AMBON, Siwalimanews – Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku, mengkritisi sejumlah pelanggaran hukum yang dila­kukan Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Setidaknya ada empat point pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh Murad Ismail sejak dilantik sebagai Gubernur Maluku tahun 2019 lalu.

Menurut Ketua FPG di DPRD Maluku, Anos Yermias, sejak awal FPG telah mengkritisi kebijakan yang dilakukan Murad, mulai dari tidak menempati rumah dinas.

“Kami bukan baru pertama kali mengkritisi saudara gubernur atas kebijakan yang dilakukan. Sejak awal kami sudah kritisi pada  14 Desember 2019 lalu terkait dengan gubernur tidak menempati rumah dinas di Mangga Dua Ambon,” ujar Yermias saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (10/7).

Selanjutnya, FPG juga mengkritisi Gubernur Murad Ismail yang jarang berkantor di Kantor Pemerintah Provinsi Maluku, tetapi di rumah.

Baca Juga: Kapolda Minta Bintara Polri Laksanakan Tugas dengan Baik

Serta dana pinjaman SMI yang ratusan miliar yang tidak diketahui oleh DPRD. Tiga poin ini lanjut Yermias, yang diktitisi fraksi Golkar sebagaimana disampaikan oleh anggota fraksi  Richard Rahabakuw dalam  rapat paripurna DPRD Pro­vinsi Maluku dalam rangka penye­rahan Laporan Pertangungjawaban Gubernur Tahun anggaran 2022 tanpa dihadiri Gubernur Maluku Murad Ismail, Selasa (4/7) yang berlangsung di Baileo Rakyat, Karang Panjang Ambon.

Berikutnya Gubernur Murad Ismail, juga jarang menghadiri penyam­paikan LPJ di DPRD dan sering wakilkan baik kepada wakil gubernur atau kepada sekretaris daerah.

“Ini beberapa point yang memang merupakan sikap kritisi FPG saat rapat paripurna, Selasa kemarin dan disampaikan oleh anggota fraksi Richard Rahakbauw,” ujarnya.

Sedangkan terkait dengan dana pinjaman SMI, lanjur Yermias, fraksinya partai golkar juga me­nyoroti itu karena mengapa tidak berkonsultasi dengan DPRD, ternyata pemprov surati ke DPRD tetapi melalui pimpinan dewan yang saat itu ketuai Lucky Wattimury.

“Jadi kita kritik baru diketahui ternyata ada pinjaman dana SMI, sehingga hal ini kembali kami tegas melalui penyampaian yang disam­paikan oleh Richrad Rahakbauw,” tegasnya.

Karena itu, lanjut Yermias, FPG akan menunggu pem­bahasan LPJ Gubernur yang telah dijadwalkan pada 24 Juli mendatang.

“Kami kritisi bukan berarti kami kami tidak senang dengan gubernur secara pribadi, dan sekarang sedang melakukan pendalaman tingkat terkait dengan perumusan daftar inventaris masalah, sehinggga akan dilihat akhirnya nanti dan jika terbukti maka bisa saja diajukan ke MA,” ujarnya.

Laporkan MA

Sebelumnya anggota FPG Richard Rahakbauw, me­nyampaikan sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Yaitu pertama, gubernur dalam masa jabatannya sejak tahun 2019 lalu hingga kini tidak menempati rumah dinas Gubernur di Mangga Dua Ambon.

“Rumah dinas merupakan fasilitas yang disediakan dan dibelanjakan dengan uang daerah, tetapi Gu­bernur justru memberikan rumah tersebut dihuni oleh anaknya,” ungkap Rahakbauw dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam rangka penyerahan Laporan Pertangungjawaban Gubernur Tahun anggaran 2022 tanpa dihadiri Gubernur Maluku Murad Ismail, Selasa (4/7) yang berlangsung di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon.

Selain tidak tinggal di rumah dinas, gubernur juga tidak pernah berkantor di kantor Gubernur Maluku yang berada dikawasan Jalan Pattimura, melainkan di rumah pribadi.

“Gubernur berkantor dimana? Bapak ibu bisa lihat, apa yang diketahui umum tidak usah dibuktikan. Dia berkantor di rumah, nanti pak Sekda datang, Kepala Dinas datang baru koordinasi di sana, namanya pemerintahan di rumah,” ujarnya.

Selanjutnya, kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman SMI ke pemerintahan pusat untuk pemu­lihan ekonomi. Namun, faktanya pinjaman ter­sebut diperintukan bukan untuk masyarakat tapi untuk kepentingan segelintir orang yang ada di adinas PU maupun ke beberapa kontraktor.

Buktinya Rp 700 miliar seluruhnya ke PUPR yang tidak pernah diawali dengan program perencanaan akibat amburadul semua proyek yang dikerjakan.

“Kalau kita mau hitung pak gubernur melakukan pelanggaran terlalu banyak termasuk tidak menghadiri rapat paripurna diakhir masa jabatan, ini pelanggaran,” paparnya.

Padahal, ketika saat di sumpah Gubernur mengatakan jika dirinya akan setia melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk mensejah­terakan rakyat, tetapi apa yang terjadi justru terbalik.

Menurutnya, atas dasar sejumlah pelanggaran tersebut, DPRD dapat meminta pendapat Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh gu­bernur.

Dalam tenggat waktu 30 hari MA menyatakan pendapat jika gubernur telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian gu­bernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Segera Bertindak

Terpisah, praktisi hukum Ronny Samloy meminta Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku untuk segera bertindak sesuai dengan sikap kritis yang dilakukan demi perbaikan pembangunan di Maluku, agar lebih baik dan tertata.

Kata dia, muncul berbagai pe­langgaran Pemerintahan Murad Ismail mengisyaratkan DPRD untuk tak noleh duduk manis sembari mendengar lantunan indah sang maluku satu.

DPRD dengan fungsi pengawas­annya, kata dia,  diminta untuk mengambil langka tegas dengan mengusulkan memberhentikan Gubernur Maluku Murad Ismail. Pasalnya selama menjabat Murad kerab melakukan kesalahan yang mestinya tak dapat ditolerir.

Kepada Siwalima, Minggu (8/7) melalui sambungan teleponya, Samloy mendesak DPRD agar segera mengusulkan pem­ber­hentian Murad Ismail dari jabatan gubernur, sebab banyak pe­langgaran yang dilakukan selama murad menjabat sebagai orang nomor satu di Maluku saat ini.

“Sebagai praktisi hukum saya mendukung dan berkeinginan serta mendesak DPRD Maluku meng­usulkan pemberhentian Gubernur Murah Ismail ke Presiden melalui Mendagri setelah mencermati sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan Murad Ismail selama menjabat gubernur Maluku masa bakti 2019-2024 dan jika hal itu terbukti maka langkah-langkah itu bisa dilakukan. Apa yang disampaikan FPK, merupakan implemen­tasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi/kabupaten/kota yang memberikan kewenangan luas ke DPRD untuk mengangkat dan memberhentikan kepala daerah dan selanjutnya mengusulkan pemberhentian kepala daerah ke Presiden melalui menteri in casu Mendagri. Sekalipun gubernur dan dewan adalah mitra dalam penyelenggaraan pemerintahan tapi dewan memiliki kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian kepala daerah ke presiden melalui Mendagri dalam konteks mengisi kekosongan jabatan atau terjadi pelanggaran hukum atau melakukan pelanggaran hukum yang tidak bermuara kepada kepentingan masyarakat. Apalagi dewan adalah represen­tasi suara rakyat yang tetap men­jalankan tugas pokok dan fungsinya untuk melayani rakyat,” ungkap Samloy.

Menurutnya Pemerintah Daerah Maluku mestinya lebih fokus untuk masyarakatnya bukan sebatas hura-hura dan lainnya.

“Kepala daerah dalam konteks pemilihan umum langsung kan dipilih juga oleh rakyat, sehingga baik DPRD maupun kepala daerah harus bekerja dan melayani kepen­tingan rakyat bukan kepentingan pribadi dan kelompok kepala daerah

Dia mendukung sikap tegas FPG dan meminta untuk segera bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, jika memang sejumlah pelanggaran hukum itu terbukti maka bisa menggunakan kewenangan untuk melaporkan langsung ke pempus. (S-05/S-26)