan penilaian atau menjustifikasi bahwa itu sebuah kebenaran. Tapi seandainya arogansi pemimpin akibat dari yang bersang­kutan itu tidak mengikuti kemauan pejabat untuk katakanlah seperti dilansir karena tak mau men­cairkan anggaran karena pekerjaan belum 100 persen, pekerjaan tidak baik atau segala macam  yang diper­syaratkan dalam dokumen tender, dan dia tidak mau menandatangani itu dan lain-lain, seandainya itu betul, maka kebijakan pemerintah provinsi mencopot Kabid Cipta Karya itu  salah. Itu pelanggaran berat,” jelas Elake.

Ia menuturkan, sikap Pemprov Maluku terhadap Kabid Cipta Karya perlu ada pembuktian hukum. Sebab apabila Kabid Cipta Karya itu PPK, atau PPTK, kalau yang bersang­kutan masih punya integritas dan tidak mau terlibat dalam proyek-proyek yang didanai SMI karena akibat hukum baginya harus diberi­kan apresiasi.

“Tapi menurut beta ini fenomena dan perlu membuktikan kebenranan. Bagi beta pribadi beta  berikan apre­siasi bagi pejabat itu. Ya silahkan diberhentikan, tapi demi sebuah ke­benaran. Suatu waktu akan terbukti. Tapi yang pasti dari pendekatan manajemen sumber daya manusia publik itu, ini perbuatan yang sebe­tulnya tidak terpuji,” ungkap Elake.

Ia menyayangkan Pemprov Malu­ku, kenapa ada birokrat yang terkait dalam pengeloaan pemerintahan harus korban karena tidak mengikuti kemauan pemerintah itu sangat tidak dibenarkan.

“Artinya kita tidak menjustifikasi bahwa memang seperti itu. Tapi seandainya ada peristiwa seperti itu, maka patut disesalkan. Terhadap pe­ngelolaan birokrasi kita sebagai sub­jek pembangunan mensejahterakan rakyat, kalau ada birokrat yang mental seperti itu, pantasan  Maluku tidak keluar dari lingkaran kemis­kinan,” pungkasnya.

Pandangan Lain

Akademisi Hukum Unpatti, John Pasalbessy punya pandangan lain terkait pencopotan Kabid Cipta Karya. Dikatakan, pencopotan tersebut belum bisa dikategorikan perbuatan melawan hukum.

“Kalau lihat dari aspek hukumnya maka tidak semudah proses itu, bisa dilakukan  proses penegakan hukum karena harus ada indikasi perbuatan melawan hukumnya.  Kalau saya melihat masalah ini belum sampai ke masalah hukum, karena kita belum temukan ada perbuatan melawan hukum di dalam pencopotan Kabid Cipta Karya terkait anggaran-anggaran infrastruktur yang didanai pinjaman SMI,” katanya .

Pasalbessy menuturkan, tidak di­cairkan anggaran, dapat saja terjadi karena ada kemungkinan-kemung­kinan lain yang kemudian menjadi penyebab sehingga ditunda pem­bayaran sisa.

“Itu yang harus dikejar sehingga 20 persen tidak bisa dikeluarkan karena ada alasan tertentu. Mungkin dari sisi administrasi atau masalah lain yang belum di masukan ke pa­nitia. Sehinga bila lihat dari kacamata benar ataukah 80 persen anggaran yang sudah di dapat mungkin admi­nistrasinya belum lengkap. Saya kira masalah ini lebih baik melaporkan  ke Inspektorat. Itu kan masalah internal dan kita belum bisa sampai ke tingkat persoalan hukum karena terkait dengan APBN atau APBD. Sehingga perlu dilakukan ferivikasi internal. Kalau memang terindikasi temuan bahwa dia tidak menge­luarkan anggaran karena masuk kualifikasi perbuatan melawan hukum barulah proses hukum berjalan,” tegasnya.

Pencopotan

Untuk diketahui, mendadak And­ria­nita Sulistiorini dicopot dari ja­batannya bersama dengan dua Kepala Bidang lain yakni Kepala Bidang Pengembangan, Pengolahan dan Pelestarian Bahan Pustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Maluku Ahmat Palembang dan Ke­pala Bidang Umum dan Keuangan Sekretariat DPRD Maluku Eky Sinaay.

Pelantikan juga berlangsung ter­tutup oleh Sekda Maluku Kasrul Se­lang di ruang kerja, Rabu (21/4). Sum­ber Siwalima di Kantor Guber­nur Maluku menyebutkan penco­potan Andrianita berhubungan erat terkait pembangunan jalan lingkar Kelurahan Tihu, Kecamatan Teluk Ambon, dengan jenis pengadaan pekerjaan konstruksi oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Maluku  dengan anggaran sebesar Rp. 5 mi­liar yang dikerjakan oleh kontraktor bernama Kipe, yang adalah orang dekat Gubernur Maluku Murad Ismail.

Proyek yang baru dikerjakan de­ngan menggunakan anggaran pinja­man PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tersebut telah mencapai 80 persen pekerjaan di lapangan, na-mun kontraktor ini mendesak agar Andrianita selaku PPK proyek SMI untuk mencairkan 100 persen ang­garan pekerjaan tersebut.

Namun desakan orang dekat Murad Ismail tersebut, ditolak oleh Andrianita dengan alasan, hasil verifikasi lapangan, pekerjaan yang dilakukan baru mencai 80 persen bukan 100 persen dan pemerintah berhak mencairkan hanya 75 persen dari anggaran proyek dimaksud bukan 100 persen atas desakan Kipe, karena menyalahi aturan.

Kipe kemudian berulah, dengan tidak mau melanjutkan pekerjaan mengunakan dana pinjaman dari pemeritah pusat tersebut.

Buntutnya Andrianita akhirnya dicopot dari jabatannya dan dipindahkan ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Maluku.

“Kami menduga karena masalah proyek jalan lingkar Keluharan Tihu, Kabid Cipta Karya Dinas PU dicopot,” ujar sumber yang nama­nya enggan dikorankan kepada Siwalima di kantor Gubernur Maluku, Rabu (21/4).

Menurutnya pedekatan pencairan anggaran inilah kemungkinan besar membuat Adrianita kemudian dimu­tasikan. “Kemungkinan besarnya pencopotan mendadak ini bukan karena proyek rehabilitasi Islamic Center yang disulap menjadi warung katong atau kafe katong, tapi kita menduga karena proyek jalan lingkar Kelurahan Tihu,” jelasnya.

Sumber mengaku kontraktor yang merupakan orang dekat Murad Ismail tersebut selama ini juga hanya memiliki perusahaan, tetapi tidak memiliki alat pekerjaan konstruksi termasuk pekerjaan konstruksi jalan.

“Alat yang digunakan untuk proyek jalan itu pinjaman dari PT Gideon, bukan punya dia. Dia tidak punya alat, tetapi bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek tersebut, itu kan aneh,” ucapnya.

Sekda Maluku Kasrul Selang dan Kepala BKD Maluku Jasmono yang dikonfirmasi diterkait dengan mutasi mendadak yang dilakukan oleh Pemprov Maluku tidak merespon panggilan telepon dan pesan singkat yang dikirim. (S-32/S-39)