AMBON, Siwalimanews – Ketua Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, Hasan  Slamat mengaku, Peraturan Daerah Kota Ambon, tentang pengangkatan kepala pemerintahan negeri atau raja masih rancuh.

Pasalnya perda ini tidak memberikan jaminan kepastian tentang soa parentah dan ini tidak hanya terjadi di Kota Ambon saja, namun seluruh kabupaten/kota di Maluku, juga mengalami kondisi yang sama akibat dari implementasi perda tersebut.

Hal itulah yang membuat masih banyak persoalan di setiap desa/negeri yang dilaporkan ke Ombudsman Maluku. Padahal, meski dalam tatanan adat, harusnya ada kompetensi pemerintah untuk mengatur hal itu.

“Itu yang sebetulnya kita belum duduk bersama untuk mengatakan, bahwa apakah ini menjadi kewenangan adat ansi, dan tidak boleh ada kaitan atau interfensi pemerintah. Jadi kita berharap kedepan, harus ada perda yang mengenai itu,” ujarnya.

Hal ini menurut Hasan, banyak hal yang dilaporkan masyarakat, berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan kades/raja, terutama di Maluku Tengah, Maluku Tenggara dan juga di Kota Ambon, dimana ada beberapa desa/negeri, yang sampai hari ini belum bisa dilantik raja definitifnya.

Baca Juga: Forsmatu Gelar Halal bi Halal dan Hari Pattimura

Itu dikarenakan mal administrasi yang sepanjang ini sukar untuk diselesaikan, karena payung hukum yang membuat orang itu tidak punya kepastian, sebab dalam prakteknya, pemkot juga bingung menyelesaikan hal itu.

Untuk itu, kompetensi adat, kemudian ketika mereka ke PTUN, juga tidak ada eksekusinya. Ini yang menjadi problem yang sampai saat ini Ombudsmen sangat sukar untuk menyelesaikannya, sehingga  masyarakat yang dirugikan.

Selain laporan-laporan terkait pemda, menurut Hasan, ada beberapa laporan juga yang berkaitan dengan kinerja pihak kepolisian, yang mana terkait laporan-laporan masyarakat pada instansi tersebut, baik di jajaran polsek, polres/polresta maupun polda, yang tidak ditindaklanjut. Selain itu mlain adalah adminsitrasi.

“Selain itu, beragam laporan seperti masalah pendidikan, dimana terjadi pungutan di sekolah, kemudian komite sekolah bisa menjadi cap stempel bagi orang untuk melakukan pungutan. Padahal, pungutan sudah dilarang, karena sudah ada dana BOS. Tetapi orang belum juga berhenti melakukan pungutan dan secara masif terjadi di seluruh Maluku, ini yang menjadi kelemahan kita,” pungkasnya.(S-25)