AMBON, Siwalimanews – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat masih jadi momok bagi pedagang dan pengusaha kecil.

Sejak pertama kali diberlaku­kan, banyak kalangan menduga akan ada ledakan unjuk rasa aki­bat adanya sejumlah pemba­tasan sosial.

Puncaknya, Kamis (22/7) ada tiga titik demo menolak pember­lakuan PPKM, masing-masing dua di Kota Ambon dan satu lagi di Kota Dobo, ibukota Ka­bu­paten Kepulauan Aru.

Di Kota Ambon, demo digelar di Balai Kota dan Baileo Rakyat, Belakang Soya.

Aksi di Balai Kota, dimotori oleh mahasiswa Institut Agama Islam Negeri. Ratusan mahasis­wa terlihat datang secara berge­rombol sejak pukul 12.00 WIT. Mereka langsung melakukan orasi meminta pemberlakuan PPKM dicabut.

Baca Juga: Pemkot Janji Akhir Juli Revitalisasi Pasar Mardika Jalan

Selain itu, mahasiswa juga meminta pemerintah bertindak jujur dan transparan dalam mengelola dana Covid-19.

“Kami tak setuju pemerintah mem­perpanjang PPKM, pemerintah harus transparansi soal dana Covid-19, pemerintah perlu evaluasi kinerja rumah sakit,” kata salah satu orator, Jihad Toisuta.

Bukan itu saja, demonstran juga menolak pemberlakuan program vaksinasi, sebagai syarat admini­strasi.

“Kami juga menolak vaksin, kami menolak vaksinasi sebagai syarat administrasi, dan menolak TKA masuk ke Maluku,” lanjut Toisuta.

Menurut mereka kebijakan yang diambil Walikota selain menyengsa­rakan juga menyusahkan masya­rakat.

Kebijakan PPKM, lanjut mereka, merugikan masyarakat karena akti­vitasnya dibatasi, sementara pejabat kota terus bertambah kaya.

Bahkan dalam aksi tersebut para demonstran meminta Walikota Richard Louhenapessy untuk datang berdialog langsung dengan mereka.

“Kalau walikota tidak turun, maka nanti lihat saja kita akan membuang celana dalam di depan Kantor Wali­kota Ambon,” ucap Jihad.

Dalam aksi ini, formasi berdiri ma­hasiswa di baris depan, didominasi oleh wanita. Tujuannya agar tidak ada langkah pengeroyokan lagi dari petugas baik Satpol-PP atau Polri seperti pekan lalu.

Sempat terjadi aksi saling dorong pagar oleh mahasiswa wanita yang berdiri tepat di baris depan.

Namun hingga pukul 18.24 WIT, tak satupun pejabat di Pemkot Ambon datang menemui mahasiswa ini.

Kesal tak ditemui, ratusan maha­siswa ini memaksa untuk masuk ke dalam halaman Balai Kota, berun­tung dihadang oleh anggota Satpol PP, sehingga saling dorong pun tak terelakan.

“Walikota tak pernah hadir, maka kita masuk dengan paksa saja, kita harus tunggu Walikota sampai ia pulang,” teriak para demonstran.

Lantaran aspirasi mereka tak juga didengar oleh pejabat pemkot, de­monstran menyebut Walikota Richard Louhenapessy tak mempunyai hati nurani, sebab keluhan dan jeri­tan rakyat yang disampaikan tidak ditindak lanjuti.

“Ada apa sebenarnya, padahal gampang saja, terima pernyataan kita dan tindak lanjuti,” ucap Jihad.

Setelah melakukan orasi secara bergantian dan sambil menunggu Walikota atau sekot untuk turun me­nemui mereka, mahasiswa kemudian memilih rehat sejenak untuk Salat Azhar di Tribun Lapangan Merdeka.

Dibubarkan

Usai ibadah Salat Ashar, maha­siswa IAIN Ambon, kembali melan­jutkan aksi mereka untuk menolak perpanjangan PPKM di Balai Kota Ambon.

Tiba di depan Balai Kota, mereka kembali berorasi untuk meminta Walikota bertemu mereka, namun lagi-lagi permintaan ratusan maha­siswa ini tak dikabulkan.

Beberapa menit kemudian aparat kepolisian yang bertugas melakukan pengamanan, akhirnya meminta de­monstran untuk membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing.

Namun, permintaan dari aparat kepolisian tak didengar oleh ratusan mahasiswa ini, alhasil terjadi aksi saling dorong antara pihak kepoli­sian dan mahasiswa.

Untuk menghindari terjadinya bentrokan dengan aparat kepoli­sian, maka tepat pukul 18.24 WIT, ratusan mahasiswa ini, akhirnya memenuhi permintaan aparat kepo­lisian dan membubarkan diri mereka dengan tertib.

Sebelum membubarkan diri, mereka berjanji Jumat (23/7), akan kembali lagi untuk menyuarakan aspirasi dari masyarakat yang saat ini menderita akibat PPKM.

“Teman-teman naik ke mobil dan kita kembali, pak Walikota ingat besok kita kembali lagi,” teriak para demonstran.

Terpisah, Sekretaris Kota Ambon AG Latuheru yang ditemui di hala­man belakang Balai Kota menga­takan, dirinya tak dapat menemui para mahasiswa lantaran tak ada petunjuk dari Walikota.

Dirinya meminta, agar mahasiswa dapat menyurati terlebih dahulu terkait dengan aspirasi yang dimiliki mahasiswa agar tidak terjadi keru­munan sebab Covid-19 masih me­rajalela di kota ini.

“Mestinya mereka buat surat audensi ke walikota atau pemkot, nah kalau tidak ditanggapi baru laku­kan demo. Tapi ini kan tidak, sampai sekarang belum disampaikan surat seperti itu,” tandas Latuheru.

Lanjut Latuheru, ada hal yang lebih gampang untuk ditempuh me­ngenai persoalan tersebut. “Lebih gampang itu kita dialog. Tidak perlu demo. Kita mau lebih gampang itu dialog, karena sekarang di masa PPKM, kemudian pandemi corona semakin memanas. Mestinya jangan ada demo seperti itu, soalnya cipta­kan kerumunan,” ulasnya.

Di DPRD Kota

Aksi demo penolakan PPKM juga dilakukan Aliansi Kapitan Maluku, di depan Kantor DPRD Kota Ambon, Kamis (22/7).

Puluhan warga kota yang dipimpin Marko Talaubun ini, tiba di Baileo Rakyat Belakang Soya, sekitar pukul 12.44 WIT, dengan membawa span­duk yang bertuliskan DPRD Hilang Kontrol Rakyat Menderita dan Tolak Perpanjangan PPKM.

Kedatangan puluhan warga kota ini ke DPRD, untuk meminta Wali­kota Ambon Richard Louhenapessy tidak lagi memperpanjang PPKM berskala mikro.

“Aturan yang membuat sangat me­nekan kepada masyarakat kecil,” ucap Marko Talaubun dalam orasi­nya.

Ia juga menunding, DPRD tidak pernah melakukan fungsi kontrol dengan baik dan tak bisa melihat kegelisahan rakyat.

“Aliansi ini hadir atas kegelisahan rakyat. Kami datang hanya mau minta fungsi kontrol DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Kota Ambon,” teriaknya.

Menurut mereka, kebijakan vaksi­nasi terkesan masyarakat dipaksa­kan dan tidak bisa bergerak bebas. Padahal tidak ada jaminan kalau dengan vaksinasi seseorang bisa terbebas dari Covid-19.

Sementara itu, Ketua Cabang Aliansi Kapitan Maluku Benny Jerimias dalam orasinya mengata­kan, Pemerintah Kota Ambon seha­rusnya mengevaluasi data pasien di RSUD, sebab ada indikasi pihak rumah sakit memutarbalikkan data pasien yang meninggal.

Sedangkan terkait dengan perpan­jangan PPKM level 3 dan 4 seba­gaimana yang dituangkan dalam instruksi Kemendagri Nomor 22 tahun 2021 untuk tiga wilayah Bali dan Jawa, serta perubahan instruksi Nomor 23 tahun 2021 yang mana Kabupaten Aru dan Kota Ambon termasuk wilayah yang akan menja­lankan perpanjangan PPKM level 3 secara tegas ditolak.

“Kami tolak karena efektivitas penanganan penyebaran Covid, sejauh ini belum mampu dicapai oleh Pemkot Ambon,” cetusnya.

Untuk itu kata Jerimias, yang harus diperhatikan Pemkot Ambon adalah distribusi bantuan sosial, bukan perpanjangan PPKM yang sama sekali tidak memiliki dampak positif bagi masyarakat di kota ini.

Setelah melakukan orasi secara bergantian beberapa menit, puluhan demonstran ini diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kota Ambon Geral Mailoa.

Di depan para demonstran Mailoa menjelaskan, saat ini belum semua anggot dapat beraktivitas, dikarena­kan pada 27 Juni kemarin, seluruh anggota dan pegawai DPRD mela­kukan swab dan hasilnya, banyak yang positif Covid-19.

Oleh sebab itu, sampai saat ini banyak anggota yang sementara menjalani isolasi mandiri, nantinya  setelah 14 hari, baru DPRD akan menggelar rapat bersama dengan pihak Pemkot Ambon untuk mem­bahas kebijakan yang dikeluarkan.

“Teman-teman bersabar dalam waktu dekat kita akan melakukan rapat dengan Pemkot Ambon untuk sampaikan tuntutan rakyat, terma­suk tuntutan yang sudah disam­paikan saat ini yang juga merupakan bagian dari keinginan rakyat,” janji Mailoa.

Usai mendengar penjelasan Mai­loa, puluhan demonstran ini mene­gaskan, jika apa yang disampaikan mereka tidak ditindaklanjuti oleh DPRD, maka mereka akan kembali melakukan aksi yang sama dengan masa yang lebih banyak lagi.

Demo Di Aru

Di Kota Dobo, Kabupaten Kepu­lauan Aru, pedagang juga menolak perpanjangan PPKM berskala mikro, Kamis (22/7).

Aksi yang digelar di Gedung DPRD Aru ini dilakukan oleh sejumlah pedagang yang didominasi oleh ibu-ibu. Mereka mengaku, kecewa dengan pemberlakuan PPKM yang mengakibatkan mereka tidak dapat melakukan aktivitas berjualan dengan baik, yang berimbas pada sulitnya menanggulangi kebutuhan hidup sesehari.

Kedatangan pedagang ini diterima langsung Ketua DPRD Aru, Udin Belsegaway dan sejumlah anggota DPRD lainnya.

“Anak-anak kami masih memer­lukan biaya untuk makan, sekolah dan lainnya, dan itu di dapat dari kami berjualan di pasar dan pela­buhan, namun kini dibatasi, lalu kami mau kasih makan, kasih sekolah anak dengan biaya apa,” ucap Aca Arloy dalam orasinya.

Selain itu, mereka juga berharap agar aparat yang melakukan tugas di lapangan janganlah memper­lakukan mereka seperti hewan yang harus dipukul dan dianiaya.

Pedagang lainnya Yoke, mengatakan tindakan yang dilakukan petugas kepada mereka bukan merupakan suatu edukasi. Seharusnyayang mereka lakukan adalah sosialisasi secara maksimal, sehingga pedagang maupun masyarakat mengetahuinya dengan baik.

“Kami ini orang-orang dengan pendidikan yang rendah yang hanya berjualan demi menyambung hidup keluarga kami dari hari ke hari. Olehnya, kami minta tolong agar pemerintah dan tim gugus Covid-19 dapat melihat kondisi kami masyarakat kecil ini, karena kami sangat sengsara,” cetusnya.

Ketua DPRD Aru, Udin Belsegaway di depan para pedagang menjelaskan, PPKM dan vaksinasi merupakan program nasional dan itu merupakan instruksi presiden yang secara nasional diberlakukan.

“Terkait dengan persoalan yang disampaikan ini, saya akan minta Ketua Pansus Covid DPRD segera undang tim gugus untuk membicarakan hal ini,” janjinya.

Awalnya kata Udin, disaat virus ini masuk di Aru, dirinya tidak percaya, namun ketika saudaranya yang terpapar, maka sampai saat ini ia percaya, bahwa virus itu benar-benar ada.

Untuk itu ia berharap, PPKM dan program vaksinasi dapat dijalani dengan baik oleh semua masyarakat Aru.

“Sekali lagi saya tegaskan, dalam waktu dekat kami akan panggil tim gugus untuk bicarakan hal ini, serta minta sosialisasi terus dilakukan sehingga seluruh masyarakat tahu dengan baik,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Pansus Covid-19 DPRD Aru Husein Tuborpon menambahkan, apa yang disampaikan ibu-ibu akan dibicarakan, karena dampak dari penerapan PPKM ada bantuannya kepada yang terdampak.

“Kita tunggu aturannya sehingga itu dapat dijalankan,” tandasnya. (S-52/S-52/S-25)