DOBO, Siwalimanews – Kajari Kepulauan Aru, Moh. Novel, mengatakan pelimpahan tahap II lima tersangka Komisioner KPU Aru Tergantung Penyidik.

Hal tersebut disampaikan Kajari Aru, Senin (15/1) usai hadiri pelantikan Jacob Ubyaan sebagai sekda Aru di lantai II gedung BPKAD Aru

Dikatakan, pelimpahan tahap II kelima tersangka komisioner KPU Aru tergantung penyidik, pada intinya kejaksaan siap.

“Jadi, kaitannya dengan penye­rahan tahap II kelima tersangka komisioner KPU Aru tergantung penyidik Polres Aru, kapan pe­nyerahannya kita  siap di hari dan jam kerja,” jelasnya.

Kata Kajari, memang telah dilak­sanakan pelimpahan tahap II tanggal 14 Desember 2023 kemarin, namun bertepatan tanggal 15 Desember 2023 itu sudah penutupan registrasi pendaftaran di PN Tipikor Ambon, sehingga kami jadwalkan ulang menunggu dibukanya registrasi di PN Tipikor Ambon’.

Baca Juga: Jaksa Tuntut Sarimanella 6 Tahun Penjara

“Jadi, kemarin itu (Desember, red) bukan kita menolak pelimpahan, namun dijadwalkan ulang,” tandas Kajari.

Seperti diberitakan sebelumnya, enam orang jadi tersangka dalam kasus korupsi dana hibah Pilkada Aru, lima diantaranya adalah ko­misioner KPU.

Selain semua komisioner Komisi Pemilihan Umum setempat, setelah me­lakukan penyidikan secara men­dalam dan memperoleh bukti-bukti yang kuat, Polres Aru juga menetapkan Sekretaris KPU sebagai tersangka.

Lima komisioner Aru yaitu, Ketua KPU Aru, MD, MAK, KR, JL, VP. Sedangkan sekretaris KPU yaitu, AR.

Dari hasil penelusuran Siwalima, penetapan tersangka itu sudah dilakukan sejak Jumat, 17 Maret 2023 lalu.

Terkait hal tersebut, Kasat Reskrim Polres Kepulauan Aru, Iptu Andi Armin saat dikonfirmasi Siwalima membenarkan telah ditetapkan tersangka.

Kata dia, penetapan tersangka itu dilakukan setelah pihak Polres Aru menggelar perkara bersama Polda Maluku.

Namun dirinya belum mau memberikan keterangan lebih jauh soal perkara tersebut, termasuk penahan para tersangka adalah kewenangan pimpinan.

Sementara itu dari hasil pene­lusuran Siwalima lima komisioner KPU Aru yang ditetapkan tersangka yaitu Ketua KPU Aru, Mustafa Darakay, Muhamad Adjir Kadir, Kenan Rahalus, Josep Sudaraso Labok dan Vita Putnarubun. Sedangkan sekretaris yaitu, Agustinus Ruhulessin.

Untuk diketahui, kasus ini mulai terkuak setelah PPK melaporkan ke Polres Aru terkait dengan satu bulan gaji yakni Januari 2020. Mereka tidak dibayarkan oleh KPU Aru dengan alasan gaji di bayar berdasarkan kinerja, sementara dalam SK berakhir 31 Januari 2020.

Terkait laporan tersebut, maka pada tanggal 3 November 2020 dilakukan penggeledahan oleh penyidik Polres Aru berdasarkan surat penggeledahan yang dike­luarkan Pengadilan Negeri Dobo.

Dari hasil pemeriksaan mulai dari penyelidikan hingga penyidikan diketahui terjadi dugaan Tindak Pidana Korupsi dugaan penyimpa­ngan, penyalahgunaan dana hibah Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 pada KPU.

Dugaan korupsi itu antara lain, Pertama anggaran hibah untuk pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada awalnya dari APBD Perubahan 2019 sebesar Rp18.000.­000.000 kemudian ditambah pada APBD murni 2020 menjadi sebesar Rp 23.000.000.000.

Selanjutnya, pada APBD Peru­bahan 2020 sebesar Rp24.000.­000.000 kemudian ditambah lagi dengan APBD murni 2021 sebesar Rp 25.500.000.000;

Kedua, pihak Polres Aru sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi antara lain, PPS, PPK, staf honor dan PNS yaitu, staf, ben­dahara, kasubag dan sekertaris pada Sekertariat KPU, anggota komisoner KPU dan Ketua KPU maupun pihak lain yang berhubungan dengan kasus tersebut;

Ketiga, BPK sudah melakukan perhitungan kerugian negara yang dilaksanakan pada bulan November 2022 selama 3 (tiga) Minggu di Polres Kepulauan Aru, namun ada 2 komisoner dan 1 kabag yang sudah dipanggil akan tetapi sampai dengan sekarang belum dikon­firmasi oleh BPK.

Keempat, Polres Artu menunggu hasil audit dari BPK RI untuk hasil perhitungan kerugian keuangan negara dalam waktu dekat agar dengan hasil tersebut, pihaknya melaksanakan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.

Kelima, untuk indikasi kerugian sudah ada namun pihak Polres Aru belum bisa menyampaikan karena yang menentukan kerugian negara bukanlah polisi, namun lembaga yang diberikan kewenangan dalam hal ini BPK RI untuk kasus ini. (S-11)