PENGELOLAAN keuangan pada RS Haulussy diduga bermasalah, pasalnya hingga kini belum dibayarkannya hak ratusan tenaga kesehatan. Kejaksaan Tinggi Maluku mulai mengumpulkan data dan bahan keterangan, terkait sejumlah masalah yang terjadi di RS Haulussy, Ambon.

Pengumpulan data dan bahan keterangan tersebut,  dilakukan sebagai bentuk komitmen kejaksaan untuk menuntaskan praktik busuk di rumah sakit milik daerah itu.

Pasca diperintahkan oleh Kajati Maluku untuk dilakukan pengusutan, Kejati Maluku,  langsung membentuk tim penyelidik. Tim tersebut, sementara bekerja mengumpulkan data-data dan bahan keterangan pada RS Haulussy.

Kejati mencium pengelolaan anggaran di RS Haulussy bermasalah, sehingga hak-hak tenaga kesehatan sebanyak 600 orang mulai dari tenaga dokter hingga pegawai belum dibayarkan sejak 4 tahun dengan nilai sebesar Rp 26 miliar.

Kejati tidak lagi menunggu laporan dari masyarakat, tetapi tim segera mengambil data-data dan keterangan terkait dugaan korupsi yang melilit rumah sakit milik daerah Maluku ini.

Baca Juga: Final Surat Perpanjang Masa Jabatan

Setiap kasus baik yang dilaporkan masyarakat maupun temuan pihak jaksa intelijen, akan didahului dengan proses penyelidikan.

Kajati juga memastikan, masyarakat tidak perlu khawatir, dukungan untuk menuntaskan setiap kasus korupsi, termasuk RS Haulussy.

Sudah empat tahun sejak 2020 hingga akhir Desember 2023 sebanyak 600 tenaga kesehatan yang terdiri dari ASN, Non ASN, honor daerah dan tenaga kerja sukarela belum memperoleh hak-haknya.

Adapun jasa pelayanan sebesar Rp26 miliar yang belum diterima yaitu, tahun 2020 untuk BPJS sebesar Rp2.522.498.760,-

Tahun 2021 untuk BPJS yang harus dibayarkan sebesar Rp4.880.030.040,80,-

Tahun tahun 2022  sebesar Rp6.010.564.520,- selanjutnya di tahun 2022 pembayaran sesuai peraturan daerah untuk medical check up sebesar Rp1.348.586.740,- sedangkan Covid-19 sebesar Rp1.242.561.080.

Tahun 2023 untuk pembayaran BPJS sebesar Rp9.133.854.493,- pembayaran Perda sebesar Rp789.596.622,80,- dan Covid-19 sebesar Rp65.237.600,-

Dengan demikian total keseluruhan hak nakes yang belum dibayarkan untuk BPJS sebesar Rp22.546.947.813,80. Untuk Perda total Rp2.138.183.402,80 ditambah MCU tahun 2021. Sedangkan Perda berjumlah Rp1.307.798.680,-

Total hampir 26 M dana jasa pelayanan kurang lebih 600 pegawai RS M Haulussy belum dibayar.

Akibatnya ratusan nakes melakukan aksi demonstrasi karena mereka belum mendapatkan jasa pelayanan MCU tahun 2021. Jasa pelayanan MCU masuk kedalam peraturan daerah jasa pelayanan Perda 2021 sudah dibayar, tetapi MCU yang masuk dalam jasa Perda belum dibayar karena terdapat ketidaksesuaian data bagian keuangan dengan data yang dimiliki dokter.

Selain itu, perawat dan paramedis yang memberikan pelayanan. Data jumlah pasien MCU 2021 di bagian keuangan lebih sedikit dari data yang ada pada dokter, perawat dan paramedis, karena ketika mereka memberikan layanan MCU, mereka juga mencatat, sehingga mereka memiliki catatan berapa jumlah pasien yang mereka layani. Sehingga dokter, perawat dan paramedis menolak menerima jasa pelayanan MCU 2021 tersebut.

Olehnya, Pemerintah Provinsi Maluku didesak segera mengintervensi persoalan pembayaran hak dokter dan tenaga kesehatan di RSUD dr M Haulussy.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin  merespon aksi mogok kerja yang kembali dilakukan dokter dan tenaga kesehatan lantaran hak-haknya tak dibayarkan.

Sebagai pimpinan Komisi IV DPRD Maluku, Afifuddin memberikan apresiasi terhadap aksi nakes di RS Haulussy yang sampai hari ini terus memperjuangkan hak-hak jasa pelayanan belum dibayarkan.

Afifuddin menegaskan, hak nakes yang harus dibayarkan merupakan anggaran yang di klaim atas setiap pelayanan yang dilakukan artinya uangnya tersedia dan wajib dibayarkan.

Langkah Kejati Maluku ini patut diapresiasi. Tentunya publik juga menunggu gebrakan jaksa untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di RS berplat merah itu. (*)