BULA, Siwalimanews – Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) menggelar Kegiatan Penyusunan Kajian lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten yang bertajuk Ita Wotu Nusa.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persam­pahan (DLHK) Kabupaten Seram Bagian Timur Ilham Hoedrawi mengatakan hari ini kita melakukan rangkaian dari kegiatan terkait penyusunan dokumen kajian lingkungan hidup strategis, dari proses penyusunan revisi rencana tata ruang wilayah.

“Kita tahu bahwa KLHS itu adalah suatu proses penyusunan doku­men, yang menjamin bahwa semua rencana kebijakan pemerintah dalam pembangunan yang direncanakan dalam RT/RW itu akan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan,” ungkap Hoedrawi kepada wartawan, di Kantor DLH SBT usai kegiatan Konsultasi Publik II Penyusunan DKLH strategis Revisi Tata Ruang Wilayah, Senin (15/1).

Kata Hoedrawi, ada TPB, ada dampak sosial, ada dampak ekono­mi, ada dampak lingkungan hidup dari semua proses pembangunan pasti akan menimbulkan dampak- dari tiga yang tadi disebutkan.

“Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) itu sendiri didasari pada beberapa regulasi  yang ditetapkan bahwa itu wajib hukum­nya di buat KLHS untuk dokumen untuk perencanaan. Baik itu RPJP, RPJM dan juga RT RW. Ujarnya.

Baca Juga: Dewan Minta Pemprov tak Bikin Kebijakan Rugikan Rakyat

Dengan demikian lanjut Ilham, hari ini adalah pertemuan ketiga  dari tim menyusun Kajian lingkungan Hidup Strategis atau KLHS RTRW. Yang pertama tentunya ketua meeting dan diskusi perlu terarah, kemudian konsultasi publik pertama hampir satu bulan setengah yang lalu hari ini kita konsultasi publik yang kedua.

“Hari ini sangat diharapkan adanya penyempurnaan masukan dari semua stakeholder yang dihadiri ada Bappeda, dinas PU, Kehutanan, Pertanian, periklanan, Bencana semua sisi aspek yang menjadi pertimbangan- pertimbangan kajian dan tujuan pembangunan berke­lanjutan,” pungkasnya.

Lebih lanjut kata dia, hari ini kita tetap berupaya semaksimal mungkin mendapatkan masukan dari setiap pengambil kebijakan.

“Sangat penting untuk kita menyempurnakan KHLS, kajian terhadap rencana tata ruang, karna ini menyangkut rencana pemba­ngunan selama 20 tahun. Jadi kita hanya bisa melakukan perubahan dari RT/RW itu revisi lagi 5 tahun kedepan, jadi jika terjadi kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan RT/RW dan kajian lingkungan hidupnya kita akan mesti menunggu. secara spesifik itu 5 tahun lagi baru kita bisa rubah,” terangnya.

Ia mengaku, katakanlah seperti penetapan Hunimua sebagai Kota kabupaten yang ditetapkan dalam undang- undang, itu di dalam RT RW Kabupaten yang lama RT RW lama RT/RW tahun 2010 sampai 2030 itu ditetapkan sebagai rencana pusat kegiatan wilayah dalam struktur kota

“Namun dalam revisi tata ruang yang baru itu tidak muncul, karna provinsi sudah mengeluarkan regulasi sehingga RT/RW provinsi  tidak menyebutkan lagi  Hunimua sebagai rencana PKW.Kalau ren­cana PKW itu artinya pembangu­nannya dilakukan secara insentif dipusat kegiatan di wilayah. Ke­mudian menjadi pusat pembangu­nan pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.

Lanjut dia, Hunimua sekarang ini kan belum dilakukan pembangunan apa- apa sehingga untuk menetap­kan menjadi PKW kembali itu agak susah. Karna PKW dasarnya harus bentuk Pemukiman yang setara kota. Seperti kota Ambon, PKW, dan PKL.

“Dari situ mungkin kedepan dari hari ini akan melakukan penjaminan kualitas terhadap penyusunan KHLS ini t internal Pokja dan dinas instansi terkait. Kemudian melan­jutkan dengan integrasi antara KHLS dengan RT RW, lanjutan dari itu adalah proses validasi ini  bupati meminta kepada gubernur untuk melakukan validasi. Yang diwakili oleh melalui dinas lingkungan hidup provinsi, validasi itu sangat bertujuan menjamin bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan ma­salah lingkungan, masalah sosial, masalah budaya di dalam LKHS itu sudah termuat.

Dikatakan, mudah-mudahan kita memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa daerah, negara melakukan pembangunan dan tetap memperhatikan berkelanjutan bahwa hari ini kita membangun tapi tidak menimbulkan persoalan di 10 sampai 20 tahun ke depan. (S-27)