Gerakan tanah (mass movement) adalah gerakan material pembentuk lereng ke arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng atau dengan kata lain gerakan tanah adalah perpindahan masa batuan atau tanah karena pengaruh gaya berat (Souisa, 2018).

Gerakan tanah ialah perpindahan massa tanah-batuan, debris pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula di bawah pengaruh gaya gra­vitasi. Gerakan tanah di suatu wilayah sangat berhubu­ngan dengan kondisi geologi meliputi kemiringan lereng, jenis tanah atau batuan, pelapukan, jarak longsor dari jalur sesar, keairan dan kegempaan. Kondisi struktur geologi seperti kekar, sesar dan pelapisan juga mempengaruhi kejadian gerakan tanah.

Gerakan tanah dapat diklasifiksasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan material penyusun serta mekanisme dan jenis runtuhannya (Paulin et al. 2013; Souisa 2018) seperti runtuhan (falls), robohan (topples), gelinciran (slides), aliran (flow), sebaran lateral (lateral spreading), dan kompleks.

Gerakan tanah yang sering terjadi di Pulau Ambon merupakan pergerakan bahan rombakan atau juga aliran sedimen adalah aliran campuran antara air dengan sedimen konsentrasi tinggi sehingga akan mempunyai mobilitas besar seiring dengan membesarnya pori-pori sedimen yang dipenuhi oleh air menjadi jenuh air dan beratnya meningkat, bergerak mengikuti lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi. Pergerakan bahan rombakan seringkali membawa tanah-campur air, batu-batu besar dan batang-batang pohon, meluncur ke bawah lereng dengan kecepatan tinggi dan daya rusak yang besar terhadap apa saja yang dilaluinya seperti bangunan rumah atau fasilitas lainnya sehingga mengancam kehidupan manusia. Saat memasuki musim hujan dengan durasi yang cukup lama (2-3) hari, semakin banyak tebing atau lereng curam menjadi tidak stabil dan banyak terjadi kejadian gerakan tanah.

Gerakan Tanah Jenis Longsoran

Longsoran merupakan salah satu jenis dari gerakan tanah (Pangular, 1985).  Longsoran merupakan gerakan material penyusun lereng yang berupa tanah, lumpur, regolith, lapisan dasar tanah, dikarenakan pengaruh gaya gravitasi (Souisa, 2018).

Pada dasarnya penyebab gerakan tanah jenis longsoran di Pulau Ambon dan sekitarnya disebabkan oleh faktor alami seperti geologi, struktur geologi, kemiringan lereng (topografi), tutupan lahan, curah hujan, jenis tanah, vegetasi, dan gempa bumi, maupun faktor non-alami seperti ulah manusia (pemotongan lereng, dan alih fungsi lahan). Semakin curam suatu lereng maka semakin besar kemungkinaan material penutup lereng tersebut jatuh ke tempat yang rendah. Terdapat beberapa karakteristik wilayah yang rawan gerakan tanah tinggi di Pulau Ambon, yaitu adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah pelapukan, pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada daerah aliran sungai yang ber-meander dapat mengakibatkan lereng menjadi terjal (Souisa, 2018).

Jika debris pada permukaan penutup lereng mem­­bentuk suatu kemiringan maka komponen massa debris (tanah-batuan) yang berada di permukaan lereng akan cenderung bekerja dua komponen gaya, yaitu gaya pendorong (driving force) dan gaya penahan (resisting force). Kedua komponen gaya ini saling bekerja untuk memperkuat atau memperlemah lereng (Souisa, 2018).

Jika kompenen gaya penahan massa tanah-batuan penyusun lereng sangat kuat dan komponen gaya pendorong sangat lemah maka tidak ada runtuhan massa tanah-batuan yang menempel pada lereng atau tidak terjadi longsoran sehingga dapat dikatakan lereng dalam keadaan stabil. Hal ini berarti, yang paling besar berperan pada komponen gaya pendorong adalah kemiringan lereng dan gaya gravitasi.

Gaya gravitasi disini adalah gaya yang sejajar dengan permukaan lereng (gaya geser) dan gaya yang mengarah keluar dari permukaan lereng (gaya normal) (Souisa et al. 2020).

Sedangkan komponen gaya penahan yang berperan adalah kohesi dan koefisien gesek. Ke­banyakan di empat Kecamatan di Kota Ambon yang masyarakatnya tinggal di bawah kaki lereng atau badan lereng berpo­tensi terjadi­nya gerakan tanah jenis longsoran atau jatuhan batuan. Alhasil, mas­yarakat cenderung memo­tong le­reng untuk memperluas pemuki­man sehingga sudut lereng bertambah besar, akibatnya lereng menjadi kristis dan terjadi longsoran (11-30 Mei 2023).

Adanya pemotongan lereng menyebabkan kepada­tan tanah dan kekuatan batuan melemah (kohesi dan koefisien gesek yang melemah) jika dipicu oleh air hujan, tanah pelapukan tebal menjadi jenuh air, alterasi lahan, dan adanya kontak antara lapisan tanah yang poros dan sarang air dengan lapisan yang kedap air, dan pada akhirnya tanah penutup lereng bergerak ke luar menggelincir di atas bidang luncur (batuan kokoh yang bertindak sebagai rel) karena gaya dorong gra­vitasi sampai mengendap di bawah kaki lereng atau mengenai (transit) pada rumah warga yang berada di bawah lereng tersebut.

Dampak dari kejadian longsoran pada (11 – 30) Mei 2023 jika ditinjau dari segi lingkungan berpengaruh langsung pada: morfologi tanah; korban jiwa; rusaknya infrastruktur seperti wilayah pemukiman penduduk; terhambatnya sumber mata pencaharian masyarakat; dan peningkatan belanja Negara (suplai bantuan pada korban longsor).

Upaya Prevensi Longsoran pada Tanah Penutup Lereng

Bencana alama seperti gerakan tanah jenis longsoran sering terjadi di Pulau Ambon pada saat musim hujan (11-30 Mei 2023). Di musim penghujan, air hujan meresap masuk ke dalam tanah penutup lereng akan menjadi jenuh air menyebabkan lereng menjadi labil dan siap bergerak ke luar dari lereng tersebut. Kontur atau morfologi tanah di Pulau Ambon berupa kemiringan terjal (Souisa, 2018), jadi jangan memotong lereng karena akan menambah besar sudut lereng, dan jangan menebang pohon pada lereng-lereng.

– Fungsi pohon sangat baik dalam mencegah bencana gerakan tanah jenis longsoran. Apabila pohon ditebang, diperkirakan 2-3 tahun kemudian akar akan membusuk. Akibat akar membusuk dan curah hujan tinggi, air akan masuk di celah-celah akar yang mengakibatkan tanah menjadi jenuh air.

Akibat tanah jenuh air dengan kemiringan tertentu, lereng menjadi labil dan materialnya mudah hancur atau longsor. Untuk itu dilakukan upaya prevensi dengan menanam tanaman pelindung (Souisa, 23 April 2018; Souisa dkk, 2023).

Jika dikaji dari sisi tajuk, keakaran dan evapo­transpirasi diperoleh tiga jenis tanaman yang kemudian dipetakan zonasinya berdasarkan ketinggian lokasi. Peran tajuk dalam intersepsi sangat membantu meng­urangi kece­patan dan jumlah air hujan yang sampai ke permukaan tanah, sehingga akan mengurangi jumlah air yang terinfiltrasi dan penjenuhan lengas tanah secara tepat.

Evapotranspirasi berperan mengurangi kejenuhan air tanah agar tidak terjadi akumulasi air di lapisan impermeable yang justru menjadi bidang luncur dalam keja­dian longsor lereng. Sedangkan perakaran berperan men­cengkeram tanah (kohesitivitas) sehingga bisa me­ngurangi kemungkinan terjadinya pergerakan tanah. Untuk lereng yang sangat miring diperlukan vegetasi de­ngan jenis perakaran yang dalam dengan akar sera­but yang banyak. Tanaman yang cocok untuk di tanam pada di lokasi lokus bencana adalah jenis rumput veti­ver, pohon waru gunung, pohon lamtoro, dan pohon gamal.

– Kota Ambon dengan kemiringan terjal-curam, sangat rawan terhadap gerakan tanah jenis longsoran lereng. Untuk itu diperlukan peningkatan gaya penahan lereng di lokus bekas longsor dan berpotensi longsor yaitu dengan cara lereng dibuat terasering dan pada bagian atas teras di sarankan untuk penanaman tanaman vetiver. Dipilihnya jenis tanaman ini karena dapat menahan kecepatan air hujan sampai ke permukaan tanah dan dapat mengurangi volume air hujan sampai ke permukaan tanah sehingga tidak memberatkan tanah penutup lereng. Jenis tanaman ini juga dapat mengu­rangi kejenuhan air tanah (meningkatkan densitas tanah) agar tidak terjadi akumulasi air di lapisan impermeable yang bertindak sebagai bidang luncur, dan akarnya berperan sebagai kohesitivitas (meningkatkan koefisien gesek) sehingga dapat mengurangi kemung­ki­nan terjadinya pergerakan tanah, dan bahkan se­kaligus mengurangi gaya dorong lereng dan mening­katkan gaya penahan lereng (Souisa, 2018; Souisa dkk., 2023).

Faktor aman lereng

– Untuk mengurangi gaya dorong lereng dan mem­perkuat gaya penahan lereng (pers.1) (Souisa, 2018; Souisa et al., 2020) agar tanah penutup lereng tetap stabil, maka bidang longsor dan berpotensi longsor di potong membentuk sistem terasering (Souisa dkk., 2023). Pada kaki dinding yang di potong dilakukan perkerasan dengan pengecoran (Gambar 1). Untuk bagian atas teras dibuat bangku yang berfungsi untuk memperkuat anakan rumput vetiver dan pada belakang bangku dibuat sistem model tol air supaya tidak mudah tercabut oleh air hujan (Souisa, 2018).

  • Sebagai solusi prevensi longsor lereng yang terjadi di Kota Ambon yaitu dengan merujuk dari Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas MIPA Unpatti, yaitu dengan menanam tanaman vetiver sepanjang teras lereng dan sepanjang tepi lereng bagian atas sampai ke arah mahkota longsor. Panjang anakan rumput vetiver yang ditanam bervariasi yaitu diambil (20 – 30) cm. Spasi tanam pada setiap anakan rumput vetiver adalah 50 cm (Gambar 2).

 

Gambar 1. Ilustrasi prevensi bekas longsor dan berpotensi longsor (Souisa dkk., 2023) Gambar 2. Prevensi bekas longsor dan berpotensi longsor dengan menanam tanaman vetiver di RT.02/RW.07 Dusun Riang Negeri Tawiri Kecamatan Teluk Ambon (Souisa dkk., 2023)

 

  • Rumput vetiver yang ditanam pada lereng bekas longsor atau berpotensi longsor di Kota Ambon dan sekitarnya dapat meningkatkan gaya penahan lereng, karena akar rumput vetiver dapat meningkatkan kohesivitas dari tanah aslinya (koefisen gesekan membesar). Tanaman vetiver menjaga stabilitas lereng, agar tanah penutup lereng tidak hancur dan terlepas atau megalami longsor. Tanaman vetiver memiliki akar serabut dan kedalaman akarnya mencapai (2.5-3.0) m dapat meningkatkan faktor aman lereng yang paling besar yaitu FS> 1.5 (pers.1), dan akar dari tanaman ini dapat mencengkram atau menembus batas bidang luncur dari lereng sehingga mengurangi kontak antara batuan permeable dan impermeable (Souisa dkk., 2023).

Dengan menyimak gerakan tanah jenis longsor lereng pada pemukiman warga yang telah diuraikan akan dijadikan masukan penting dalam penyusunan peta kerentanan gerakan tanah. Tentunya, masukkan kepada pemerintah Kota/Kabupaten maupun Provensi Maluku tidak hanya fokus pada penyaluran bantuan pada saat tanggap darurat (pasca bencana), artinya lebih terfokus pada penyusunan peta bencana gerakan tanah secara akurat dan terverifikasi, dan prevensi gerakan tanah (pra bencana). Diperlukan kampanye pengenalan gerakan tanah kepada masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan bencana gerakan tanah sebagai bagian dari metode non-struktural, dan menggiatkan prevensi longsor lereng dengan menanam tanaman vetiver sebagai bagian dari pengembangan metode struktural (geoforestry) untuk penguatan sistem manajemen pra-bencana.Semoga menjadi rujukan. Oleh: DR. Ir. M. Souisa, M.Si Fakultas MIPA Unpatti, Keahlian bidang Geofisika (gerakan tanah & mitigasi bencana).