“ Aku cinta … Anda cinta…. semua cinta…. buatan Indonesia…..” Jingle iklan di era tahun 80’an yang dipopulerkan Bimbo ini mengingatkan kita untuk mencintai produksi dalam negeri, betapa massifnya iklan itu menyuntik masyarakat untuk menggunakan produksi  dalam negeri. Dari mulai media massa (media cetak, audio visual, radio, billboard dan banyak lagi lainnya), membombardir di ruang informasi publik.

Saat itu betapa seriusnya Pemerintah mengkam­panyekan penggunaan produksi dalam negeri. Bahkan, untuk urusan yang satu ini, Pemerintah sengaja mem­bentuk lembaga, yaitu Menteri Muda urusan pening­katan Penggunaan Produk Dalam Negeri (UP3DN) yang saat itu dijabat oleh Ginanjar Kartasasmita.

Wujud dukungan ini baik dengan menggunakan barang atau jasa produksi dalam negeri, maupun menyediakan barang dan jasa berkualitas untuk mensubstitusi barang-barang kebutuhan yang sebelumnya didapatkan melalui impor.

Tidak hanya itu, Presiden Soeharto saat itu juga pada tahun 1985 menggelar pameran akbar skala nasional bertajuk Pameran Produksi Indonesia, pameran ini merupakan visualisasi kemampuan anak negeri dalam memproduksi produk yang dapat dibanggakan,

Bahkan jauh sebelum Presiden Soeharto berkuasa, masalah penggunaan produksi dalam negeri sudah digaungkan di era Presiden Soekarno, Kampanye penggunaan produksi dalam negeri tercermin dalam doktrin pemerintah yang disebut Trisakti.

Baca Juga: Bandul Politik Partai NasDem

Trisakti yang berarti berdaulat di bidang politik, berdikari dibidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Kemandirian di bidang ekonomi diwu­judkan dalam penegasan politik luar negeri Indonesia yang tidak mau bergantung pada (modal) luar negeri.

Wakil Presiden Mohammad Hatta waktu itu pernah menegaskan untuk segera merestrukturisasi Pereko­nomian Indonesia, agar tercipta penyelenggaraan kemandirian ekonomi.

Langkah yang harus diambil adalah mengubah Indonesia dari posisi export economie di masa jajahan menjadi perekonomian yang mengutamakan peningkatan daya beli rakyat dan menghidupkan tenaga produktif rakyat berdasar kolektivisme, Ia menegaskan keseimbangan antara barang produksi dalam negeri dan produksi luar negeri, dimana impor hanya dilakukan bila suatu barang tidak ada atau belum diproduksi di dalam negeri.

Impor hanya sebuah tali sambungan untuk menja­lan­kan produksi nasional yang lebih besar. Itu sebab­nya, produksi dalam negeri harus diatur sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Boleh jadi setiap era pemerintahan di Indonesia selalu menca­nangkan penggunaan produksi dalam negeri.

Presiden Joko Widodo misalnya menyebutkan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

Sedangkan poin ketujuh pada Nawacita berbunyi “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan meng­gerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestic, bila kita cermati kedua poin Nawacita tersebut ber­muara pada peningkatan daya saing produksi dalam negeri di pasar Internasional, sehingga paling tidak kita bisa sejajar dengan bangsa-bangsa Asia lainnya.

Presiden Joko Widodo  meminta  Badan Penga­wasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) beserta jajaran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mengawal realisasi komitmen belanja produk dalam negeri (PDN), “…saya minta ini betul-betul berhasil…” kata Presiden.

Sehingga bisa men-trigger pertumbuhan ekonomi, growth kita menjadi bertambah, lapangan kerja kita semakin banyak karena kita beli produk-produk produksi dalam negeri” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2022 di Istana Negara Jakarta, rabu 15 Juni 2022.

Presiden Joko Widodo mengapresiasi Laporan  Ke­pala BPKP Muhammad Yusuf Ateh yang menyampaikan bahwa per senin 13/6/2022 kemarin telah tercapai realisasi komitmen belanja PDN oleh kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah (KLD) dan BUMN yang telah mencapai Rp. 180,72 triliun atau 45,18 persen dari target Rp. 400 triliun.

Hal lain untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, dengan membenahi beberapa sektor semisalnya memangkas perijinan yang selama ini dianggap sebagai salah satu “biang kerok” ekonomi biaya tinggi.

Tidak hanya itu pembangunan infranstruktur seperti jalan dan tol laut yang terintegrasi diseluruh Indonesia merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing produk anak-anak negeri, adanya infrastruktur tersebut, paling tidak akan mengurangi biaya logistik, walau belum secara signifikan menurun.

Dalam mendukung perusahaan-perusahaan Indonesia agar bisa bersaing di pasar global, diharapkan Pemerintah terus berupaya memberikan kemudahan berusaha yang salah satunya penye­derhanaan perijinan yng diakui menjadi momok bagi kebanyakan pengusaha, serta dalam menyerap te­naga kerja maka setiap belanja Lembaga Peme­rintah wajib mengutamakan belanja produksi anak bangsa.

Begitu daya saing kita turun, ya sudah kita akan dilibas oleh produksi dari luar. Oleh sebab itu, Pemerintah sekarang ini memotong habis urusan-urusan yang berkaitan dengan perijinan.

Dengan dibentuknya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) diseluruh Indonesia diharapkan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perijinan dan non perijinan pengelo­laannya dimulai dari tahap permohonan sampai de­ngan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat, maksud dan tujuan penyelenggaraan fungsi PTSP adalah sebagai upaya terwujudnya pelayanan perijinan dan non perijinan yang mudah, cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntabel.

Apabila semuanya sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang benar serta lembaga Pemerintah baik itu Kementerian, Lembaga, serta Pemerintah Daerah membelanjakan setiap kegiatan pada Produk-produk anak bangsa, dipastikan bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya.

Presiden Joko Widodo ingin agar seluruh penyele­nggara Pemerintahan dan masya­rakat Indonesia bangga dan cinta terhadap produk dalam negeri, namun yang berkembang justru barang impor lebih disenangi mas­yarakat, lalu meninggalkan barang made in Indonesia.

“Saya tahu banyak orang kita ingin beli barang merek luar negeri. Kalau lihat disini ada tulisan made in Indonesia, langsung batal, atau kalau mau beli produk Indonesia banyak alasan baik itu speck, mau­pun mutu barang dan itu banyak dipola pikir penyelenggara Negera ini, senangnya barang-barang impor, ini yang harus dihentikan, kita harus mencintai produk-produk yang diproduksi di dalam negeri,” kata Presiden Joko Widodo.

Pada saat yang sama juga Pre­siden Joko Widodo mengapresiasi peningkatan jumlah e-katalog local yang dioperasikan oleh Peme­rintah Daerah dari 46 Pemda menjadi 123, sembari berpesan agar BPKP dan APIP melanjutkan fungsi Pengawasan, disisi lain Presiden masih geram menerima laporan dari Kepala BPKP bahwa masih ada temuan pembelian 842 produk impor di dalam e-katalog yang menjadi realisasi transaksi belanja KLD dan BUMN, pada hal produk-produk tersebut memiliki PDN pengganti.

Untuk diketahui bahwa sejak 30 Maret 2022 Presiden telah mener­bitkan Instruksi Presiden RI  No­mor 2 Tahun 2022 tentang Perce­patan Pening­katan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia pada pelaksanaan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah.

Dalam Inpres No. 2/2022 tercan­tum bahwa Presiden mengins­truksi­kan agar sedikitnya 40 per­sen dari nilai anggaran untuk PDN dengan prioritas produk UMKM.

Semoga pemberdayaan UMKM bisa dilaksanakan demi untuk meningkatkan pendapatan mas­yarakat dan peningkatan pema­kaian produk dalam negeri dalam berbagai kegiatan pemerintahan dan seluruh rakyat Indonesia, semoga. Oleh: WELLEM RIRIHATUELA, SE. MM  PENGAWAS PEMERINTAHAN (PPUPD) INSPEKTORAT PROVINSI MALUKU.