ANAK-ANAK memiliki perspektif dan pendekatan berbeda daripada orang dewasa. Mereka meman­dang dunia dengan cara unik dan mendasarkan kehi­dupan mereka pada prinsip-prinsip moral serta etika yang berbeda dari yang dimiliki orang dewasa (Robert E Slavin, 2008, hal 40).

Setiap anak dianggap sebagai individu unik dalam proses pertumbuhannya. Dalam konteks pendidikan, idealnya kurikulum dan metode pengajaran harus sensitif terhadap perbedaan yang ada dalam kemampuan dan minat setiap anak. Perlu dipahami bahwa ada variasi tingkat kemampuan, perkem­bangan, dan gaya belajar mereka serta informasi ini harus menjadi dasar dalam merancang kurikulum.

Pembentukan karakter anak harus mengikuti per­kembangan zaman dengan menggunakan metode yang sesuai, termasuk pendekatan ilmiah, dan harus mudah diimplementasikan orangtua dan pendidik dari berbagai latar belakang sosial. Tingkat kesiapan orangtua dan pendidik dalam membentuk karakter anak dapat dilihat melalui cara mereka berinteraksi dan memberikan perhatian kepada anak-anak.

Jika mereka memberikan perhatian dan kasih sayang mendalam kepada anak-anak mereka, salah satu aspek pembentukan karakter anak telah berhasil dilakukan. Rencana pembelajaran dan pelaksa­naannya perlu memperhatikan hal-hal berikut; (a) mengajarkan anak cara belajar, (b) mengembangkan kemampuan berpikir anak, (c) mengajarkan anak cara melakukan tindakan, dan (d) mengajarkan anak cara bekerja sama dan hidup bersama dengan orang lain.

Tingkat sekolah dasar, misalnya, dibutuhkan pendekatan, strategi, atau metode yang sesuai untuk mengatasi tantangan yang dihadapi siswa dalam belajar, seperti kebosanan, kurang konsentrasi, dan kesulitan memahami materi. Salah satu kunci dalam mengatasi masalah itu ialah menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Salah satu bentuk pembelajaran kontekstual yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah belajar di atas ialah mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata yang dialami siswa.

Baca Juga: STEAM dalam Cerita Anak

Ini berarti menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka sehari-hari yang paling dekat dengan mereka. Selanjutnya, mendorong siswa untuk menjalin hubungan antara pengetahuan yang mereka dapatkan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Hal itu akan memicu minat siswa untuk terus bertanya dan akhirnya, mereka akan secara mandiri membentuk dan mengembangkan pemahaman konsep pengetahuan. Selain itu, penting mendorong mereka untuk merenungkan hasil dari tindakan yang mereka lakukan.

Di Sekolah Sukma Bangsa, guru-guru didorong untuk mengadakan pembelajaran kontekstual agar siswa merasakan pengalaman belajar yang menarik dan berarti. Dalam pelajaran matematika dengan topik operasi bilangan dan satuan hitung, misalnya, saya menginisiasi penyelenggaraan sebuah bazar dengan kerja sama dari orangtua atau wali siswa.

Keterampilan komunikasi

Orangtua atau wali siswa membantu dalam menyediakan makanan dan minuman yang akan dijual di sekolah. Selama kegiatan bazar ini, siswa akan mencatat jumlah barang yang akan dijual, menetapkan harga jual, merencanakan komposisi makanan dan minuman yang akan dijual, men­jelaskan proses pembuatan, menghitung modal awal, dan menghitung keuntungan yang diperoleh.

Hal itu memungkinkan mereka untuk lebih memahami dan dapat menjelaskan konsep operasi bilangan dan satuan hitung yang telah dipelajari sebelumnya. Pendekatan pembelajaran seperti ini akan sangat menghibur bagi siswa. Secara tidak sadar, ketika mereka berinteraksi dengan pengun­jung bazar yang bertanya tentang produk yang mereka jual, mereka sedang belajar banyak hal.

Mereka tidak hanya memahami konsep materi pelajaran tertentu, tetapi juga mengembangkan keterampilan berko­munikasi dalam peran sebagai pemasar untuk menarik minat pengunjung agar membeli produk makanan atau minuman yang mereka tawarkan. Itu sesuai dengan temuan sebuah studi yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lebih baik dalam memahami pengetahuan baru, dengan menghubungkannya dengan penga­laman pribadi atau melalui tindakan eksperimen (Kolb & Kolb, 2005).

Selain melalui proyek, salah satu bentuk pembelajaran kontekstual lain yang digunakan di SSB ialah dengan mengundang guru tamu. Guru tamu yang diundang ke sekolah itu biasanya memiliki keunikan atau pengetahuan khusus yang dapat memberikan tambahan wawasan berharga kepada siswa. Sebagai contoh, dalam pelajaran ilmu sosial yang saya ajarkan, saya ingin memperkenalkan beberapa jenis kegiatan ekonomi yang telah lama menjadi mata pencaharian masyarakat Aceh, salah satunya seni menenun.

Seni menenun itu merupakan keterampilan yang telah diwariskan secara turun-temurun untuk melestarikan pola tenun pintoe Aceh, yang memiliki motif ukiran tradisional Aceh yang sarat dengan nilai sejarah. Saya mengundang penenun tradisional Aceh sebagai guru tamu di kelas saya.

Pada kesempatan ini, siswa tidak hanya men­dapatkan pengetahuan tentang unsur ekonomi yang terkait dengan seni tenun Aceh, tetapi juga belajar bagaimana sebuah keterampilan yang diusahakan dan dikuasai seiring dengan berjalannya waktu dapat menjadi sumber penghasilan yang signifikan. Ternyata, keahlian dalam menenun dapat meng­hasilkan pendapatan yang cukup besar.

Tahap perkembangan

Tujuan dari mengundang guru tamu ini ialah agar siswa dapat lebih mendekati realitas kehidupan sehari-hari mereka. Praktik itu akan memperluas pemahaman dan pandangan mereka bahwa ada banyak peluang kerja yang dapat menghasilkan pendapatan ekonomi, yang tidak terbatas hanya pada menjadi aparatur sipil negara. Yang penting ialah bagaimana kita dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keterampilan kita.

Model pembelajaran kontekstual seperti ini akan membawa dimensi pengalaman yang sangat berharga bagi siswa. Mereka tidak hanya mem­pelajari teori yang tertulis di dalam buku, tetapi juga belajar secara lebih mendalam melalui interaksi langsung dengan para pelaku bisnis di dunia nyata.

Ada satu lagi metode pembelajaran kontekstual yang digunakan di Sekolah Sukma Bangsa, yaitu kunjungan sekolah. Kegiatan kunjungan sekolah ini merupakan elemen utama dari kurikulum siswa untuk memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan berarti bagi mereka.

Sebenarnya, siswa cenderung belajar lebih efektif saat mereka dapat melihat, mendengar, atau mengalami langsung sumber belajar yang sedang mereka pelajari. Karena itu, melalui kunjungan sekolah, siswa memiliki kesempatan mengalami belajar langsung yang meninggalkan kesan positif dalam ingatan mereka.

Bagi siswa, proses pembelajaran dengan pende­katan yang sesuai dengan tahap perkembangan mereka sangat dinantikan dan dinikmati karena mereka percaya bahwa pembelajaran tidak hanya terbatas di dalam kelas, tetapi juga melibatkan eksplorasi dunia nyata yang lebih menyenangkan dan santai. Oleh: Eka Syafitri Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie (*)