AMBON, Siwalimanews – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Maluku me­rupakan provinsi dengan pre­sentase penyerapan Anggaran Pen­dapatan Belanja Daerah (APBD)  Tahun 2021 terendah di Indo­nesia.

Penyerapan APBD Provinsi Maluku sampai dengan bulan November 2021 hanya sebesar 39 persen saja, jauh dibandingkan dengan provinsi lain. Sementara paling tinggi Jawa Tengah dan Yogyakarta yang sudah di atas 66 persen.

Hal ini dikatakan Menteri Ke­uangan dalam Kongres Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) tahun 2021, Selasa (23/11) yang dikutip Siwalima dari CNBC Indonesia.

Menteri Keuangan kembali ‘sentil’ pemerintah daerah yang masih lamban dalam menyerap anggaran daerah (APBD). Menjelang akhir tahun, belanja pemda masih sangat minim, secara persentase nasional baru mencapai 50%.

Sri Mulyani menjelaskan, per 18 November 2021 secara nasional realisasi pendapatan daerah mencapai Rp 841,65 triliun, diikuti belanja daerah sebesar Rp 730,13 triliun.

Baca Juga: Hanya 137 CPNS Lolos ke Seleksi Kompetensi Bidang

Sehingga terdapat surplus pendapatan belanja sebesar Rp 111,52 triliun atau mencapai 15,27% dari belanja APBD. Padahal, kata Sri Mulyani belanja APBD tahun ini lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu.

Kendati demikian, secara persentase total anggarannya masih terbatas. Sehingga seluruh daerah di Indonesia, pemerintah daerahnya mengalami surplus APBN.

“Realisasi APBD masih terbatas di berbagai daerah. Mereka hanya rata-rata belanja di kisaran 50%, yang paling tinggi Jawa Tengah dan Yogyakarta yang sudah di atas 66%,” jelas Sri Mulyani

Terdapat 493 daerah yang mengalami surplus pendapatan belanja, terdiri dari 30 provinsi, 375 kabupaten, dan 88 kota. Rata-rata agregat surplus defisit APBD se-wilayah provinsi sebesar Rp 3,28 triliun.

Wilayah Jawa Timur mempunyai surplus tertinggi sebesar Rp 18,59 triliun, sedangkan surplus terendah di wilayah Maluku Utara sebesar Rp 597,91 miliar. Kendati demikian, terdapat daerah di Maluku yang belanjanya baru mencapai 39%.

Adapun untuk defisit tertinggi di wilayah Sumatera Barat yang sebesar Rp 19,8 triliun dan defisit terendah terjadi di wilayah Bali yang sebesar Rp 128,66 miliar.

“Ada daerah Maluku yang belanjanya baru 39%. Bayangkan ini sudah November, data ini berdasarkan 18 November 2021. Artinya tinggal satu bulan lebih sedikit,” ujarnya lagi.

“Kita sebetulnya hanya punya waktu satu bulan untuk eksekusi APBN dan APBD dan masih banyak daerah yang belanjanya masih di bawah 50%,” kata Sri Mulyani geram.

Realisasi APBD yang masih rendah ini, kata Sri Mulyani menunjukkan masih rendahnya efektivitas dan belum sinkronnya kebijakan APBN pusat dengan daerah dalam menanggulangi pandemi Covid-19.

“Ini artinya pemerintah pusat sedang usaha mendorong pemulihan ekonomi dengan counter cyclical defisit hingga Rp 543 triliun (hingga akhir Oktober 2021), namun daerah justru menahan belanja atau belum bisa belanja. Sehingga mencapai surplus Rp 111,52 triliun,” ujarnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga kerap kali menyentil pemerintah daerah soal realisasi belanja yang rendah di masa pandemi Covid-19. Padahal APBD juga sangat berperan menjadi bantalan ekonomi untuk masyarakat dalam meredam dampak pandemi.

Tercermin, kata Sri Mulyani dari realisasi belanja kesehatan yang di earmark melalui Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang juga masih rendah.

“Realisasi belanja kesehatan yang di earmark di daerah meskipun terjadi kenaikan, namun masih di level 58%, untuk DAU, DBH, DID dan dana desa yang ditunjukkan untuk menangani bidang kesehatan dalam vaksinasi atau PPKM. Atau mendukung sektor kesehatan dan masyarakat di dalam perlindungan sosial,” jelas Sri Mulyani.

Secara rinci, penyerapan belanja kesehatan dan prioritas lain untuk penanganan Covid-19 yang bersumber dari earmarking DAU/DBH secara nasional baru terealisasi Rp 19,23 triliun atau baru mencapai 48,2% dari pagu Rp 39,9 triliun.

Sebanyak 43 daerah atau 7,93% realisasinya di bawah 15% dari anggaran dan hanya 195 daerah yang telah merealisasikan anggaran untuk bidang kesehatan di atas 50%.

Sri Mulyani meminta untuk pihak-pihak terkait melakukan evaluasi, agar APBD bisa diserap dengan optimal. Karena jika seperti ini terus, upaya pemulihan ekonomi tidak akan bisa berjalan secara merata di seluruh wilayah tanah air.

“Mestinya kita perlu melihat belum optimalnya atau belum sinkronnya APBN dan APBD, pasti akan mengurangi daya pemu­lihan ekonomi, dan upaya untuk perbaiki kondisi masyarakat dan ekonomi,” tuturnya.

Sementara itu Pelaksana Tugas Harian Sekda Maluku Sadli Ie yang dikonfirmasi Siwalima mengaku sedang rapat.

“Saya sedang rapat nanti saja,” kata Sadli singkat melalui telepon selulernya. (S-39)