PEMERINTAH telah menetapkan Maluku sebagai  salah satu Provinsi yang termiskin di Indonesia. Hal ini cukup menggugah hati sanubari setiap masyarakat Maluku, karena sumber kekayaan alam Maluku ternyata melimpah dan selama ini digarap habis-habisan demi kepentingan pembangunan nasional, tetapi ternyata masyarakatnya  tetap miskin. Jika dikaji lebih dalam ternyata ada kebijakan yang keliru, sehingga membutuhkan langkah-langkah yang bijaksana secara holistik, terpadu dan terarah, berdasarkan komitmen yang kuat, konsisten dan konsekuen dari setiap pengambil keputusan atau kebijakan yang berkompeten.

Sumber kekayaan alam Maluku, belum dijadikan sebagai instrumen dalam mendorong peningkatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat. Adagium yang tidak terbantahkan bahwa dimana banyak sumberdaya alam selalu saja timbul konflik, menjadi kenyataan di negeri seribu pulau ini.

Hal tersebut perlu diperhatikan dengan sungguh oleh pemerintah dan harus berupaya untuk mengeleminir konflik sehingga pembangunan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.  Jika dibiarkan berlarut-larut maka pasti berbagai kepentingan akan didorong untuk ikut menggapai berbagai tujuan sesaat dari kelompok tertentu, dengan cara-cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara  moral maupun hukum.

Politik pembangunan nasional, yang belum sepenuhnya mengarah pada percepatan pembangunan di wilayah  kepulauan dan tertinggal mengakibatkan berbagai ketimpangan yang harus dieleminer melalui langkah langkah konkrit dan bermanfaat. Wilayah kepulauan membutuhkan perhatian serius, karena masalah yang dihadapi  sangat kompleks dan membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.

Belum adanya komitmen yang kuat dari pemerintah untuk membangun Maluku yang aman damai dan sejahtera.  Masih banyak konflik antar warga, antar negeri atau desa/kampung,  yang belum terselesaikan secara tuntas  dan kerawanan sosial lainnya  yang belum ditangani secara baik.

Baca Juga: Hak Nakes yang Terabaikan

Kohesi sosial yang terkoyak belum terbangun secara baik, sehingga belum ada jaminan bagi suatu kehidupan masyarakat yang rukun dan damai secara berkelanjutan. Konflik Maluku yang berkepanjangan sebenarnya menimbulkan berbagai pelanggaran Hak Asasi manusia, namun sampai saat ini belum ditemukan suatu kebijakan pemerintah untuk menguak misteri tersebut.  Paling tidak pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk pembiaran oleh pemerintah, yang sampai saat ini belum diungkapkan oleh lembaga atau orang orang  yang konsern terhadap masalah masalah Hak Asasi Manusia. Semua yang terjadi dianggap sebagai hal biasa atau konflik horizontal antar komunitas, yang penyelesaiannya tidak tuntas. Hal ini sebenarnya membutuhkan kajian mendalam, sehingga tidak meninggalkan dendam atau bom waktu bagi generasi berikutnya.

Menurut Rektor Unpatti, MJ Saptenno, kondisi yang diharapkan saat ini adalah Provinsi Maluku harus  bangkit dan  keluar dari  kondisi kemiskinan  sehingga dapat  maju, mandiri dan sejahtera, sejajar  dengan Provinsi lain di Indonesia, berdasarkan hukum yang berlaku maupun nilai-nilai yang universal  dan nilai-nilai kearifan lokal.

Selain itu, adanya pola kebijakan pembangunan nasional yang mampu mendorong percepatan pembangunan di Maluku  termasuk  wilayah-wilayah lain yang sifatnya khas atau khusus.

Kemudian, perlu adanya pola kebijakan pembangunan yang  dapat memberikan jaminan bagi perdamaian sejati dan langgeng di Maluku, melalui pengungkapan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia selama konflik berlangsung serta perlu adanya komitmen dan  kebijakan khusus  serta  terpadu dari berbagai institusi yang berkompeten,  dalam upaya  peningkatan kesejahteraan masyarakat secara signifikan sehingga masyarakat Maluku bisa keluar dari  kondisi keterpurukan  dan  kemiskinan yang menjadi isu nasional. (*)