AMBON, Siwalimanews – Masyarakat Desa Tawiri, khususnya yang bermukim di Dusun Kampung Pisang dan Wailawa, minta kepada Pemerintah Negeri Tawiri melalui Saniri Negeri untuk melakukan audiens dengan DPRD Kota Ambon dalam hal ini Komisi I.

Permintaan itu disampaikan Welem Mairuhu selaku perwakilan warga dari kedua dusun tersebut saat berlangsungnya mediasi yang dilaksanakan di Kantor Negeri, Rabu (29/9).

Hadir dalam mediasi itu, Sekretaris Saniri Negeri Tawiri, anggota Saniri Abraham Paty dan Max Titahena, serta Mario Latulola, sementara dari pihak Lanud Pattimura dihadiri oleh Babinpotdirga serta turut disaksikan oleh Babinsa Tawiri dan Laha serta Babinkantibmas Desa Tawiri.

Warga kedua dusun ini juga dalam mediasi itu menyayangkan sikap lambat dari Komisi I DPRD Kota, sebab sampai dengan hari ini, persoalan yang mereka hadapi belum juga mendapatkan solusinya.

“Kami cukup kesal, sebab belum ada juga tindak lanjut dari DPRD dengan pihak terkait, kalau masalah ini berlarut terus bagaimana solusinya,” tandasnya.

Baca Juga: Huwae Ancam Lapor Balik Pimpinan dan Ketua Fraksi

Untuk itu, warga kedua dusun ini minta agar ada audiens dengan Komisi I, sehingga pihak komisi juga akan mengundang pihak Badan Pertanahan untuk minta penjelasan mereka terkait dasar kepemilikan lahan yang sebenarnya.

Ditempat yang sama perwakilan warga lainnya Robert Liang minta agar, pihak Lanud Pattimura tidak semena-mena memberikan surat yang berisikan larangan melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di kedua dusun ini yang diklaim milik TNI AU.

“Kenapa TNI AU memanfaatkan anggota yang sudah purnawirawan untuk dapatkan tanda tangan dari warga,” cetusnya.

Menurutnya, lahan tersebut diklaim milik TNI AU, sehingga warga dilarang untuk mendirikan bangunan, sebab sewaktu-waktu mereka (Lanud) membutuhkan lahan tersebut, maka pembongkaran akan dilakukan tanpa ada ganti rugi.

Namun yang lucunya, sebelum pangakalan TNI AU dibangun tahun 1962, itu rumah-rumah warga sudah ada disana.

“Nah yang jadi persolan, apalagi ada data-data yang dimiliki masyarakat, bahwa lahan itu adalah tanah dati yang mana berdasarkan keputusan MA tahun 1973 bahwa daerah itu adalah milik Abraham Unila,” tuturnya.

Sementara terhadap putusan hak pakai lahan itu baru terbit tahun 2010, bagaimana hal itu mungkin terjadi, sebab sangat bertentangan dengan data yang dimiliki.

Kalupun pihak TNI AU mengklaim, bahwa daerah itu merupakan hak pakai mereka namun, masyarakat juga punya sertifikat hak milik yang terbit duluan sebelum tahun 2010, kemudian ada hak pakai juga dari SDN 2 Tawiri yang berada di dalam lokasi sengketa ini, yang terbit tahun 2013.

“Yang menjadi pertanyaan, kenapa BPN bisa terbitkan sertifikat diatas sertifikat. Apakah pihak BPN tidak jelih dalam melihat datanya, sehingga keluarkan sertifikat ditas sertifikat,” cetusnya.

“Masyarakat sudah punya hak pakai, bahkan pelepasan hak dari negeri maupun dari pemilik dati, ini yang jadi persoalan. Kalau berdasarkan PK milik TNI AU, itu persoalan TNI AU dengan Negeri Laha bukan Negeri Tawiri, kenapa wilayah sengketa masuk pada Negeri Tawiri,” tanya dia.

Oleh karena itu, warga berharap secepatya Komisi I dapat melakukan dialog dengan mengundang berbagai pihak yang turut terlibat dalam masalah ini.

Pada kesmepatan itu, pihak Saniri meminta kepada warga agar dapat bersabar, sementara pihak Saniri akan mengajukan surat permintaan audiens dengan Komisi I ke DPRD.

Sementara itu, Kepala Penerangan Lanud Pattimura Letda Sus Yogi Tri Santoso saat dikonfirmasi Siwalimanews, melalui telepon selulernya, Rabu (29/9) enggan berkomentar banyak terkait persoalan tersebut.

Walaupun demikian, ia berjanji akan menunjukan data-data atau bukti dari lahan tersebut diesok harinya.

“Besok saja datang ke Lanud yah, sekalian ngobrol dan kita akan tunjukkan data-datanya,” pinta Letda Tri Santoso. (S-51)