Hingga kini sudah puluhan saksi dari Aparatur Sipil Negara (ASN), pengusaha hingga pejabat pembuat Komitmen, bendara, eks Sekretaris DPRD Kota Ambon dan eks Sekeratris Pemerinrah Kota Amboj sudah diperiksa Kejari Ambon dalam kasus dugaan penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon sesuai temuan BPK.

Selain ASN, tim penyidik Kejari Ambon juga sudah memeriksa puluhan anggota DPRD baik pimpinan dan anggota dan hanya tinggal 6 anggota dewan saja yang belum diperiksa jaksa.

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif dengan nilai keseluruhan Rp5.293.744.800

Rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik terindikasi fiktif Rp425.000.0001, belanja pemeliharaan peralatan dan mesin Rp168.860.000 dan belanja peralatan kebersihan dan bahan pembersih Rp648.047.000.

BPK juga menemukan belanja rumah tangga yang terindikasi fiktif sebesar Rp690.000.000 dan belanja alat tulis kantor terindikasi Rp324.353.800. Belanja cetak dan pengadaan yang terindikasi fiktif Rp358.875.000, serta belanja makanan dan minuman terindikasi fiktif senilai Rp2.678.609.000.

Patut diapresiasi langkah marathon yang dilakukan tim penyidik Kejari Ambon ini dalam melakukan pengusutan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran di Setwan Kota.

Langkah ini dinilai sangat tepat untuk mengali bukti-bukti adanya indikasi dugaan korupsi.

Penyidik tentu saja sangat memahami aturan-aturan hukum dalam menuntaskan kasus korupsi sehingga proses pemeriksaan juga dilakukan secara bertahap dan tinggal 6 saksi lagi dari anggota DPRD Kota Ambon yang belum diperiksa.

Dengan melihat puluhan saksi yang sudah diperiksa tentu publik masih menunggu langkah berani jaksa untuk meningkatkan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran di Setwan DPRD Kota Ambon ini kearah penyidikan dan selanjutnya ditetapkan tersangka.

Temuan BPK tersebut adalah bukti permulaan yang cukup kuat tentang adanya tindak pidana yang dilakukan oleh oknum-oknum di DPRD Kota Ambon. Siapapun yang diduga terlibat harus diberikan efek jera.

Langkah berani untuk meningkatkan kasus ini ke penyidikan dan selanjutnya penetapan tersangka memang merupakan kewenangan kejaksaan yang perlu dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak boleh ada intervensi.

Tetapi publik memiliki fungsi untuk turut mengontrol dan mendorong kejaksaan agar bekerja profesional, transparan dan terutama tidak diintervensi oleh kepentingan apapun.

Keinginan publik ini merupakan hal yang wajar karena yang diusut adalah para pimpinan dewan. Dimana hukum harus ditegakan proses penegakan hukum juga harus menyentuh semua pihak. Karena semua orang sama dimata hukum.

Publik tentu saja menunggu gebrakan Kejari Ambon dalam mengungkapkan siapakah pihak-pihak yang diduga terlibat. (*)