AMBON, Siwalimanews – Mereka berjanji segera melakukan evaluasi agar teguran serupa tak ter­ulang, pun insentif nakes segera dibayarkan. Persoalan minimnya penye­rap­an APBD dalam penanganan Covid-19, diakui oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Zulkifli An­war, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPRD Provinsi Ma­luku, Senin (26/7).

Zulkifli lalu berjanji pihaknya akan segera melakukan perbaik­an terhadap teguran Menteri Dalam Negeri, terkait dengan penyerapan anggaran penanga­n­an Covid-19 yang minim.

Zulkifli menjelaskan, untuk anggaran penanganan Covid-19 tahun 2020, Pemprov Maluku menganggarkan Rp124 miliar melalui belanja tak terduga dan hingga akhir tahun terealisasi hanya 93 miliar.

Untuk tahun 2021 Pemprov juga menganggarkan 42 miliar dari belanja tak terduga dan dikelola langsung oleh satgas penangan Covid-19 sebesar 35 miliar.

Menurutnya, APBD 2020 lebih fokus pembayaran insentif tenaga kesehatan dimana untuk 2020 be­lanja operasional tambahan melalui bantuan operasional kesehatan tam­bahan yang berasal dari Kementrian Kesehatan, namun untuk tahun 2021 dikerenakan kondisi keuangan ne­gara tidak lagi diberikan melalui BOKT dan dibebankan kepada daerah.

Baca Juga: Slarmanat: Tidak ada Pungli di Pasar Waiheru

“2020 ini kan insentif tenaga kese­hatan berasal dari BOKT Kemen­terian Keuangan tapi akibat angga­ran negara terpukul maka berdasar­kan surat edaran tanggal 6 Februari, dibebankan kepada daerah, maka kita baru sesuaikan, apalagi belum ada perda,” tegasnya.

Menurutnya, dalam surat edaran Menteri Keuangan tanggal 8 Feb­ruari ditegaskan jika terjadi reko­fusing pada Dana Alokasi Umum dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah.

“Kita anggarkan 42 miliar langsung ditegur oleh Kemendagri dan kota perbaikan menjadi 80 tapi masih ditegur oleh Mendagri karena minimal 8 persen dari alokasi DAU se­be­sar Rp1.524.000.000.000,” jelas­nya.

Akibat adanya regulasi terbaru, Pemprov Maluku baru melalui pe­nyesuaian dan berdampak ke pusat, sehingga Menteri Dalam Negeri mengeluarkan teguran kepada Maluku.

Lanjutnya, Pemerintah Provinsi Maluku telah menyesuaikan sehi­ngga saat ini anggaran yang telah disediakan sebesar Rp124 miliar atau mencapai 8 persen dari DAU Pro­vinsi Maluku.

Karena itu, jika di bulan Juli ini Dinas Kesehatan Maluku mengaju­kan usulan maka pihaknya akan segera mencairkan anggaran insentif tenaga kesehatan.

“Kalau diajukan Dinas Kesehatan maka langsung kita bayar, anggaran sudah ada,” cetusnya.

Harus Diperhatikan

Sementara itu, DPRD Provinsi Maluku mengingatkan Pemerintah Provinsi Maluku untuk menindak­lanjuti teguran Menteri Dalam Ne­geri terkait dengan penyerapan anggaran penanganan Covid-19 yang cukup rendah.

Peringatan ini disampaikan lang­sung Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Ruslan Hurasan kepada Siwalimanews, Senin (26/7) merespon teguran Mendagri Tito Karnavian.

Warning yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada kita harus menjadi perhatian serius,” ungkap Hurasan.

Menurutnya, Pemprov Maluku su­dah harus bergerak cepat untuk me­mastikan anggaran untuk pena­nga­nan Covid-19 berserta dampak­nya dapat direalisasikan dengan baik.

Artinya bahwa Pemprov Maluku harus dapat memastikan bahwa in­sentif tenaga kesehatan dan juga bantuan sosial lainya menjadi prio­ritas yang perlu diperhatikan secara serius.

Hal ini semata-mata bertujuan hanya untuk merangsang daya beli masyarakat dengan melakukan te­robosan program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Ditegaskannya, warning dari Ke­mendagri ini juga menjadi tamparan buat pemerintah daerah secara ber­sama untuk memaksimalkan kinerja selama ini.

Menurut dia, anggaran yang cu­kup besar yang didapat melalui refocusing, harus segera ditindak­lanjuti dengan program dan kegiatan yang telah direncanakan, sehingga tidak berakibat pada kurangnya peredaran uang dan rangsangan terhadap daya beli masyarakat.

“Termasuk dengan melakukan peralatan yang dipergunakan untuk pemeriksaan spesimen PCR pasien Covid-19 agar masyarakat tidak menunggu terlalu lama. Ini kan ang­garannya tersedia sebaiknya diada­kan aja agar tidak menganggu waktu tunggu,” tegasnya.

Apalagi saat ini begitu banyak masyarakat menunggu hasil peme­riksaan PCR yang waktunya pun cukup lama sehingga perlu dibenahi oleh Pemprov Maluku.

Politisi PKB Maluku ini berharap Pemprov Maluku segera melihat dengan serius persoalan yang ber­kai­tan dengan teguran Mendagri agar ke depan tidak ada lagi teguran serupa. (S-50)

Teguran Mendagri

Seperti diberitakan sebelumnya, tenaga kesehatan yang sesehari ber­kutat menang­ani pasien Covid-19, mengeluhkan belum me­nerima ho­nornya, padahal pekerjaan mereka rentan deng­an resiko, baik penyakit itu sen­diri, maupun makian dan hujatan keluarga pasien.

Awalnya publik menduga ka­lau lembatnya pembayaran in­sentif nakes itu berhubungan de­ngan ke­ter­sediaan anggaran di keuangan Pemprov Maluku. Belakangan baru diketahui kalau itu akibat lemahnya koordinasi pejabat pemprov dengan gugus tugas penanganan Covid-19.

Bukti lemahnya koordinasi antar pimpinan itu langsung disampaikan oleh Mendagri Tito Karnavian ke­pada pers di Jakarta, Sabtu (16/7) lalu.

Karenanya mantan Kapolri itu memerintahkan jajarannya untuk melayangkan surat teguran kepada Gubernur Maluku Murad Ismail, yang di­nilai lambat me­nyerap ang­gar­an pendapatan dan belanja dae­­rah untuk pe­nanganan Co­vid-19.

Murad adalah satu dari 19 ke­pala daerah yang diberi tegur­an tertulis oleh Mendagri Tito.

Hal itu kata Tito dikarenakan hing­ga saat ini untuk Provinsi Maluku Anggaran 2020 yang belum tereali­sasi sebesar 74,9%.

Tito men­je­las­kan, te­gur­an itu di­berikan se­telah peme­rintah melaku­kan evaluasi belanja daerah yang dinilai belum maksimal.

“Kami sudah menyisir dan rapat berkali-kali dengan kepala daerah, masih ada belanja untuk penanga­nan Covid-19 dan insentif tenaga kesehatan yang belum banyak ber­ubah. Sabtu ini kami menyampaikan surat teguran tertulis kepada 19 pro­vinsi dengan data yang dimiliki, rea­liasinya belum maksimal,” ujar Tito.

Sembilan belas daerah yang me­nerima surat teguran adalah Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Jawa Barat, Yog­ya­karta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Kemudian, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Sela­tan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Uta­ra, Gorontalo, Maluku, Maluku Uta­ra, dan Papua.

Menurut Tito, banyak kepala dae­rah yang ragu-ragu dalam mereali­sasikan anggaran penanganan Covid-19, termasuk bantuan sosial alias bansos. Padahal, kata dia, pe­merintah menegaskan daerah tidak perlu menunggu arahan dari pusat untuk menyalurkan bantuan.

Tito berujar, selama ada masyarakat yang membutuhkan bantuan, peme­rintah daerah dapat segera mereali­sasikan alokasi anggaran. Daerah pun telah diberikan wewenang disk­resi untuk melakukan pencairan ban­sos sesuai dengan kondisi kedaru­ratan masing-masing wilayah.

“Prinsipnya adalah tidak melaku­kan mark up dan kemudian (ban­tuan sosial) memang tepat sasaran pada masyarakat yang benar. Sepanjang dilakukan dengan benar, Pak Luhut juga sudah sampaikan, kita akan tanggung jawab untuk kepentingan masyarakat terdam­pak,” ujar Tito.

Untuk mempercepat realisasi ang­garan di level daerah, Tito menga­takan pihaknya bersama Kemente­rian Keuangan akan menerbitkan aturan yang berisi wewenang peme­rintah provinsi maupun kabupaten atau kota melakukan realokasi ang­garan. Realokasi bisa dilakukan untuk kepentingan penanganan Covid-19, seperti jaring pengamanan sosial dan stimulus ekonomi

Gubernur Lemah

Akademisi FISIP Unpatti, Said Lestaluhu mengatakan, penyebab Maluku mendapat teguran keras dari Kemendagri soal penyerapan anggaran yang tidak maksimal, di­karenakan kepemimpinan Gubernur Maluku, Murad Ismail lemah.

Murad dinilai takut mengambil kebijakan, padahal pemerintah pusat memberikan ruang untuk pengguna anggaran menangani Covid-19.

Lestaluhu berpendapat, Murad mestinya lebih sering memberikan arahan atau instruksi kepada Dinas Kesehatan sebagai leading sektor dalam penanganan Covid-19, agar tidak lamban untuk mengambil kebijakan terkait penyerapan angga­ran penanganan Covid-19.

Lestaluhu juga mengingatkan DPRD Provinsi Maluku untuk tidak lemah dalam menjalankan fungsi pemerintahan untuk memberikan dorongan kepada birokrasi peme­rintahan daerah agar secepatnya mengambil kebijakan yang berdam­pak bagi masyarakat.

Menurutnya, evaluasi merupakan langkah tepat yang dilakukan Mu­rad. Sebab faktanya, begitu banyak dana yang tidak terserap, berban­ding terbalik dengan kondisi di lapa­ngan. Sebagai contoh, nakes belum menerima hak-haknya termasuk minimnya peralatan PCR/Swab.

Penanganan Gagal

Aktivis Molluca Democratization Watch, Collin Leppuy menilai tegu­ran yang dilakukan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terhadap Ma­luku terkait realisasi anggaran pe­nanganan Covid-19 sebagai bentuk kegagalan gubernur dalam melaku­kan konsolidasi penanganan Covid-19 di Maluku.

Dijelaskan, Maluku menempati po­sisi pertama penyerapan anggaran penanganan Covid-19 yang paling rendah dari total anggaran yang dibutuhkan sekitar 167.81 miliar di­mana realisasinya hanya 8.21 persen dibandingkan dengan daerah lain.

Artinya ada masalah dalam penge­lolaan anggaran Covid-19 di lapa­ngan yang dapat dilihat dari fakta seperti pengadaan alat PCR yang minim, orang yang hendak lakukan swab begitu lama masih harus me­nunggu hingga dua minggu lamanya termasuk insentif tenaga kesehatan tahun 2021 yang tak kunjung di­cairkan, padahal anggaran yang tersedia itu cukup besar.

Menurut Leppuy, sejauh ini dari akhir tahun 2019 hingga saat ini artinya gubernur gagal dalam merea­lisasikan anggaran Covid-19.

Diakuinya, selaku masyarakat pihaknya sangat malu ketika Maluku mendapatkan rapor tidak baik dari Mendagri, apalagi Mendagri menya­takan bahwa jangan sampai kepala daerah di setiap daerah yang lemah da­lam penyerapan anggaran pena­nganan Covid-19 tidak tahu realisasi anggaran Covid-19.

Keluhan Nakes

Pernyataan Mendagri soal penye­rapan anggaran yang berjalan lam­ban, salah satunya bisa dibuktikan de­ngan keluhan tenaga kesehatan yang selalu mengeluhkan belum me­nerima hak-haknya sebagai nakes.

Insentif tenaga kesehatan yang selama ini bertugas di rumah sakit umum daerah dr M. Haulussy sejak Januari 2021 tak kunjung dicairkan.

Pihak RSUD beralasan tim peng­umpul masih melakukan pengum­pulan data kemudian diserahkan ke tim verifikasi dan membutuhkan waktu cukup lama karena dokumen nakes harus lengkap.

“Saya sudah koordinasikan de­ngan tim pengumpul, sebagian data sudah beres dan telah di verifikasi sebagian lagi sementara berjalan. Mudah-mudahan pekan ini sudah bisa selesai verifikasi dan diserah­kan ke Dinas Kesehatan Maluku untuk permintaan pencairan,” jelas Wadir Perencanaan dan Keuangan RSUD dr M Haulussy, Detta kepada Siwalima.

Dirinya mengakui data nakes yang sedang di kumpulkan itu dari bulan Februari-Juni untuk diveri­fikasi, sedangkan Januari telah sele­sai diverifikasi.

Dengan jumlah tenaga medis sekitar 245 orang,  RSUD harus meng­gelontorkan dana Rp1,5 miliar setiap bulannya. “Jumlah ini statis, tergan­tung jumlah pasien, jumlah jam kerja, dan sebagainya. Data-data inilah yang sementara kita kumpul­kan dan verifikasi,” kata Detta. (S-50)