MASOHI, Siwalimanews – Pemerintah Negeri (KPN) Kobisadar mempolisikan sedikitnya 252 warganya ke polisi atas dugaan pelanggaran pidana memiliki tanah ulayat negeri tanpa alas hak yang jelas.

Laporan dugaan perbuatan melawan hukum pidana itu sejatinya telah disampaikan ke Polres Maluku tengah sejak, Desember 2019 lalu dikemukakan Kuasa Hukum Pemerintah Negeri Kobisadar Alwahit Umamit dan Erick Sukur kepada wartawan di Masohi.

Umamit dan Syukur menjelaskan laporan polisi yang dilayangkan pemerintah negeri terhadap 252 warga itu kemudian telah ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya pengumuman pembatalan penjualan tanah negeri yang dimiliki tanpa alas hak dan dasar hukum yang jelas.

“Setelah melayangkan laporan polisi, beberapa waktu lalu telah dikeluarkan pengumuman pembatalan kepemilikan tanah atas negeri. Pengumuman inipun telah disampaikan langsung dibeberapa media massa di Maluku saat ini,” ungkap mereka.

Menurutnya, upaya hukum yang dilakukan pemerintah negeri merujuk pada status negeri Kobisadar maupun Badan Sanuri Negeri adalah suatu kesatuan masyarakat hukum adat yang sampai hari ini ada.

Baca Juga: Jaksa Jerat Pemilik 22 Paket Sabu 7 Tahun

Dimana dalam konstitusi UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 menjelaskan, bahwa negara mengakui menghormati kesatuan masyarakat hukum adat dan hak hak tradisional sepanjang masih hidup dan berkembang dan tidak bertentangan dengan prinsip prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian ditegaskan kembali dalam pasal 3 UU Nomor 5 tahun 1990, bahwa Ruh dari Hukum Agraria RI sebenarnya adalah hukum adat, yang mana kemudian dinyatakan jual beli tanah adat itu tidak bisa dilakukan sepanjang masyarakat hukum adat itu masih ada.

“Tentu landasan konstitusi kita adalah UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 serta Pasal 3 UU Nomor 5 tahun 1990, karenanya untuk mempertahankan harga diri eksistensi masyarakat hukum adat negeri Kobisadar, maka langkah hukum itu dilakukan atas kepemilikan tanah adat tanpa alas hak, ” tandasnya.

Dikatakan, jual beli tanah adat negeri Kobisadar saat ini telah sampai pada titik klimaks yang dapat mengancam eksistensi dari masyarakat hukum adat negeri Kobisadar. Apalagi proses jual beli itu dilakukan tanpa alas hak yang jelas.

Kedua pengacara muda ini, minta agar laporan polisi yang dilayangkan dapat segera ditangani serius agar terdapat kepastian hukum atas proses yang sementara berjalan saat ini.

Pemerintah negeri disamping mengupayakan proses hukum yang dijamin negara, juga membuka ruang komunikasi secara bijak dengan para terlapor dimaksud, jika mereka memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kepemilikan tanah adat negeri tanpa dasar hukum yang seharusnya itu.

“Proses hukum adalah solusi untuk mempertahankan eksistensi masyarakat hukum adat negeri Kobisadar. Akan tetapi pemerintah negeri juga memberikan ruang bagi para terlapor untuk bangun komunikasi yang baik dalam menyelesaikan masalah ini,” ucapnya.

Untuk diketahui dari 252 pihak terkait yang diadukan pemerintah negeri terdapat Koorporasi yakni PT Nusa Ina yang juga diduga memiliki dan menguasai tanah adat negeri.

Terhadap Perusahaan yang beroperasi di bidang perkebunan kelapa sawit itu, pihak pemerintah negeri telah melayangkan surat resmi ke manajemen dan diharapkan PT Nusa Ina dapat menyikapinya secara bijak. Sebab terhitung sejak pengumuman pembatalan kepemilikan tanah adat negeri yang telah dikeluarkan, otomatis kepemilikan tanah ulayat tanpa hak itu resmi batal demi hukum. (S-36)