AMBON, Siwalimanews – Janji Murad Ismail dan Barnabas Orno untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, hanya kamuflase dan khayalan yang tak mampu direalisasikan.

Terbukti, angka kemiskinan di Maluku semakin bertambah, per September 2022 justru meningkat menjadi 299,66 ribu orang.

Padahal jika 16 program unggulan MI-Orno sapaan akrab gubernur dan wagub yang dikonsepkan un­tuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di Maluku itu direalisasikan, maka tentu kemiskinan akan ditekan, namun yang terjadi justru se­baliknya.

16 program unggulan untuk meningatkan kesejahteraan rakyat seperti, Harga sembako stabil dan murah, mewajibkan perusahaan di Maluku memperkerjakan minimal 60% anak Maluku, biaya pendidikan gratis untuk SMU-SMK di Maluku, kartu beasiswa Maluku untuk ma­hasiswa berprestasi yang kurang mampu, meningkatkan status pus­kesmas biasa menjadi puskesmas rawat inap di daerah terpencil dan terjauh, kartu Maluku sehat untuk berobat gratis di puskesmas dan rumah sakit, bedah rumah untuk keluarga miskin hingga kini tak dapat direalisasikan.

Padahal jika itu direalisasikan, maka tentu saja kemiskinan akan dapat ditekan, dan kesehjetaraan masyarakat bisa terwujud.

Baca Juga: Penghubung KY Bahas Sistim Pengamanan di Pengadilan

Demikian diungkapkan, Pengamat pemerintah, Nataniel Elake kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (26/1).

Pasalnya, dalam menjalankan se­buah program tidak hanya membu­tuhkan rencana yang bagus, tapi juga komitmen yang kuat di lapa­ngan khususnya dalam merealisasi 16 program unggulan tersebut yang didalamnya menyangkut dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Elake mengatakan semua per­soalan yang terjadi saat ini buntut dari tidak mahirnya Murad dan Orno dalam melakukan pengelolaan pe­merintahan, akibatnya rakyat yang harus menjadi korban dari janji yang tidak pernah dilakukan. Ini justru berimbas pada kemiskinan di Maluku terus meningkat.

Dijelaskan, kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku diawal pandemi Covid-19 dari PT Sarana Multi Infrastruktur dianggap sebagai bentuk keberpihakan Murad-Orno kepada masyarakat, dengan tujuan memulihkan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat Covid-19,  namuan ternyata ratusan miliar tidak mensejahterakan rakyat.

“Mestinya pinjaman yang dilaku­kan Pemprov melalui SMI seyo­gianya dimanfaatkan untuk sektor pembangunan yang berhubungan langsung dengan peningkatan in­deks pembangunan manusia, pem­berdayaan masyarakat agar ada dampak dari pinjaman itu apalagi pasca Covid-19,” kata Elake kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (26/1).

Namun, faktanya banyak dana SMI ratusan miliar rupiah tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak bergerak lurus terhadap peningkatan kesejah­teraan masyarakat, sehingga pinja­man SMI yang menjadi hutang bagi daerah itu tidak berdampak terhadap menurunnya angka kemiskinan sama sekali.

Elake mempertanyakan berapa persen masyarakat yang direkrut menjadi tenaga kerja dari program SMI sangat kecil, sementara seba­gian besar anggaran SMI dialokasi­kan untuk pembangunan infra­struk­tur dengan membeli material pabri­kasi seperti semen dan aspal, artinya uang itu kembali lagi ke Jawa sedangkan uang yang beredar di Maluku tidak sampai 10 persen dari pinjaman itu.

Menurutnya, persoalan kemis­kinan yang meningkat di Maluku terjadi karena Pemerintahan Murad-Orno gagal dalam berfikir yang menyebabkan seluruh kebijakan yang ditempuh tidak membawah kesejahteraan, bukan saja masya­rakat kecil tetapi dirasakan juga masyarakat kelas menengah keatas.

Pemerintah MI-Orno kurang memiliki kepedulian terhadap mas­yarakat yang dibuktikan dengan tidak ada satupun janji kampanye yang direalisasikan, padahal bila 16 poin ini dijalankan maka dipastikan masyarakat Maluku dapat keluar dari kemiskinan dan kesengsaraan.

“Pemerintah gagal berpikir, gagal konsep dan gagal niat, tidak memiliki kepedulian terhadap masyarakat, janji kampanyenya saja tidak ada yang jalan, termasuk pindah ibu kota tidak ada yang jalan, belum lagi program ekonomi yang digalakkan seperti tenaga kerja sama sekali tidak nampak,” pungkas Elake.

Murad-Orno kata Elake, kurang memiliki niat untuk membangun daerah sebab hingga tahun kelima pemerintah, pasangan dengan jargon Baileo ini Maluku tidak meng­alami kemajuan dan sekarang terasa dimana masyarakat menjadi korban dari pemimpin yang tidak peduli dan memperhatikan masyarakat.

“Beliau berdua kurang ada niat serius bangun daerah akibatnya rakyat kecil mengeluh, jangankan rakyat kecil menengah juga menge­luh,” cetusnya.

Sesalkan

Sementara itu mantan anggota DPRD Maluku, Evert Kermite me­nya­yangkan MI-Orno sebagai kader PDI Perjuangan Maluku hingga kini belum mampu menekan angka kemiskian.

Tingkat kemiskinan yang semakin tinggi sebagaimana dirilis Badan Pusat Statistik Maluku, lanjut Ker­mite, adalah sebuah tambaran hebat bagi PDIP, karena dua kader PDIP belum memiliki komitmen yang kuat untuk menekan angka kemiskinan. Padahal dalam setiap kesempatan selalu mengungkapkan angka kemis­kinan turun.

Lebih mirisnya lagi, 16 program unggulan tidak ada satupun yang direalisasi. Padahal jika itu dilak­sanakan pada tentu saja angka kemiskinan bisa ditekan, dan orang miskin di Maluku mungkin tidak akan bertambah.

Sesepuh PDI Perjuangkan Malu­ku ini menyoroti fraksi PDIP di DPRD yang kurang memberikan pengawasan penuh terhadap kinerja MI-Orno.

“Saya juga lihat fraksi PDIP di DPRD Maluku harus awasi, ini juga bagian dari kurang awasi,” ujarnya kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (26/1).

Kermite meminta, DPRD Maluku khususnya fraksi PDIP dan Ketua DPRD yang asal juga dari PDIP untuk berani memanggil dan mem­pertanyakan MI-Orno apa yang menjadi kendala sehingga kemis­kinan di Maluku sulit ditekan.

Ia meminta, MI-Orno diakhir masa jabatannya ini bekerja lebih fokus dan serius dalam menekan angka ke­miskinan, dengan memperbanyak program pemberdayaan, dan merea­li­sa­sikan 16 program unggulan tersebut.

“Coba terapkan 16 program ung­gulan itu terutama yang berhu­bungan dengan masyarakat miskin diterapkan diakhi masa jabatan ini. Sehingga kemiskinan bisa ditekan,” katanya.

Orang Miskin Bertambah

Badan Pusat Statistik Provinisi Maluku mencatat, angka kemiskinan di Maluku mengalami peningkatan yang cukup drastis pada September 2022.

Data BPS yang dirilis pada perte­ngahan Januari 2023 menyebutkan jumlah orang miskin mencapai 299,66 ribu orang atau bertambah 6,09 ribu orang, jika dibanding bulan Maret 2022 sebesar 290,57 ribu.

Adapun presentase penduduk miskin di Maluku per September 2022 tercatat 16,23 persen lebih tinggi dibandingkan Maret 2022 yang hanya 15,97 persen.

Jumlah tersebut naik 3,12 ribu orang dibandingkan bulan Maret 2022 tercatat sebesar 245,45 ribu orang. jika dilihat dari sisi persentase, tingkat kemikinan di perdesaan pada September 2022 (24,54 persen) juga mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2022 sebesar 23,50 persen.

Sebaliknya jumlah penduduk miskin di perkotaan pada September 2022 tercatat sebanyak 48,08 ribu orang. Jumlah ini bertambah 2,96 ribu orang dibandingkan periode Maret 2022 yang menunjukkan angka 45,12 ribu orang. Bila dilihat dari sisi per­sentase, tingkat kemiskinan di per­kotaan pada September 2022 (5,90 persen), juga mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 5,82 persen.

 Tambah Susah

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gu­bernur Barnabas Orno, dinilai ti­dak serius dalam membangun Malu­ku, lantaran hingga diakhir peme­rin­tah justru kemiskinan sulit ditekan.

Koordinator LSM Lembaga Pe­mantau Penyelenggara Negara (LP­PN), Minggus Talabessy menya­yangkan jika selama lima tahun pemerintah ini angka kemiskinan tidak dapat diturunkan, melainkan justru bertambah sebanyak 299,66 ribu orang.

Dikatakan, jika kemiskinan Maluku sulit ditekan maka Murad Ismail dan Barnabas Orno tidak mampu men­jalankan tugas untuk menuntaskan kemiskinan selama periode kepe­mimpinan, sebab tujuan utama dari pemimpin daerah adalah menu­runkan angka kemiskinan.

“Kalau kemiskinan meningkat maka pemerintah saat ini tidak ber­hasil menurunkan kemiskinan. Pa­dahal inti dan tujuan utama dari pe­merintah harus menurunkan kemis­kinan masyarakat,” ujar Talabessy saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (25/1).

Menurutnya, kesejahteraan mas­ya­rakat merupakan tugas utama yang harus dicapai gubernur dan wakil gubernur walaupun tidak signifikan tetapi yang terjadi saat ini masyarakat lebih sengsara dengan kebijakan yang dilakukan.

Talabessy menegaskan, sejak awal 16 poin janji kampanye Murad Ismail dan Barnabas Orno jika dilakukan dengan baik maka angka kemiskinan dapat ditekan sedikit demi sedikit sebab harus diakui juga bahwa pandemi covid-19 turun berdampak luas.

Selain itu, kebijakan Murad dan jajaran dalam melakukan pinjaman SMI senilai 683 miliaran rupiah juga tidak tepat sasaran, karena lebih banyak dialokasikan kepada program infrastruktur yang terfokus pada Kota Ambon dan Maluku Tengah.

“Sebagian besar dana itu digu­nakan untuk belanja infrastruktur tetapi mengesampingkan Pember­dayaan, itu salah satu kesalahan Murad dan Orno. Ini digunakan untuk jalan dan trotoar yang bikin susah orang karena licin, akibatnya masyarakat lebih sengsara bukan senang karena salah sasaran dana itu dipakai,” ujar Talabessy.

Dijelaskan, dana ratusan miliar rupiah tersebut seharusnya digu­nakan sebagian besar untuk belanja pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan ekonomi, akhirnya dana pinjaman itu tidak berguna karena tidak meningkatkan ekonomi masyarakat.

Jadi Ancaman

Terpisah, Akademisi Ekonomi Un­patti Erly Leiwakbesy mengung­kapkan jika secara umum program pemberdayaan masyarakat tidak mengalami penurunan tetapi diper­hadapkan dengan kondisi pandemi covid-19 yang melanda Indonesia termasuk Maluku.

Bahkan, indikator-indikator eko­nomi Provinsi Maluku kelihatannya baik-baik saja tetapi Badan Pusat Statistik mengeluarkan rilis jika kemiskinan Maluku meningkat 6007 orang selama tahun 2022, maka men­jadi ancaman sehingga pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan.

“Beta pikir implementasi dari usaha pemerintah daerah untuk pe­ngentasan kemiskinan dan juga kegiatan yang lain khususnya untuk memulihkan perekonomian Maluku Pemda harus lebih selektif,” ujar Leiwakbesy.

Artinya keberadaan masyarakat yang berada dibawah garis kemis­kinan harus didata dengan baik ter­masuk program yang diimplemen­tasi­kan harus langsung memberikan dampak terhadap pemulihan eko­nomi masyarakat, bukan saja me­ngejar target makro ekonomi.

Selain itu, kondisi masyarakat Ma­luku bukan seperti di daerah lain yang terbiasa untuk memanfaatkan dengan benar program pember­da­yaan masyarakat yang digelontor­kan oleh pemerintah daerah.

“Jadi memang pemerintah bukan saja memberikan bantuan seperti itu lalu tidak ada pantauan tetapi harus ada pendampingan terus menerus artinya pengawasan dan pendam­ping yang optimal,” beber Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Un­patti ini.

Terhadap persoalan ini, Leiwa­kabessy menilai sering kali Peme­rintah Provinsi Maluku hanya me­nyalurkan bantuan pemberdayaan tetapi mengabaikan aspek penga­wa­san akibatnya tidak tepat sasaran.

Karenanya, Leiwakabessy ber­harap Pemerintah Provinsi Maluku dapat lebih serius untuk melihat persoalan ini agar dapat menekan angka kemiskinan.

Janji Manis

16 Progaram Unggulan MI-Orno, hanyalah janji manis yang sengaja ditebar untuk meraih simpati publik kala kampanye.

Pasalnya, hingga saat ini, tak satu­pun program mereka yang bisa diimplementasikan. Mereka bahkan  dinilai gagal mengawasi 16 program unggulan dalam rangka meningkat­kan kesejahteraan masyarakat.

Andai saja ada program yang di­arahkan untuk mendongkrak kese­jah­teraan rakyat, otomatis angka kemiskinan di Maluku tidak akan meningkat.

Akademisi FISIP Unpatti, Paulus Koritelu menilai, 16 program ung­gulan yang diusung MI-Orno seba­gai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku jika itu diawasi dan dija­lan­kan, tentu saja tingkat kesejahteraan masyarakat Maluku akan bertambah, dan angka kemiskinan juga dengan sendirinya bisa ditekan.

“Jadi memang saya salut dengan konstruksi program dari pasangan MI-Orno yang idal untuk masya­rakat Maluku terkhususnya untuk meningkatkan kesejahteraan masya­rakat Maluku,” kata Koritelu saat diwawancarai Siwalima melalui te­lepon selulernya, Selasa (24/1).

Namun dia berpendapat, upaya untuk menurunkan angka kemiski­nan belum secara maksimal dila­kukan.

Data BPS yang dirilis pada per­tengahan Januari 2023 menyebutkan jumlah orang miskin pada September 2022 mencapai 299,66 ribu orang atau bertambah 6,09 ribu orang, jika dibanding bulan Maret 2022 sebesar 290,57 ribu.

Paparan angka kemiskinan yang meningkat di Maluku, lanjut Kori­telu, adalah sesuatu yang objektif dan wajar ketika memang kinerja pemrpov yang dirasakan masyarakat belum maksimal berdasarkan angka kemiskinan yang terus bertambah dari waktu ke waktu.

Secara objektif kita tahu sampai saat ini kriteria kemiskinan lokal itu belum cukup dominasi blantika akademik soal angka-angka kemis­kinan.

Selain itu, lanjut Koritelu, bentuk kemiskinan yang sangat mempri­hatinkan itu adalah, mentalitas rakyat Maluku yang mungkin terlalu diterpa oleh bencana maupun nilai-nilai budaya yang terabaikan karena variabel-variabel politik yang terlalu dominan, karena itu manivestasi munculnya kemiskinan dalam mas­yarakat makin merajalela dimana-mana.

“Artinya kalau masyarakat kita dibilang miskin tentu mereka tidak mau, tetapi ketika diberikan bantuan baru rame-rame,” katanya.

Menurut, tidak jalannya 16 program unggulan ini akibat keroposnya koordinasi internal pada pemprov sendiri.

“Berpacu pada 16 program yang sudah disusun itu sebentarnya fokus kesitu, sehingga menurut saya konselasi pemenangan pada Pilkada yang akan datang itu bukan pada basis massa, tetapi maksimalkan program,” tuturnya.

Janji Kampanye

Untuk diketahui, 16 program ung­gulan MI-Orno adalah (1) Pemin­dahan Ibukota ke Makariki, Seram dan percepatan Pembangunan Per­kantoran Provinsi. (2) Rekruitmen PNS dan pejabat berdasarkan kom­perensi dan mempertimbangan ke­terwakilan suku, agama, dan kewi­layahan. (3) Penerapan sistem e-goverment dan e-budgeting untuk transparansi dan percepatan pela­yanan publik. (4) Harga sembako stabil dan murah. (5) mewajibkan perusahaan di Maluku memperker­jakan minimal 60% anak Maluku. (6) Biaya pendidikan gratis untuk SMU-SMK di Maluku. (7) Kartu Beasiswa Maluku untuk mahasiswa berprestasi yang kurang mampu. (8) Pengembangan RSUD menjadi RSUD pusat bertaraf Internasional. (9) Meningkatkan status puskes­mas biasa menjadi puskesmas rawat inap di daerah terpencil dan terjauh. (10) Kartu Maluku sehat untuk berobat gratis di puskesmas dan rumah sakit. (11) Bedah rumah untuk keluarga miskin. (12) menciptakan produk lokal “one sub distric/one village, one product. (13) Pengem­bangan Provinsi Kepulauan dan Maluku sebagai Lumbung Ikan Na­sional. (14) Pembangunn Smart City di pusat kabupaten/kota di Maluku. (15) Maluku terang dengan listrik masuk desa. (16) Revitalisasi lem­baga-lembaga adat. (S-20)