AMBON, Siwalimanews – Provinsi Maluku kembali masuk dalam kategori daerah rawan pa­ngan yang cukup tinggi, Peme­rintah Provinsi Maluku diminta untuk segera bergerak cepat anti­sipasi.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Maluku, Andi Mu­naswir mengatakan masuknya Maluku kedalam deretan daerah yang rawan pangan menjadi anca­man besar bagi masyarakat.

Untuk melindungi masyarakat Maluku dari dampak krisis pangan maka harus ada langkah-langkah konkrit yang ditempuh pemerintah daerah dengan mengoptimalkan semua sumber-sumber pendukung termasuk transportasi antar wilayah.

Menurutnya, transportasi laut maupun darat dari daerah penyuplai bahan pangan ke daerah yang men­jadi pangsa pasar sangat diperlukan, sebab jika transportasi tidak mema­dai maka pasti akan mempengaruhi distribusi bahan pangan yang akan memicu terjadinya krisis pangan.

“Maluku ini masih dikategorikan sebagai provinsi yang masuk kate­gori rawan pangan, untuk itu sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah penghasil pertanian diharapkan dapat difasili­tasi, agar muda memasok hasil per­tanian tersebut ke wilayah-wilayah konsumen,” tegas Munaswir.

Baca Juga: Ayah Bejat Perkosa 5 Anak & 2 Cucu Divonis Seumur Hidup

Munaswir mengakui, sampai de­ngan saat ini persoalan tranportasi belum juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, terbukti dengan masih adanya wilayah-wilayah produksi pangan yang belum memiliki akses trans­portasi transportasi yang lancar.

Munaswir pun meminta Pemerin­tah Provinsi Maluku untuk dapat melakukan upaya terukur guna mencegah terjadinya krisis pangan di Maluku yang berakibat pada kesengsaraan masyarakat.

Rawan Pangan

Seperti diberitakan sebelumnya, Tiga kabupaten di Provinsi Maluku yang berada di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), masuk dalam wilayah rawan pangan de­ngan kategori berat. Ketiganya yakni, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kapubaten Maluku Tenggara.

Sementara Kabupaten Maluku Barat Daya, masuk dalam wilayah rawan pangan dengan kategori se­dang, bersama dengan 32 kabupaten dan kota lain di Indoensia.

Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (BPN), Nita Yulianis memaparkan, faktor utama wilayah kerentanan pangan adalah, produksi pangan wilayah lebih kecil dibandingkan kebutuhan, sehingga terjadi defisit.

Persentase penduduk miskin makin tinggi, prevelensi balita stunting tinggi dan akses air bersih terbatas. Sedangkan sebaran wila­yah rentan rawan pangan, yakni wilayah Indonesia timur, wilayah jauh dari ibu kota provinsi/daerah perbatasan dan wilayah kepulauan.

“Wilayah rentan rawan pangan juga tersebar di wilayah 3 T,” ungkap Nita dalam Rapat Koordinasi Perce­patan Penurunan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Pangan di Kawasan Perbatasan di Hotel Mille­nium, Selasa (26/7) kemarin.

Nita juga menjelaskan, dalam Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) 2021, di daerah perba­tasan terdapat 15 kabupaten/kota berstatus rentan aspek ketersediaan pangan. Hal ini disebabkan, karena penurunan luas tanam dan pening­katan luas puso. Sedangkan 5 kabu­paten/kota berstatus rentan peman­faatan pangan, yaitu tingginya balita dengan indikasi berat badan kurang dan sangat kurang.

Dukungan program dan kegiatan ketahanan pangan di daerah per­batasan, berupa penguatan keterse­diaan dan stabilitas pangan yakni, pengendalian stabilitas pasokan dan harga, pengembangan sistem logistik pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah.

“Sedangkan dukungan penanga­nan kerawanan pangan dan gizi adalah, pencegahan dan pengen­tasan daerah rentan rawan pangan, mitigasi dan penanganan kesiapsia­gaan krisis pangan. Selain itu pen­cegahan dan kesiapsiagaan kerawa­nan pangan dan gizi termasuk anti­sipasi stunting dan bantuan pangan untuk masyarakat berpendapatan rendah dan rawan gizi,” papar Nita.

Dukungan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan di kawasan perbatasan, lanjut Nita antara lain, pengembangan peng­ane­ka­ragaman pangan, promosi dan sosialisasi perubahan prilaku dan konsumsi. Selain itu, pengem­bangan standar dan pengawasan keamanan pangan.

Berikut 22 Wilayah Rawan Pangan dengan Kategori Berat yakni, Ka­bupaten Kepulauan Meranti, Kabu­paten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Kabupaten Mahakam Hulu, Kabupaten Sabu Raijua Kabupaten Kepulauan Sa­ngihe Talaud,  Kabupaten Supiori,  Kabupaten Kepulauan Sitaro, Kabu­paten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang saat ini berganti nama menjadi Kabu­paten Kepulauan Tanimbar, Kabu­paten Maluku Tenggara, Kapupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Ka­bupaten Mimika, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat, Kabu­paten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Sarmi serta Kabupaten Biak Numfor.

Sementara untuk wilayah rawan pangan dengan kategori Sedang terdapat 33 kabupaten dan kota yakni, Kabupaten Aceh Besar, Kota Sabang, Kota Langsa, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Roka Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kota Batam, Kabupaten Sambas, Kabupa­ten Bengkayang, Kabupaten Sang­gau, Kabupaten sintang, Kabupaten kapuas Hulu, Kabupaten Berau, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nu­nukan, Kabupaten Belu, Kabupa­ten Alor, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka, Kabupa­ten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kepulauan Talaud, Ka­bupaten Minahasa Utara,  Kabupa­ten Bolaang Mongondow Utara, Ka­bupaten Gorontalo Utara, Ka­bupaten ToliToli, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan kabupaten Jayapura. (S-20)