CYBERLOAFING sering terjadi di lingkungan sekolah. Siswa menggunakan waktu belajar di kelas untuk mengakses situs web yang tidak terkait langsung dengan pembelajaran, cenderung asyik dengan media sosial (medsos), bermain game online atau kegiatan lain yang tidak mendukung pembelajaran. Cyberloafing dapat mengganggu pembelajaran, menunda penyele­saian tugas, menurunkan kualitas pekerjaan dan memengaruhi produktivitas siswa. Disadari atau tidak, perilaku demikian dapat melemahkan kemampuan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk kesuksesannya pada masa depan. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan penggunaan teknologi secara bijak dan mendorong kebijakan mengurangi cyberloafing. Siswa perlu memahami, waktu sekolah ialah momen sangat berharga dan harus digunakan secara efektif untuk mencapai tujuan akademik. Hal-hal yang dapat menggangu kelancaran proses belajar mengajar harus dikelola dengan sebaik-baiknya.

Beberapa alasan utama mengapa siswa melakukan cyberloafing biasanya ialah kebosanan, ketidakmampuan memahami atau menyelesaikan tugas menantang, dorongan untuk terhubung dengan teman daring, atau bahkan keinginan menghindari tugas sulit.   Keluyuran siber Cyberloafing ialah perilaku seseorang menggunakan internet dengan berbagai perangkat komputer, seperti desktop, handphone, tablet, atau perangkat lainnya selama pembelajaran untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan pelajaran (Askew, 2012). Menurut Lim dan Teo (2005), cyberloafing merupakan perilaku menyimpang di tempat belajar ketika koneksi jaringan sekolah digunakan untuk keperluan pribadi atau kegiatan rekreasi pada jam sekolah. Dengan memilih keluyuran di internet, berarti siswa kurang memperhatikan materi pembelajaran. Kenyataan demikian, jika dibiarkan berkepanjangan tanpa pengawasan, sangat mengganggu kinerja akademik. Lim dan Teo (2005) memisahkan cyberloafing menjadi dua bagian. Pertama, aktivitas browsing. Kegiatan individu menggunakan internet sekolah pada saat pelajaran untuk mengakses atau membuka berbagai website nonkurikuler. Kedua, kegiatan e-mailing, yaitu kegiatan individu menggunakan e-mail untuk tujuan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran dan dilakukan selama pembelajaran di kelas.

Aktivitas tersebut meliputi mengirim, membaca, memeriksa, dan menerima e-mail pribadi. Akbulut dkk (2016) menyatakan terdapat beberapa kegiatan yang terlibat dalam cyberloafing. Pertama, berbagi (sharing). Itu merupakan aktivitas individu menggunakan internet untuk kegiatan di luar kelas seperti berbagi konten atau mengunggah konten ke media sosial selama jam pelajaran. Kedua, belanja. Aktivitas e-niaga, menjelajahi situs web e-niaga, dan lain-lain. Ketiga, pembaruan waktu nyata. Kegiatan individu memperbarui sesuatu di medsos, baik itu memperbarui status, komentar, postingan, dan lain-lain saat pelajaran. Keempat, akses ke konten daring. Aktivitas individu mengakses konten daring, seperti mendengarkan musik daring, menonton video daring atau aktivitas lain yang tidak terkait dengan pelajaran. Kelima, permainan dan perjudian. Kegiatan itu berupa bermain gim atau judi daring.

Langkah cerdas Ada sejumlah langkah yang dapat diambil untuk mengurangi cyberloafing siswa. Pertama, batasi akses internet. Sekolah dapat membatasi akses internet siswa selama jam pelajaran dan hanya mengizinkan akses ke situs web terkait kelas. Gunakan perlindungan perangkat. Sekolah dapat menggunakan perangkat lunak keamanan seperti firewall atau filter web untuk memblokir akses ke situs web yang tidak terkait dengan kelas. Perangkat lunak itu dapat dipasang di jaringan sekolah dan mengawasi koneksi internet siswa. Kedua, batasi akses wi-fi. Sekolah dapat membatasi akses wi-fi selama pelajaran dan hanya mengizinkan akses ke situs web terkait pelajaran. Itu dapat dilakukan dengan mengatur konfigurasi router wi-fi pada jaringan sekolah. Lakukan pengawasan. Guru atau staf IT dapat memantau langsung koneksi internet siswa selama pembelajaran berlangsung atau dapat pula dilakukan dengan perangkat lunak pemantauan atau pemantauan waktu nyata. Tanpa pengawasan memadai, siswa yang masih belia cenderung ingin mengeksplorasi dunia. Ketiga, mendorong interaksi sosial yang positif. Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang positif dan mendorong interaksi sosial yang sehat di kalangan siswa. Hal itu dapat membantu mencegah siswa merasa kesepian atau bosan dan kemudian tergoda untuk melakukan cyberloafing.

Pemberian kegiatan kelompok dapat membantu siswa belajar bekerja dalam tim, memecahkan masalah bersama, dan berinteraksi dengan temannya. Kegiatan kelompok juga dapat membantu mereka memahami nilai-nilai, seperti kepercayaan, pengertian, dan toleransi terhadap perbedaan. Keempat, berikan tugas menantang. Guru dapat memberikan tugas menantang, tetapi siswa masih dapat menyelesaikannya. Itu membantu mencegah kebosanan dan keinginan untuk melakukan cyberloafing. Pemberian tugas menantang kepada siswa juga merupakan cara meningkatkan motivasi dan minat belajarnya.

Baca Juga: Menjaga Nilai Pancasila

Tugas menantang dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan kognitif dan sosial yang lebih baik dan membantu siswa merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar. Itu bisa berupa tugas proyek, diskusi kelompok, latihan berpikir kritis dan kreatif, atau tugas kewirausahaan.  Kelima, berikan umpan balik secara teratur. Guru dapat memberikan umpan balik secara teratur pada pekerjaan siswa sehingga mereka dapat melihat kemajuan belajarnya. Perlakuan semacam itu dapat membantu meningkatkan motivasi dan mencegah keinginan siswa melakukan cyberloafing. Dengan memberikan umpan balik yang efektif dan teratur, siswa akan merasa didukung dan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya. Hal itu dapat membantu mereka mencapai hasil belajar yang lebih baik dan memuaskan.

Bijak berselancar Era digital memang era berselancar di dunia maya. Memutus siswa dari kegiatan berselancar jelas tidak bijak. Yang bisa dilakukan ialah membuat aturan penggunaan teknologi. Tetapkan aturan penggunaan teknologi di kelas, seperti dilarang mengunjungi situs web yang tidak terkait dengan pelajaran atau  membuka aplikasi medsos selama pelajaran berlangsung. Blokir akses ke situs-situs web yang tidak relevan. Guru atau administrator dapat menggunakan firewall jaringan untuk memblokir akses ke situs web yang tidak terkait langsung dengan pengajaran di kelas. Aktifkan mode fokus. Beberapa aplikasi dan sistem operasi memiliki fitur mode fokus untuk membantu siswa tetap mengerjakan tugas. Dorong mereka untuk menggunakan teknologi dengan lebih bertanggung jawab di kelas. Berikan wawasan tentang bagaimana cyberloafing dapat memengaruhi kinerja akademik dan karier mereka pada masa depan. Berikan hadiah atau bingkisan kepada siswa yang fokus dan produktif selama di kelas. Hidup itu seperti mengambil foto, harus fokus untuk hasil optimal. Oleh: Khoiruddin Bashori Dewan Pengawas Yayasan Sukma Jakarta