AMBON, Siwalimanews – Wacana untuk memindah­kan Kantor Gubernur Maluku ke Desa Rumah Tiga, diang­gap tidak relevan dengan kondisi saat ini, ditengah masyarakat masih dilan­da pandemi Covid-19.

Akademisi Unidar  Zulkifar M.A Lestaluhu menilai, pemindahan Kantor Gubernur ke Rumah Tiga tidaklah urgensi dan bukan merupakan sebuah kepentingan mendesak bagi masyarakat Maluku.

‘’Urgensi bagaimana apakah memang penting sangat mende­sak untuk kemudian dipindah­kan?,” kata Lestaluhu kepada Siwalima, Sabtu (30/1).

Menurutnya, pemindahan Kantor Gubernur ke Desa Rumah Tiga harus dilihat dengan bijak, karena tidaklah relevan untuk dipindah­kan.

“Kita harus melihat skala prio­ritas, kalau memangnya tidak ter­lalu urgen untuk dipindahkan ang­garan bisa dipakai untuk kepen­tingan masyarakat,” katanya.

Baca Juga: Bumdes Diingatkan tak Boleh Rugikan Masyarakat

Ia mengaku, kondisi Kantor Gu­bernur yang berdiri ditengah kota sudah representatif dna masih layak untuk digunakan.

Ia justru meminta. Pemprov jaga gegabah mengambil kebijakan ter­sebut tetapi anggaran itu sebaik­nya digunakan untuk kebutuhan masyarakat.

“Apakah dengan pindahnya Kantor Gubernur Maluku dapat mengurangi kemacetan yang ada atau apa?. Sebaiknya wacana pemindahan ini jangan dulu untuk saat ini, lebih baik dana itu di­peruntukan untuk kebutuhan mas­yarakat di provinsi ini,” pintanya.

Akademisi Fisip UKIM, Marthen Maspaitella pemindahan kantor Gubernur ke wilayah lainnya harus melalui uji kelayakan. Jika hasil uji kelayakan tersebut menghendaki bahwa kantor gubernur saat ini tidak layak, maka tentunya pemda harus mengambil langkah bijak untuk memindahkan, tetapi jika hasil uji tersebut menghendaki kantor gubernur yang saat ini ditempati masih layak, maka tentu pemda tidak bisa semena-mena mengambil kebijakan demi kepentingan pemda.

“Kebjakan pemda tidak terlepas dari peran legislatif, musti ada sebuah forum paripurna di dewan,” ujarnya.

Karena itu, jika ada kebijakan ber­ubah dan tidak ada uji kela­yakan maka pemindahan kantor gubernur bukanlah merupakan sebuah urgen, sehingga janganlah fokus ke proyek tersebut tetapi bagaimana upaya pemda untuk mengatasi masalah pandemi saat ini.

“Mari pemprov harus mengambil kebijakan yang pro rakyat, apalagi di tengah pandemi ini karena pemerintah punya tanggung jawab untuk mengatasi kondisi pandemi ini,” katanya.

Sementara itu, Gerakan Maha­siswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Ambon menilai,wacana pemindahan Kantor Gubernur ke Desa Rumah Tiga bukanlah se­buah urgen.

Dengan anggaran yang cukup besar, GMKI menilai sebaiknya pemerintah  memprioritaskan per­ekonomian masyarakat dan pem­berdayaan, dan  bukan memba­ngun infrastuktur ditengah pandemi Covid-19.

“Saya kira kalau sampai ini terealisasi, sangatlah konyol ka­rena bukan hal yang urgensi,” tegas Ketua GMKI Cabang Ambon, Almindes Falantino Syauta kepada Siwalima, Minggu (31/1).

Menurutnya, saat ini masyarakat Maluku lebih membutuhkan kebi­jakan pemerintah dalam bentuk pemberdayaan ekonomi dan peningkatan ekonomi.

“Jadi bukan infrastruktur yang menjadi kebutuhan, tapi perkuat itu ekonomi masyarakat, karena pembangunan ini kalau sampai terjadi itu pemborosan anggaran namanya,” tegas Almindes.

Dengan merebaknya wabah ini, banyak sekali masyarakat yang harus di rumahkan bahkan sampai di PHK.

Sekali lagi kata Almindes, pemprov  Maluku  harus berpikir membangun sektor ekonomi yang tetap menjaga protokol kesehatan.

Selain GMKI, Ketua HMI Bur­hanudin Rombouw mengatakan, wacana pemindahan Kantor Gu­bernur Maluku sangat menganggu, karena kawasan Rumah Tiga adalah lawasan Pendidikan.

“Urgentnya apa untuk pindahkan Kantor Gubernur Maluku ke Rumah Tiga, apalagi saat angka Covid -19 naik, masyarakat juga membutuh­kan tanggung jawab pemerintah untuk melihat rakyatnya,” kata Rombouw .

Ia meminta, Pemprov Maluku ja­ngan berorentasi proyek tetapi anggaran itu seharusnya diguna­kan untuk menangani Covid-19.

“Pemprov Maluku jangan hanya oriantasi proyek sebaiknya ang­garan yang mengarah ke  rencana-rencana pemindahan kantor itu disumbangkan kepada masyara­kat apalagi saat ini pandemik Covid-19 masih terus terjadi,” harapnya.

Dia menegaskan, masih banyak tugas dan tanggung jawab pem­prov yang belum selesaikan, sehingga butuh perhatian serius.

“Mulai dari dampak gempa,  kebutuhan untuk merehabilitasi rumah para korban gempa, ke­butuhan bansos yang belum juga dirasakan banyak orang, tempat-tempat kerja yang masih dibatasi. Kenapa hal-hal urgen seperti itu tidak disikapi malahan Pemprov berkeinginan untuk memindahkan Kantor Gubernur Maluku,” tutupnya.

Ingkar Janji

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Desa Rumah Tiga merasa ditipu oleh Pemprov  Ma­luku, terkait sejumlah kompensasi belum direalisir hingga kini.

Ada sejumlah kesepakatan yang dibangun antara Desa Rumah Tiga dengan Pemprov Maluku yang terangkum dalam Memorandum of Understanding (MoU), terkait rencana pembangunan Kantor Gubernur baru. Gubernur Maluku sebelumnya, Said Assagaff, per­nah berencana untuk memindah­kan Kantor Gubernur ke Rumah Tiga.

Untuk memuluskan rencana itu, pemprov lalu membuat kesepa­katan dengan perangkat desa, mengenai sejumlah kompensasi yang bakal diterima Desa Rumah Tiga.

Selain Kantor Gubernur, kesepa­katan dengan Desa Rumah Tiga tahun 2017 itu juga meliputi pem­bebasan lahan untuk pembangu­nan RSUP Leimena dan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku. Ketua Saniri Negeri Rumah Tiga W Talahatu, mengatakan itu dalam rapat dengar pendapat di ruang Komisi I Kamis (28/1). Rapat itu digelar lantaran adanya keberatan atau surat masuk dari pemerintah Desa Rumah Tiga kepada DPRD Maluku.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi I Amir Rumra, dihadiri oleh Karo Pemerintahan Doming­gus Kaya dan Karo Hukum Alwiya A  Idrus, Talahatu mengaku ada Sembilan butir kesepakatan yang hingga kini tidak pernah ditindak­lanjuti oleh pemprov.

Menurutnya, butir kesepakatan pertama dan kedua adalah pem­bangunan Kantor Negeri Rumah Tiga dua lantai disertai penyiapan meubeler kantor desa. Dalam butir ketiga, diatur tentang renovasi gedung gereja dan salah satu mas­jid di Desa Rumah Tiga. Se­dang­kan perbaikan jalan, drainase dan penerangan di Rumah Tiga masuk dalam butir keempat.

Pada butir kelima, mengatur tentang sosialisasi pergantian alamat pada instansi pemerintah dan swasta yang berlokasi di wilayah administrasi Desa Poka ke Desa Rumah Tiga.

Di poin keenam kespakatan, diatur tentang prioritas tenaga kerja asal Rumah Tiga dalam pemba­ngunan RSUP, Kantor Gubernur Maluku, dan Kejati Maluku.

Sedangkan penyediaan fasilitas mobil dan gerobak sampah untuk Desa Rumah Tiga, diatur dalam butir ketujuh. Pada poin kedelapan, disepakati akan menyediakan fasilitas satu mobil operasional untuk pemerintah Rumatiga.

“Sedangkan pada poin kesem­bilan, disepakati untuk penam­bahan personil kepolisian pada Polsek Teluk Ambon,” tandas Talahatu. Dikatakan Talahatu, kesepakatan itu dibuat sejak tahun 2017 dan rencana pembangunan dilakukan tahun 2018 hingga 2019. Namun sampai sekarang Pem­prov Maluku tidak menindaklanjuti kesepakatan yang termuat dalam MoU.

“Sehingga kami merasa ditipu Pemprov Maluku. Dari Sembilan poin yang tertera dalam MoU, hanya satu poin, itupun belum terselesaikan,” ujar Talahatu. Sementara itu, Karo Pemerintahan Pemprov Maluku D Kaya mengatakan,

jika sesuai MoU maka kompensasi secara bertahap akan diberikan. Tahap pertama, kata Kaya, konsentrasi pada pembangunan kantor desa Rumatiga dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum.

Pada kesempatan itu, Anggota Komisi I Benhur Watubun menyayangkan kesepakatan yang dibuat namun belum ditepati secara keseluruhan. Sehingga perlu segera direalisasi secara baik.

Hal yang sama juga dikatakan Amir Rumra. Dia menegaskan, sesuai butir-butir dalam MoU tidak ada point ganti rugi hanya kesepakatan untuk membangun infrastruktur sesuai kebutuhan masyarakat di Desa Rumah Tiga. Karenanya dia meminta pemprov serius dan segera menindaklanjutinya.

Rumra menambahkan, saat masih Komisi I belum ada rapat resmi  dengan Pemerintah Provinsi Maluku terkait pemindahan kantor Gubernur Maluku. Saat itu hanya sekedar diskusi ringan. (S-51)