ALIH kelola Blok Rokan Riau akan menjadi kado istimewa bangsa ini dalam merayakan Hari Kemerdekaan 76 tahun. Salah satu kawasan penghasil minyak nomor dua terbesar di Indonesia di Riau, dengan operator Chevron Pacific Indonesia (CPI) kini akan dipegang oleh perusahaan minyak nasional Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Blok Rokan diharapkan menjadi tumpuan bagi bangsa ini dalam upaya mengurangi ketergantungan energi berupa impor BBM dari negara luar. Dengan syarat putra putri bangsa yang dipercaya memimpin pengelolaan Blok migas ini mampu mewujudkan dan meningkatkan Produksi minyak dari blok ini.

Tinggal hitungan hari, tepatnya pada 9 Agustus 2021, pengelolaan Blok Rokan, Riau akan berpindah ke PT Pertamina Hulu Rokan setelah berakhirnya kontrak bagi hasil (PSC) PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan pada 8 Agustus. Mulai 9 Agustus 2021, hak kelolanya diambil 100 persen oleh Perta­mina. Pemerintah memberikan hak kelola Blok Rokan, di Riau yang habis masa kontraknya pada September 2021 kepada Pertamina. Kementerian ESDM menyebut keputusan ini murni diambil atas dasar pertimbangan bisnis dan ekonomi setelah menerima dan mengevaluasi proposal yang diajukan Pertamina.

Kondisi tersebut didasari dengan Signature Bonus yang disodorkan Pertamina sebesar USD784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun dan nilai komitmen pasti sebesar USD500 juta atau Rp7,2 triliun dalam menjalankan aktivitas eksploitasi migas.

Riwayat Pengelolaan Blok Rokan

Baca Juga: Kebangsaan di Masa Pandemi

Bukan proses singkat, ditemukannya kandungan Blok Rokan sudah sejak era kolonial Belanda. Lapangan Minas yang menjadi tambang minyak raksasa yang pertama kali ditemukan di Blok Rokan. Geolog asal Amerika Walter Nygren menemukannya pada 1939 lalu. Lapangan Minas pernah diklaim sebagai lapangan mi­nyak terbesar di Asia Tenggara. Saat ditemukan, kandungan mi­nyak di lapangan tersebut diperkirakan mencapai 6 miliar barel.

Lapangan tersebut menghasilkan minyak jenis Sumatran Light Crude yang terkenal di dunia. Pengeboran pertama di lapangan tersebut dilakukan oleh Caltex yang kemudian berubah nama menjadi Chevron. Sumur Minas pernah mencapai puncak produksi pada 1973 lalu. Saat itu produksinya mencapai 440 ribu bph.

Lapangan kedua, Duri. Lapangan tersebut pertama kali ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi 1958 lalu. Blok Rokan yang memiliki luas 6.220 kilometer itu memiliki hampir 96 lapangan minyak, di mana tiga diantaranya disebut-sebut memiliki potensi minyak besar yakni Duri, Minas, dan Bekasap.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) per Juni mencapai 160.646 barel per hari, sementara target lifting 165,000 Barel per hari..

Jejak Kejayaan minyak blok Rokan Riau dapat dilihat dengan berdirinya 2 (dua) monumen pompa angguk 1.000.000 Barel minyak. Monumen ini berdiri atas pencapaian Produksi 1 juta barel minyak dari Duri, dihitung kumulatif dari tahun 1958-1995. Monumen pompa angguk kedua, adalah monumen 2.000.000 barel minyak Duri, atas pencapaian Produksi akumulatif dari tahun 1958-2006, kedua monumen tersebut berada dilokasi yang berdekatan.

Alih Kelola Prestasi Bangsa dan Tantangan

Alih kelola minyak di Blok Rokan dari tangan PT Chevron Pacific Indonesia adalah sebuah tantangan bangsa Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk memperjuangkan kemandirian dan ketahanan energi nasional.

Blok Rokan menjadi incaran raksasa minyak dunia karena situs penghasil minyak yang terletak di Riau ini diprediksi memiliki kandungan minyak dan gas bumi yang berlimpah.

Chevron Pacific Indonesia (CPI) sebenarnya masih berkeinginan memperpanjang kontrak operasi Blok Rokan, hingga tahun 2041. Namun pemerintah kemudian memutuskan pengelolaaan blok ini diserahan ke Pertamina Hulu Rokan (PHR) dengan berbagai pertimbangan

Menurut Analisa penulis, berberapa faktor yang menjadi pertimbangan, yakni signature bonus yang ditawarkan dan potensi pendapatan negara dengan menggunakan gross split.

Isu Krusial Jelang Alih Kelola

Menjelang peralihan wilayah kerja (WK/ Blok) Rokan ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus mengawal proses peralihan agar berjalan dengan baik.

Salah satu proses peralihan yang penting adalah terkait kewajiban yang ada di kontrak-kontrak pengadaan barang/jasa, termasuk di dalamnya kontrak untuk vendor lokal Riau.

Ada beberapa catatan yang ingin penulis kemukakan terkait proses transisi alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha PT Pertamina Hulu Energi pada 9 Agustus 2021.

Enhanced Oil Recovery (EOR)

Yang pertama menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar bagi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) adalah dalam hal penguasaan teknologi pengurasan minyak. Bagaimana menciptakan standarisasi pengelolaan sumur dengan teknologi yang kapasitasnya minimal setingkat dengan Chevron. Untuk itu Teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) diperlukan demi mengoptimalkan produksi. Karena sumur-sumur minyak di Blok Rokan sudah berusia tua dan telah beroperasi puluhan tahun.

Target Produksi Minyak

Yang kedua, tantangan ke depan Pertamina Hulu (PHR) Rokan ada­lah mempertahankan volume produksi dan lifting. Apalagi se­cara umum blok migas habis masa kontrak sudah mengalami penurunan produksi yang signifikan. Pekerjaan rumah umumnya hanya untuk mempertahankan produksi atau bisa menaikkan Produksi, tentu dengan cara melakukan eksplorasi sumur-sumur baru. Seiring usia lapangan yang mature dan adanya penurunan alamiah (natural decline), produksi Blok Rokan kini rata-rata berada di level 160.000 – 200.000 barel per hari. Secara otomatis kinerja Blok Rokan akan menjadi perhatian publik dan para stakeholder pengambil kebijakan.

Penulis berharap, manajemen Pertamina Hulu Rokan harus siap dalam banyak hal. Tidak hanya masalah teknis bisnis, tetapi juga aspek-aspek lain yang kemungkinan akan menyertainya. Salah satunya adalah diperbandingkan dengan lapangan alih kelola lainnya yang dilakukan Pertamina.

Dukungan semua pemangku kepentingan, terutama peme­rintah (pusat dan daerah) serta mitra bisnis PHR, menunjukkan suasana kondusif menjelang peralihan pengelolaan operator pada 8 Agustus 2021.

Alih kelola ke Pertamina sebagai perusahaan nasional diharapkan bisa memberi manfaat yang lebih luas lagi bagi negara baik dari sisi pengelolaan maupun penerimaan negara dan memperkuat posisi Pertamina sebagai BUMN yang menjadi salah satu lokomotif pembangunan dan perekonomian nasional.

Pertamina juga mendapat tantangan besar untuk dapat memproduksi migas 1 juta barel pada tahun 2030, seperti yang dicanagkan SKK Migas. untuk itu dibutuhkan komitmen dan dedikasi dari seluruh elemen pekerja khususnya Subholding Upstream untuk dapat mewujudkan cita-cita.

Dengan proses alih kelola yang lancar, tentu berdampak terhadap proses estafet pengelolaan Blok Rokan berjalan dengan baik. Dengan demikian, PHR seharusnya dapat menjalankan kegiatan produksi dengan baik mengingat hampir tidak ada perubahan infrastruktur selain manajemen. Karyawan dan fasilitas produksi pun masih relatif sama dengan sebelumnya.

Transfer Teknologi

Yang ketiga, aspek transfer teknologi. Bahwa saat ini penyesuaian sistem IT juga terus dilakukan terutama aplikasi-aplikasi yang berkaitan langsung dengan operasi produksi maupun penunjangnya, juga termasuk pelatihan penggunaan sistem dari Chevron Pasicic Indonesia ke Pertamina Hulu Rokan yang nantinya akan digunakan secara terintegrasi.

Penyiapan dan Kompetensi SDM

Keempat, faktor kompetensi Sumber Daya Manusia. Kita tahu CPI adalah perusahaan minyak berstandar internasional. Oleh karena itu penggunaan SDM yang memahami pengelolaan blok minyak sangat diperlukan.

Ada ribuan pekerja PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) akan masuk menjadi pekerja baru di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Penyerapan tenaga kerja ini dilakukan jelang alih kelola Blok Rokan dari CPI ke Pertamina pada 9 Agustus 2021, diharapkan peralihan pekerja ini tidak menjadi konflik internal yang justru bisa menjadi bumerang produksi atau lifting minyak nasional.

Proses Transisi

Penulis menilai, proses transisi dari Chevron Pacific Indonesia ke Pertamina Rokan terus berlangsung. Pendataan aset dan menyerahkan data produksi, eksplorasi, dan pendukung kegiatan operasi kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PHR, tentu terus berjalan.

Dengan proses transisi yang baik dan benar. ke depan, diharapkan agar proses alih kelola Blok Rokan menjadi salah satu poin rujukan bagi peralihan wilayah kerja migas lainnya di Indonesia. Sejak Agustus 2020 hingga sekarang, CPI disebut telah menyerahkan seluruh data yang masuk di dalam termination checklist kepada SKK Migas.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Kamis 27 Mei 2021 melansir pemberitaan Kompas.com mengungkapkan, proses peralihan sudah dilakukan sejak 2019 dan beberapa bulan jelang dikelola oleh PHR terus diupayakan untuk berjalan optimal.

Kita semua berharap alih kelola Blok Rokan, Riau ini akan menjadi tonggak sejarah dan momentum awal menuju kemandirian dan ketahanan energi bangsa ini. Tidak mudah memang Pertamina Hulu Rokan yang baru diberikan pengalaman mengelola Blok minyak sebesar Blok Rokan yang memiliki potensi kandungan minyak hingga miliaran barel.

Namun Pertamina Hulu Rokan (PHR) harus mampu menunjukkan kepada dunia bahwa mereka mampu mengelola Blok Rokan setara dengan Chevron Pacific Indinesia (CPI). Terutama dalam skala kemampuan teknologi, kemampuan produksi, kemampuan ekonomis dari nilai investasi yang sangat besar. (Suhendra Atmaja, Praktisi Komunikasi Perminyakan)