AMBON, Siwalimanews – Guna memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama para pelaku UMKM agar tidak tertipu dengan investasi bodong, maka Pemerintah Kota Ambon menggelar sharing session kepada para pelaku UMKM, agar dapat mengenal dan memahami serta mengetahui tentang investasi.

Kegiatan yang berlangsung dibawah sorotan tema Perlindungan Konsumen dari Investasi Bodong, dibuka oleh Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena, di Elisabeth Hotel, Kamis (3/8).

Walikota dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang apa itu investasi dan bagaimana pelaku UMKM serta masyarakat lainnya, dapat membedakan mana inveatasi yang rasional dan bodong.

“Investasi itu aktifitas penanaman modal yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang berdampak pada kesejahteraan kita. Banyak tawaran soal investasi di era digitalisasi saat ini, jadi harus dicermati dengan benar dengan tawaran-tawaran itu. Demikian juga dengan penawaran investasi secara langsung, itu juga harus dipelajari dengan benar. Kalau kita tidak mengerti, kita akan percaya. Jadi harus berpikir rasional mana investasi yang bisa dan yang bodong,” ujar walikota.

Menurut walikota, apapun itu yang berkaitan dengan usaha, termasuk investasi pasti ada resikonya. Untuk itu, harus dipahami betul, sehingga tidak terjebak dalam investasi bodong.

Baca Juga: DPRD Tanimbar Terima LPJ Pemda

“Istilah bagi orang yang datang tawar investasi itu, hanya datang deng modal “air liur” saja, banyak yang tertipu, bahkan setingkat doktor, profesor, apalagi lagi cuma kita yang punya modal pas-pasan, kemudian tertipu lagi, karena tidak paham. Jadi kegiatan ini penting, disimak dengan baik, agar lebih berhati-hati dengan penawaran yang menjanjikan keuntungan tidak rasional,” ucap walikota.

Bahkan walikota mengaku, pernah kecewa dengan dua lembaga asuransi sekaligus, yang mana tak bisa dapat mengklaim asuransinya.

“Saya tidak mau sebutkan namanya, ada 2 asuransi, 15 tahun ikut kita mau klaim tidak bisa. Saat sakit, tidak bisa dibiayai oleh asuranai itu, katanya ini penyakit bawaan dan sebagainya, sehingga tidak bisa dibiayai,” tutur walikota.

Padahal kata walikota, ketika petugas asurnasi itu menawarkan prodak mereka, dari apa yang disampaikan dan dijelaskan, tidak ada yang tidak bisa diklaim pada lembaga asuransi tersebut, semuanya bisa, bahkan apa saja bisa diklaim. Namun faktanya tidak demikian.

“Kemarin dari Jakarta ada yang datang menawarkan lalu mereka bilang nanti bisa arahkan ASN juga untuk ikut, saya bilang tidak bisa, dan kalau ada yang datang tawar lagi, saya tidak butuh lain, saya minta jelaskan saja mana yang tidak bisa saya klaim, dan ternyata banyak resikonya, padahal waktu mereka menawarkan, tidak pernah menyampaikan soal resiko itu,” tandas walikota.

Selain itu, soal penulisan atau pengetikan keterangan dalam brosur dan lainnya, oleh lembaga asuransi, dibuat sekecil itu, hingga kebanyakan orang memilih tidak lagi membaca isi brosur atau perjanjian yang disodorkan.

“Tidak ada tulisan dari lembaga-lembaga asuransi itu yang besar, pasti kecil. Dibuat begitu supaya kita ini tidak baca lagi, hurufnya kecil-kecil semuanya. Jadi begitu kita tiba pada masalah diklaim lalu dikatakan oleh mereka bahwa ini tidak bisa, bapak atau ibu, tidak baca ada pasal ini. Itu yang jadi persoalan. Ini sharing saja bagi semua,” tutur walikota.(S-25)