Dapat dikatakan bahwa tumbuh kembangnya sebuah wilayah kota atau desa, sangat dipengaruhi oleh adanya intensitas dagang yang dibangun oleh masyarakat Tionghoa yang berdiam di wilayah tersebut. Secara tidak langsung, oleh keberadaan dan pengaruh merekalah, bandar niaga dibangun untuk mendukung kemajuan perekomonian pada sebagian besar wilayah di Maluku. Sehingga dapat diketahui, bahwa pada umumnya:

Dimana pemukiman masyarakat Tionghoa berada, pasti ada terdapat Pelabuhan di sekitar wilayah tersebut. Misalnya: daerah pemukiman masyarakat Tionghoa di ruas jalan A. J. Patty, daerah pemukiman masyarakat Tionghoa di Pulau Seram (seperti Wahai, Piru, dan wilayah Seram lainnya), atau daerah pemukiman masyarakat Tionghoa di Kepulauan Tenggara (seperti di Dobo, Saumlaki, dan wilayah kepulauan Tenggara lainnya).

Tak dapat dipungkiri, hal tersebut dapat terjadi, karena adanya interaksi sosial maupun interaksi dagang yang terbangun dan dibina dengan baik bersama pemerintah dan masyarakat pribumi. Antara lain adalah dalam pemenuhan transaksi jual beli hasil bumi, seperti cengkih, pala, kenari, kopra, dan berbagai transaksi jual beli lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup dan pemerintahan.

Beberapa contoh dari pengaruh budaya Tionghoa di Maluku, adalah lewat beberapa temuan tinggalan arkeologi Islam, berupa masjid yang dapat dijumpai di wilayah pulau Haruku (masjid Rohomoni), seperti ukiran naga yang terdapat pada tiang-tiang kayu masjid tersebut. Atau temuan ukiran naga yang terdapat pada linggi perahu belang pada beberapa desa di pulau Saparua dan Banda.

Bukan itu saja, harus diakui juga, bahwa masyarakat Tionghoa telah menanamkan suatu legacy yang sangat berharga dalam perilaku hidup masyarakat Maluku. Antara lain adalah bagi individu masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai pedagang atau pengusaha. Sebutan “cina hitam” adalah salah satu contoh dari bekal warisan berharga tersebut, karena jika ditelusuri, pastinya yang menjadi kompas atau sumber pembelajaran adalah berasal dari orang Tionghoa.

Baca Juga: Presidensi G-20 Indonesia Pimpin Pemulihan Covid-19

Masih segar dalam ingatan, berbicara tentang warisan atau kontribusi apa yang diberikan oleh masyarakat Tionghoa bagi pembangunan Maluku, khususnya kota Ambon di masa kolonial, adalah dalam hal ini, jika kita berbicara terkait dengan pembangunan benteng Victoria? Apalagi, kini benteng Victoria telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya peringkat nasional pada tahun 2017. Mungkin hingga saat ini, banyak yang tidak mengetahui tentang andil yang diberikan oleh masyarakat Tionghoa di dalam pembangunan benteng Victoria tersebut.

Menurut Jacob Hustaert (Gubernur Amboina ke-16), kontribusi orang Tionghoa di saat pembangunan benteng yang telah direbut dari Portugis sangatlah besar. Ketika Portugis mengalami kekalahan dan meninggalkan benteng tersebut, tempat-tempat penyimpanan barang yang terdapat di dalam benteng menjadi tidak terurus dan kondisi dinding benteng menjadi rusak, sehingga harus diperbaiki dengan cara bakken van metselstenen (pembakaran batu bata) untuk menggantikan bagian dinding yang telah mengalami kerusakan. Guna melancarkan proses pembangunan tersebut, maka orang Tionghoa dipekerjakan dengan menerima upah sebesar empat rijksdaalders (istilah koin Belanda abad ke-17) per 1.000 buah batu bata. Dalam prosesnya, mereka membuat perjanjian untuk pengadaan kayu besi dari Pulau Buru guna menjalankan proses pembakaran tersebut, dan penggunaan batu kapur yang digunakan untuk proses rehabilitasi Benteng Victoria. Oleh karena jasa orang Tionghoa dalam pembangunan benteng Victoria itulah, maka mereka diizinkan oleh pemerintah VOC untuk menetap di dekat Benteng tersebut.

Pernyataan yang sama, juga tersebut dalam Memori Laporan Anthonio Hurdt, 24 April 1669.   Dua tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1671, orang Tionghoa diizinkan oleh pemerintah VOC untuk menetap di dekat benteng Victoria, secara berkelanjutan, hal tersebut masih berlangsung hingga kini. Sehingga dapat dipastikan, bahwa masuknya orang Tionghoa di Maluku, telah ada sebelum masa tersebut. Akhir kata, selamat Tahun Baru Imlek, bagi seluruh basudara yang merayakan, Xiexie. (*)