Pemkot Larang Penggunaan Atribut Keagamaan bagi Siswa
AMBON, Siwalimanews – Mengimplementasikan surat keputusan bersama tiga menteri, Pemerintah Kota Ambon akhirnya melarang pengunaan atribut keagamaan bagi siswa sekolah.
“SKB tiga menteri itu kan jelas tidak berdasarkan pada sekolah tertentu jadi secara umum anak-anak punya hak untuk sekolah,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon, Fahmi Salatalohy, kepada wartawan di Ambon, Rabu (31/3).
Menurutnya dengan penerapan SBK tersebut tinggal bagaimana sekolah itu akan mengimplementasi aturan. Penggunaan atribut keagamaan akan diatur sesuai dengan lembaga dimana anak akan mengenyam pendidikan, entah itu sekolah swasta atau negeri.
“Oleh karena itu mereka punya restorasi secara internal juga ada nah itu diatur secara internal oleh sekolah,” tandasnya.
Salatalohy juga meminta kepada seluruh masyarakat Kota Ambon, untuk tidak terkecoh dengan isu-isu yang sementara ini beredar, yang menyatakan siswa tak berjilbab dilarang sekolah.
Baca Juga: Hehakaya Jabat Kasdam Pattimura“Ini bukan sekolah eksklusif tapi sekolah inklusif yang menerima semua anak dengan berbagai latar belakang agama. Anak-anak muslim disitu juga banyak nah persoalannya dia terlalu gegabah, orang tuanya terlalu gegabah padahal anak ini tidak terdaftar disitu,” pungkasnya.
Untuk diketahui, enam keputusan utama SKB yakni pertama keputusan bersama ini mengatur spesifik sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Kedua, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara, Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau Seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Ketiga, Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Empat, Pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lambat 30 hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
Kelima, Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi akan diberikan pada pihak yang melanggar, yaitu pemerintah daerah memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik dan atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota. Kementerian dalam negeri memberikan sanksi kepada gubernur. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
Tidak lanjut atas pelanggaran, lanjut Nadiem, akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Kementerian Agama melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
Keenam, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari Keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh. (S-52)
Tinggalkan Balasan