AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail semestinya memberi contoh yang baik dan taat aturan serta konstitusi yang berlaku.

Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, Murad diharapkan tidak me­ngeluarkan kebijakan yang bertenta­ngan dengan kebijakan negara.

Demikian rangkuman pendapat publik, menyikapi gugatan Murad ke Mahkamah Konstitusi, lantaran jaba­tannya dipotong empat bulan.

Staf pengajar Fisip Universitas Pattimura, Jeffry Leiwakabessy, me­ngatakan, Murad mestinya menaati aturan terhadap kebijakan yang telah tentukan oleh pemerintah pusat yang telah diakomodir dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dimana kepala daerah hasil pilkada 2018 wajib akhiri masa jabatnnya pada Desember 2023.

“Gugatan gubernur ke MK berarti memang ada ketidakpuasan pribadi pada aturan UU tersebut,” ungkap Lei­wakabessy kepada Siwalima mela­lui telepon selulernya, Kamis (16/11).

Baca Juga: Jaksa Banding Putusan Eks Kadis Dikbud Aru

Berdasarkan surat keputusan, lanjut Leiwakabessy, Murad dan Wakil Gubernur Barnabas Orno selesai masa jabatannya pada April 2024 atau lima tahun. Namun, dalam perkemba­ngan­nya terdapat kebijakan peme­rintah pusat yang telah diakomodir dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, dimana kepala daerah hasil pilkada 2018 wajib turun pada Desember 2023. Artinya ada kebijakan pemerintah pusat untuk menyamaratakan proses pemilihan kepala daerah melalui pilkada serentak 2024.

Gugatan yang diajukan Murad, lanjut Leiwakabessy, menunjukkan adanya indikasi permainan politik untuk mengamankan kepentingan politik.

Menurut dia, semua masyarakat telah mengetahui dan memahami kepentingan dibalik gugatan yang diajukan, dimana pasti ada hal ter­tentu yang membutuhkan pengama­nan.

Upaya mempertahankan kekua­saan tersebut lanjut Leiwakabessy, akan berbenturan dengan kebijakan negara terkait pilkada serentak.

“Siapapun dia harus tunduk pada aturan negara, jadi lebih baik disisa waktu ini Gubernur dan Wakil Gu­bernur fokus untuk menuntaskan pekerjaan rumah yang belum sempat diselesaikan hingga saat ini,” ujarnya.

Citra Buruk

Salah satu warga Kota Ambon Her­man Mayaut, mengatakan, am­bisi Murad untuk terus memangku jabatan hingga 2024, bisa menim­bulkan citra buruk bagi demokrasi di Maluku.

Menurut dia, semestinya Murad taat pada konstitusi serta aturan yang berlaku. Sebab sebagai orang nomor satu di Maluku saat ini, ia semestinya  tidak menunjukan sikap yang akan menimbulkan pandangan negatif baginya nanti.

“Sebagai kepala daerah dan se­bagai warga negara, mestinya Pak Murad itu patuh terhadap aturan yang berlaku. Jika memang massa jabatannya berakhir 31 Desember, yah mesti ikuti itu, sebab itu kan aturannya. Kenapa harus sampai tahun 2024? Ini menunjukan sikap yang tidak baik selaku seorang pemimpin,” jelasnya.

Pensiunan PNS tahun 2015 ini melanjutkan, awalnya di tahun 2018 ia merupakan salah satu pendukung Murad dan Orno, tetapi selama menjabat di Provinsi ini nyaris tidak ada kemajuan signifikan hampir di­seluruh aspek, baik dari segi eko­nomi, kemiskinan dan lain seba­gainya.

“Saya ini awalnya pendukung pak Murad. Tapi selama hampir lima tahun ini saya lihat pemerinta­hannya yah bisa dikatakan berjalan di tempat. Kartu sehat, kemudian mau datangkan investor, lalu upaya­kan Maluku dengan lumbung ikan, itu semuanya tidak ada yang tere­alisasi,” ucapnya.

Legowo Terima

Warga Kota Ambon lain, Johan Rumalarua (57), malah lebih ekstrim mendesak Murad mundur dari jabatan sebelum 31 Desember men­datang. Sebab menurutnya Murad kurang mengembangkan Maluku ke arah yang lebih maju.

“Murad itu sudah harus turun dari jabatan, jangan tunggu tanggal 31 Desember, sekarang saja lebih baik turun, karena tidak bisa bikin apa-apa untuk Maluku. Menyesal pilih dia jadi gubernur,” ungkap pria paruh baya yang bekerja sebagai tukang ojek itu.

Ia menambahkan, langkah guga­tan Murad itu dipandang sebagai hal yang sangat buruk.

“Itu bikin malu diri sendiri. Memangnya kita ini negara komunis lalu mau jadi pemimpin terus? Harusnya kalau mau ambil hati masyarakat itu dengan menunjukan sikap layaknya seorang pemimpin sejati, kalau sudah tahu massa jabatan berakhir kapan, harus turun sesuai waktunya,” tegasnya.

Haus Kuasa

Dihubungi terpisah, Syamsul Kali­dupa warga kota lain berharap Murad tidak menunjukan sikap yang arogan dan ingin terus berkuasa. Sebab jika terjadi maka nentinya akan berdampak buruk bagi dirinya sendiri jika ia ingin maju lagi dalam Pilgub mendatang.

“Saya berharap Pak Murad lego­wo saja. Jangan buat langkah atau gerakan yang pada akhirnya meru­gikan beliau sendiri, sebab sekarang ini masyarakat sudah cerdas dalam memilih pemimpin,” ungkapnya.

Ditambah lagi, Indonesia meru­pakan negara demokrasi serta me­miliki aturan. Sehingga mestinya sebagai seorang pemimpin, Murad harus patuh terhadap aturan dalam berdemokrasi.

“Inikan undang-undang yang berbicara. Kalau aturannya tanggal 31 harus lepas jabatan, yah harus lepas jabatan. Kenapa mau lanjut sampai tahun 2024. Ini kan nanti memberikan contoh buruk bagi masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan, keinginan Mu­rad untuk memperpanjang massa jabatan, menunjukan citra buruk pemimpin yang ingin berkuasa terus. “Atau jangan-jangan ada mak­sud terselubung beliau ingin mem­perpanjang jabatan karena istri beliau kan maju di DPR RI,” tan­dasnya.

Tak Taat Konstitusi

Terpisah, Ketua Yayasan Pusat Konsultasi dan Lembaga Bantuan Hukum Hunimua,  Ali Rumauw mengatakan, MI tidak konsisten dan tidak taat konstiusi.

Pasalnya, Mendagri sudah me­nyurati DPRD Provinsi Maluku terkait tahapan bentuk tim penja­ringan Calon Karateker Gubernur Maluku. Bahkan Murad harus sadar diri bahwa pengurangan masa jaba­tan Kepala Daerah itu berdasarkan kepentingan Nasional dimana pelaksanaan pemilu serentak 2024.

Dia menduga keinginan Murad mengajukan gugatan masa jabatan ke MK dengan tujuan untuk ke­pentingan politik 2024, yang mana istrinya maju DPR RI dan dirinya maju Calon Gubernur Maluku 2024, karena sejatinya sebagai kepala daerah harus taat konsisten terha­dap konstitusi yang berlaku.

Kinerja kepemimpinannya dalam waktu 4, 5 tahun in, ujarnya, tidak terlihat efektif karena program mau­pun janji-janji politik tidak ditunai­kan secara baik dan program peme­rintahan juga tidak normal.

Miskin Prestasi

Selama memimpin Maluku empat tahun lebih, tidak ada prestasi yang membanggakan, karenanya tak pantas Murad ngotot memperpan­jang masa jabatannya yang ber­tentangan dengan konstitusi.

“Saya pribadi juga tidak tahu apa yang sudah dibikin gubernur untuk Maluku. Atau mungkin saya yang kurang update, tapi sepertinya tidak ada yang berarti juga. Lebih banyak hanya nyanyi-nyanyi saja, ujar Katrine Nani, warga Benteng, Keca­matan Nusaniwe, kepada Siwalima, Kamis (16/11) siang.

Selain itu tambah dia, Murad juga dikenal dengan sikap yang tidak bisa menghargai orang lain atau bahkan bawahannya sendiri yang sudah bekerja untuk dia.

“Menurut saya tidak layak jadi pemimpin sebenarnya. Karena pe­mimpin itu harus peduli.

Ditambahkan,  kalau program-program yang digagas saat kampanye dulu tidak jalan. Artinya ya jadi pe­mimpin cuma modal omong doang. Tidak ada aksi dan bukti nyata,” kritiknya.

Wagub Pilih Pamit

Berbeda dengan sikap Murad yang menggugat akhir masa jabatan 31 Desember, Wakil Gubernur Bar­nabas Orno justru pamit.

Di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Maluku, Orno me­nyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh rakyat Maluku yang telah memilih dan mendukung dirinya dan Murad Ismail.

Wagub menyambut baik keputu­san DPRD Provinsi Maluku untuk membentuk panitia kerja penjari­ngan calon penjabat Gubernur Ma­luku menjelang berakhir masa jaba­tan Gubernur dan Wakil Gubernur ditanggal 31 Desember.

“Hari saya bersyukur sekali kepa­da Tuhan dan  tidak bisa saya ba­yangkan Ketua DPRD akan meng­umumkan secara resmi keputusan lembaga ini membuat penjaringan Penjabat Gubernur,” ujar Orno.

Wagub menjalankan paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam rang­ka penyerahan dokumen yang AP­BD 2024 merupakan waktu terakhir bagi dirinya menyampaikan pidato sebagai wakil gubernur Maluku.

Sebab, berdasarkan UU Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku harus selesai pada 31 Desember artinya tidak ada waktu lagi untuk me­nyampaikan pidato dihadapan wakil rakyat Maluku ini.

Karenanya, atas nama Gubernur Maluku, dirinya menyampaikan per­mohonan maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Maluku jika dalam pemerintahan terdapat keku­rangan.

“Selama kepemimpinan kami memerintah alau ada hal yang kurang, mohon dimanfaatkan karena sesungguhnya kami manusia biasa,” tegas Wagub.

Terkait dengan begitu banyak janji kampanye yang belum berjalan, Wagub juga menyampaikan permo­honan maaf atas semua yang terjadi dan berharap kepemimpinan beri­kutnya dapat menjawab seluruh harapan masyarakat.

Namun berkaitan dengan pemin­dahan ibu kota ke daratan Amahai, Wagub berharap rencana tersebut dapat terakomodir dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah yang sedang dibahas DPRD.

“Semoga di kepemimpinan berikut yang adalah rahasia Tuhan, seluruh harapan masyarakat yang belum sempat dilakukan Murad Ismail dan Barnabas Orno bisa dilanjutkan,” pungkasnya

Murad Gugat ke MK

Sebagaimana diberitakan, Murad tak terima diberhentikan 31 Desem­ber dan menempuh langkah hukum ke MK.

Tercatat sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah juga ikut beraama  Murad, seperti, Wakil Gu­ber­nur Jawa Timur Emil Dardak, Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto, Dedi A Rahim Wakil Walikota Bogor, Marthen Taha Walikota Gorontalo, Hendri Septa Walikota Padang dan Walikota Tarakan Chairul.

Sejatinya, masa jabatan Murad-Orno akan berakhir pada 24 April 2024. Hal ini sesuai dengan Kepu­tusan Presiden Republik Indonesia Nomor 189/P Tahun 2018, tanggal 28 September 2018.

Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 201 Ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Un­dang, menegaskan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018, menjabat sampai de­ngan Tahun 2023.

Sebagaimana dikutip dari laman Youtube MK, permohonan peng­ujian norma Pasal 201 ayat (5) UU 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada diwakilkan Murad Cs kepada Febry Diansyah dan kawan-kawan pada Visi Law Office telah memasuki sidang penel yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo didampingi Saldi Isra dan Daniel Yusmic Foekh, Rabu (15/11).

Murad Cs mengajukan gugatan pengujian pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada terhadap UUD Tahun 1945.

“Para pemohon telah dirugikan dan dilanggar hak konstitusio­nalnya sebagai kepala daerah yang dipilih secara demokratis, sesuai ketentuan pasal 18 (4) UUD 1945,” ujar kuasa hukum Donal Fariz saat membacakan permohonan.

Donal mengatakan para pemohon diangkat dan dilantik pada daerah masing-masing yang dipilih secara langsung oleh masyarakat pada tahun 17 Juni 2018, dan dilantik dengan keputusan presiden yang seharusnya memegang masa jabatan selama lima tahun.

Selain itu, ketentuan pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada telah membuat hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang seharusnya memegang masa jabatan selama lima tahun, harus menyelesaikan masa jabatan selama lima tahun sebagai kepala daerah masing-masing. Dimana untuk pemohon I atas nama Murad Ismail Gubernur Maluku harus terpotong masa jabatannya selama 4 bulan dari jadwal yang mestinya berakhir pada 31 Desember 2024.

Menurutnya, Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada tidak mempertimbangkan masa jabatan kepala daerah terutama yang baru dimulai tahun 2019.

Selain itu, para pemohon termasuk Gubernur Maluku sama sekali tidak mengetahui masa jabatannya tidak akan penuh selama lima tahun.

Pemohon pun meminta Mahka­mah Konstitusi agar memutuskan pasal 201 ayat (5) UU Pilkada berten­tangan dengan UUD Tahun 1945.

Tak hanya itu, untuk mencegah terjadi kerugian akibat diterbit­kannya SK pengangkatan Penjabat Kepala Daerah, Murad dan kawan-kawan meminta MK untuk menjadi permohonan pengujian norma, menjadi perkara prioritas untuk diputuskan sebelum Kementerian Dalam Negeri menetapkan Penjabat Kepala Daerah

31 Desember Selesai

Kementerian Dalam Negeri, me­mastikan masa jabatan Murad Ismail dan Barnabas Orno sebagai Guber­nur dan Wakil Gubernur Maluku, akan berakhir 31 Desember 2023.

Kemendagri telah mengirim surat resmi ke DPRD Maluku, perihal masa jabatan keduanya yang berak­hir tepat pada 31 Desember nanti.

Surat yang dikirim tertanggal 31 Oktober 2023 itu bernomor 100.2.1.3/7374/OTDA dan ditandatangani langsung Plh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, La Ode Ahmad P Bolombo. (S-20/S-26/Mg-3)