AMBON, Siwalimanews – Ombudsman Perwa­kilan Maluku dalam wak­tu dekat akan mela­kukan mediasi dengan sejumlah pihak terkait penyelesaian lahan RSUD Haulussy

Hal ini diungkapkan Kepala Ombudsman Perwakilan Ma­luku, Hasan Slamat ke­pada wartawan di Kan­tor Gubernur, Selasa (16/1).

Hasan menjelaskan, persiapan lahan RSUD Haulussy sangat me­ng­ganggu pelayanan publik kepada masyarakat dan tidak baik jika dibiarkan berlarut-larut.

Ditegaskan, pihaknya be­be­rapa kali telah membuka pagar yang ditutup keluarga Tisera dengan alasan pela­yanan publik tetapi hak keperdataan telah wajib diselesai­kan.

“Kita harus mencari jalan keluar karena pada saat yang sama  DPRD dan Saniri Negeri Urimesing minta jangan dulu bayar, bahkan keluarga Alfons juga dalam suratnya,” ujar Hasan

Baca Juga: Hoedrawi: RTRW Sejalan dengan Tujuan Pembangunan

Diakui Hasan putusan Mahkamah Agung terhadap lahan RSUD Haulussy telah berkekuatan hukum tetap artinya secara yuridis formil pengakuan bahwa lahan itu milik keluarga Tisera.

Namun, pasca putusan MA itu ada novum atau bukti baru yang diklaim dari pihak lain maka persoalan ini harus dikaji dengan baik agar tidak salah bayar.

“Masih adanya gejolak dari ber­bagai pihak inilah maka Ombudsman akan melakukan mediasi dengan mengumpulkan seluruh pihak merasa memiliki hak terhadap tanah itu, agar ketika dibayar tidak terjadi kesalahan bayar,” tegasnya.

Apalagi kata Hasan, Pemprov Maluku selama ini sudah membayar 18 miliar dan jika ternyata keputusan itu salah bayar maka itu konse­kuensi hukumnya ada.

Hasan pun meminta semua pihak dapat menahan diri termasuk ke­luarga Tisera agar tidak merugikan masyarakat. “Kami berharap akses ke RSUD jangan terus ditutup kalau mereka memiliki kecintaan terhadap masyarakat,” tuturnya.

Penyegelan Berlanjut

Penyegelan kembali terjadi terhadap RS Haulussy, Kudamati Ambon, Senin (8/1) akibat sikap Pemprov Maluku yang cuek melunasi sisa pembayaran lahan.

Tercatat sudah beberapa kali penyegelan dilakukan ahli waris Johanes Tisera terhadap RS Haulussy milik daerah Maluku ini. terakhir pada Kamis, 28 Desember 2023 lalu dan sebelumnya pada 22 Desember 2023.

Ahli waris melalui kuasa hukum menutup dua pintu utama yang merupakan akses jalan masuk RS Haulussy.

Aksi ini sebagai bentuk kekece­waan terhadap Pemprov Maluku yang belum membayar lahan RS Haulussy seluas 31.880 meter persegi kepada pemilik lahan.

Dari total nilai lahan sebesar Rp65 miliar, Pemprov Maluku baru membayar Rp18 miliar lebih. Sudah lebih tiga tahun, sisa uang senilai Rp31,9 belum dibayarkan Pemprov Maluku kepada keluarga ahli waris.

“Jadi ini tidak ada keseriusan Pemprov untuk membayar Lahan ini, mereka menganggap kita seperti sampah sehingga kegiatan penutupan ini kami lakukan lagi supaya mereka bisa membuka mata untuk melihat persoalan ini,” ungkap kuasa hukum Johannes Tisera, Adolof Gerits Suryaman kepada Siwalima melalui Telepon selulernya, Senin (8/1).

Dikatakan, pihaknya akan meminta pegawai RS Haulussy dan tenaga kesehatan untuk memindahkan pasien ke rumah sakit lainnya hingga proses pembayaran ini  dilakukan Pemprov Maluku.

“Kita sudah tutup aktivitas di RS Haulussy sejak tanggal 22, 28 Desember dan tanggal 8 Januari 2024 ini. Penutupan kali ini kita akan sampaikan kepada pegawai dan nakes untuk pindahkan keseluruhan pasien-pasien yang ada di RS Haulussy ke rumah sakit lain dulu hingga persoalan pembayaran selesai,” ujarnya.

Jika ikuti aturan, lanjutnya, maka Pemprov pun tak punya hak melakukan aktivitas disini sebenarnya. Dan ini bagian dari dispensasi ahli waris sebagai pemilik lahan untuk beberapa pasien yang masih berada di RS Haulussy seperti pasien HD, MDR dan Aids.

Dia bahkan mengecam pernya­taan Sekda Maluku, Saldi Ie yang mengungkapkan bahwa, Pemprov masih menelaah sertifikat lahan. Menurutnya, jika Pemprov masih harus telaah maka harus juga ada putusan lain yang bisa membantah putusan kliennya. (S-26)