AMBON, Siwalimanews – Aksi diam dipertonton­kan oleh pejabat Dinas Peker­jaan Umum Maluku dan kontraktor makelar yang menggarap proyek air bersih Pulau Haruku, yang menghabiskan uang daerah 12.4 miliar.

Hingga saat ini, tak satupun pe­jabat di Dinas PU Maluku yang mau buka mulut soal proyek air bersih mangkrak ini.

Mulai dari Ka­bid Cipta Kar­ya, Nurlela Sopa­lauw, PPTK Nur Madras, hingga Sekretaris Dinas Afandy Hasanusi, semu­anya tutup mulut dan memilih meng­hindar dari media.

Begitu pula dengan kontraktor yang menggarap proyek jumbo ini. Fais makelar yang memin­jam perusahaan untuk meng­erjakan proyek ini juga melakukan aksi tutup mulut.

Bermodalkan perusa­haan pin­jam­an, proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih Pulau Haruku, dikerjakan oleh makelar proyek.

Baca Juga: Ratusan Rumah Warga di SBT Terancam Rusak

Ko­non Fais ini adalah orang dekat pejabat yang meng­urus dan mengawal selu­ruh proses di PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Fais ini pula yang meminjam PT Ku­suma Jaya Abadi Construction, yang beralamat di Jalan Sumber Wuni Indah A-30/34 Lawang, Kabu­pa­ten Malang, Jawa Ti­mur, untuk memenuhi persyaratan lelang.

Menurut sumber Siwa­lima, Fais sendiri yang turun langsung dan aktif berkomunikasi dengan para pejabat PU. “Seluruh pengurusan dilakukan oleh Fais, mulai dari tender sampai dengan urusan pencai­ran,” ujar sum­ber yang meminta namanya tidak ditulis ini.

Masih kata sumber itu, dalam untuk memperlancar prosesnya, Fais se­lalu membawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan. “Dia selalu membawa nama pejabat BPK, termasuk dalam proses pencairan,” tambah sumber tadi.

Fais sendiri sangat tertutup dan tak menjawab panggilan telepon mau­pun pesan singkat yang dikirim pa­danya. Padahal awalnya Fais berko­munikasi dengan Siwalima, namun saat mengetahui hendak dikonfron­tir soal air bersih di Pulau Haruku, Fais tak pernah menjawab lagi pang­gilan dan pesan singkat yang dikirim.

Sebelumnya, Ka­bid Cipta Kar­ya, Nurlela Sopa­lauw yang dikonfirmasi soal proyek mangkrak ini Rabu (26/5), menyaran­kan Siwalima untuk da­tang ke Sekretariat Di­nas PU­PR.

“Untuk konfirmasi ke kantor sekretariat Dinas PUPR,” ujar Nurlela dalam pesan WhatsApp.

Hal yang sama juga diungkapkan PP­TK Nur Madras. “Nanti ke kantor sa­ja konfirmasi ke sekretariat,” ujar dia melalui pesan whatsApp, Rabu (26/5) siang.

Siwalima mencoba lagi melakukan konfirmasi pada Kamis (27/5) dengan kedua pejabat ini namun diarahkan langsung ke Sekretaris Dinas PUPR.

“Untuk konfirmasi langsung ke sekretaris dinas,” jawab Nurlela kembali kepada Siwalima.

Nur Madras sebagai penanggung jawab proyek air bersih di Pulau Ha­ruku,  Kamis (27/5) siang juga menya­rankan Siwalima untuk langsung mengonfirmasi sekretaris dinas.

“Ketemu dengan sekretaris dinas sebagai koordinator media center SKPD,” jawabnya.

Namun begitu, sekitar pukul 12.50 WIT, salah satu pegawai di Sekre­taris Dinas PUPR, mengaku kalau Afandy Hasanusi masih melayani beberapa tamu.

Siwalima kemudian berinisitif un­tuk tetap menunggu dan mencegat di lobi Dinas PUPR untuk meminta klarifikasi tentang proyek air bersih di Pulau Haruku.

Hal ini penting karena publik harus mengetahui mengapa proyek air bersih yang nyaris habiskan angga­ran Rp 12,4 miliar itu mangkrak.

Sekitar satu jam menunggu, akhir­nya sang sekretaris dinas Afandi Ha­sanusi keluar. Namun saat dice­gat Siwalima, Afandi menghindar dan berdalih hendak makan dulu. “Saya makan dulu,” ujarnya singkat.

Siwalima meminta waktu untuk menunggunya usai makan di kan­tornya, namun sayangnya sampai pukul 15.55 WIT sang sekretaris dinas ini belum juga kembali ke kantornya.

Hasanusi juga beberapa kali dihubungi melalui Whatsapp, namun hingga berita ini dikorankan sang sekretaris tidak merespons.

Akui Perintah Atasan

Sementara itu, petugas lapangan PT Ku­suma Jaya Abadi Construction, Sadly mengakui adanya perin­tah atasan untuk tidak menceri­te­rakan soal pekerjaan dan pencairan anggaran 75 persen, sekalipun pe­ker­jaan belum selesai.

“Kalau itu saya tidak memiliki kewenangan menjawab karena itu instruksi dari atasan saya juga, mungkin nanti saya konfirmasi dulu baru bisa menjawab,” ujar Sadly saat dikonfirmasi Siwalima, Senin (31/5) melalui telepon selulernya.

Ditanya, soal tidak adanya lagi per­alatan untuk kelanjutan pengerjaan proyek, Sadly berdalih jika semua peralatan masih ada, namun karena adanya larang mudik sehingga se­mua pekerja kembali ke Jawa.

“Semua peralatan masih ada pak, karena terkait masalah larangan mudik kita pulang dulu,” cetusnya.

Ketika ditanya soal adanya teka­nan kepada Dinas PUPR guna men­cairkan anggaran, Sadly menegas­kan bukan menjadi kewenangannya untuk menjelaskan

Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjawab itu pak nanti dari pihak perusahaan,” ujar Sadly.

Pola Lama Korupsi

Pakar hukum pidana Fakultas Hukum Unpatti, John Pasalbessy mengatakan, persoalan mangkrak­nya proyek air bersih Pulau Haruku sebenarnya merupakan pola-pola korupsi yang terjadi di Maluku.

“Beta punya penelitian kemarin itu menemukan kurang lebih 19 pola korupsi termasuk seperti yang dila­kukan dengan proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku,” ungkap Pasalbessy.

Katanya, pola korupsi seperti ini biasanya dari sisi pelaku sebenar­nya menunjukan keterlibatan antar orang itu banyak disitu. Dalam hal terjadi personal seperti ini maka yang paling bertanggungjawab ialah Dinas Pekerjaan Umum dan Peru­mahan Rakyat sebagai pihak yang memberikan proyek sebab proses tender telah berjalan hingga pemba­yaran 75 persen.

Dinas PUPR, tambah Pasalbessy seharusnya lebih selektif dalam pro­ses pencairan karena berkaitan de­ngan uang negara, sehingga pen­cairan dana itu harus sesuai dengan syarat dan peraturan yang berlaku.

“Kalau seandainya mencapai 75 persen sementara proyek sudah sa­ma sekali tidak jalan maka itu jadi pertanyaan ini asal kasih uang tapi tidak pernah melihat fakta di lapa­ngan  ini repot,” tegasnya.

Pasalbessy lantas memperta­nya­kan keberadaan PPK dari Dinas PUPR Maluku yang gagal melaku­kan pengawasan, sebab pencairan hingga 75 persen  harus diikuti de­ngan bukti perkejaan di lapangan seperti apa jangan hanya percaya.

“Ini sudah jelas ada indikasi kerja sama antara pemberi dana dan penerima dana,” terangnya.

Pasalbessy menambahkan secara administrasi, Dinas PUPR Maluku harus bertanggungjawab  karena mengucurkan dana tanpa ada me­lihat kondisi di lapangan.

Terkait dengan aturan hukum, Pasalbessy menjelaskan dalam kai­tan dengan kasus ini perlu dicari siapa pelaku, dari sisi pasal 55 KUHP dengan ajaran turut serta melakukan.

“Kita harus melihat siapa pelaku utama, siapa yang membantu dan turut serta, saya pikir penyidik tahu dan pintar soal itu, karena tidak sembarang kasus bisa terjadi seperti ini,” bebernya.

Dekan Fakultas Hukum UKIM ini menegaskan tidak bisa serta merta menyalahkan pemborong karena mereka merupakan kucuran terakhir dari pekerjaan itu.

Terkait keterlibatan makelar proyek Fais, Pasalbessy mendesak agar yang bersangkutan juga harus di­min­takan pertanggungjawaban hu­kum sepanjang ada kaitan dengan mafia proyek yang dilakukan.

Namun perlu dilihat posisi Fais dalam proyek ini seperti apa, artinya dalam pencairan anggaran hingga proyek ini mangkrak ada keterlibatan nyata Fais seperti tanda tangan atau tidak, karena itu aparat penegak hukum harus dapat menyidik dan Fais bisa dikenakan pasal.

“Bisa saja Fais ini turut serta atau membantu melakukan tetapi bukti yang diajukan sehingga bisa menje­rat pak Fais agar terbukti antua bikin apa sehingga terjadi seperti itu. Tapi yang penting sumber dana dari mana artinya itu proyek Dinas kucuran itu turun dari mana itu yang mesti dilihat, sebab tidak mungkin anggaran hi­ngga 75 persen keluar tanpa pela­poran seperti ini

Dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum ditantang untuk melakukan tindakan hukum sebab jika tidak maka tendensi hukumnya masyarakat tidak lagi percaya dengan penegakan hukum.

Harus Diproses

Praktisi hukum Mohammad Nuku­hehe mengatakan dalam penegakan hu­kum, siapapun yang terlibat ha­rus diproses termasuk makelar pro­yek, Fais. “Siapapun harus diproses hu­kum termasuk makelar proyek itu,” ujarnya.

Menurutnya, aparat penegak hu­kum harus bergerak cepat untuk menyelidiki kasus ini dengan me­manggil Dinas PUPR Maluku untuk dimintai pertanggungjawaban hu­kum guna mengungkap aktor penting dalam mafia proyek ini.

Dinas PUPR seharusnya menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk membongkar mafia proyek yang mungkin saja terjadi selama ini.

Nukuhehe menjelaskan dari sisi ajaran ajaran kesalahan sebenarnya telah terpenuhi jika Dinas PUPR Maluku yang harus lebih dipersa­lahkan sebab dengan sengaja men­cair­kan anggaran negara tanpa me­lihat kenyataan proyek dilapangan.

Olehnya, Nukuhehe mendesak pe­negak hukum jntuk segera mengam­bil langkah cepat menyidik kasus dugaan korupsi mega proyek ini.

Mangkrak

Seperti diberitakan, Tahun 2020 lalu, Dinas PU Maluku merancang proyek Air Bersih di Pulau Haruku, yang tersebar di beberapa desa, seperti Kailolo, Pelauw, Rohomoni, Aboru dan Wasu.

Anggaran yang disiapkan pun tak tanggung-tanggung.

Seperti dilansir laman www.lpse. malukuprov.go.id, pagu proyek tersebut sebesar Rp. 13 miliar, yang bersumber dari pinjaman PT SMI.

PT Kusuma Jaya Abadi Construction, ditetapkan sebagai pemenang le­lang, dengan nilai Rp. 12.483. 909.041.36.

Sesuai kontrak, seluruh item peker­jaan harus mulai dilaksanakan tang­gal 3 Desember 2020 dan berakhir pada 31 Desember 2020. Kontrak­tor­nya sendiri sudah diberi uang muka, sebelum kerja sebesar 20 persen.

Tak cukup sampai di situ, mereka kemudian diberi tambahan dana sebesar 30 persen, sehingga total menjadi 50 persen. Betul-betul aneh. Sebelum bekerja apa-apa, kontraktor spesial ini sudah diberi modal Rp. Rp. 6,2 miliar.

Bahkan belum lama ini, sang kon­traktor juga sudah mencairkan ter­min 75 persen, sebesar Rp. 3.120. 997.250.

Sumber Siwalima di Pemprov Ma­luku mengatakan, pencairan terse­but dilakukan pada tanggal 17 Mei 2021. Termin 75 persen baru dicairkan sebelum lebaran, tanggal 17 Mei,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Dengan demikian, hingga saat ini tercatat sudah Rp. 9,3 miliar yang di­gelontorkan Pemprov untuk mem­biayai proyek mangkrak ini.

Sesuai pantauan lapangan, fisik proyek yang sudah selesai dikerjakan, tidak lebih dari 25 persen.

Detail Kerja

Sesuai kontrak, kontraktor diha­ruskan mengerjakan dua sumur di Kailolo, dua sumur di Pelau dan dua sumur lainnya di Namaa dan Naira.

Dua lokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi penggalian sumur di Kailolo terletak di kompleks Sekolah Dasar dan di dekat Kramat.

Dua sumur lain yang digali di Kailolo juga belum selesai dikerjakan dan hanya berbentuk lubang penge­boran yang ditutup karung plastik.

Selain sumur, kontraktor juga diharuskan membangun dua bak penampung yang masing-masing berkapasitas 100M3. Namun hingga kini hanya ada satu bak penampung yang dibangun, itupun masih belum rampung pengerjaannya.

Di Pelauw, titik penggalian sumur ada di belakang kantor Camat Pe­lauw, dimana kontraktor hanya menggali sumur yang belum selesai dikerjakan. Sedangan dua bak pe­nampung yang berkapasitas 100M3, sama sekali belum dibangun.

Dari pantauan di lapangan, dike­tahui kegiatan pengerjaan sudah le­bih dari satu bulan terhenti. Bebe­rapa warga desa yang ditemui Siwa­lima Selasa (25/5) mengaku kalau seluruh tukang yang mengerjakan proyek tersebut su­dah pulang se­belum bulan puasa lalu.

Tak Masuk Rohomoni

Staf pemerintah Negeri Rohomoni Rizal Sangadji membenarkan kalau awalnya sesuai rencana akan ada pembangunan air bersih di desanya. Walau begitu, sampai saat ini pro­yek tersebut tidak ada.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rizal mengatakan, sekitar sebulan lalu, kontraktor yang akan mengerjakan sumur bor untuk ke­butuhan air bersih di desanya sudah memasang alat bor dan peralatan lainnya di lokasi pengeboran.

“Mereka pasang cuma sekitar sebulan yang lalu, kemudian alat itu dicabut dan dibawa pergi entah kemana, kami tidak tahu alasan apa sehingga tidak jadi dibor airnya,” kesal rizal.

Dirinya mengaku sesuai dengan perencanaan pembangunan air ber­sih di Pulau Haruku dengan meng­gunakan dana SMI itu dibangun sumur bor selain di Desa Rohomoni, juga di Pelauw, Kailolo termasuk di Aboru. “Yang di desa lain sudah jalan tetapi, kami tidak, peralatan sudah dicabut,” jelasnya.

Sampai sekarang pun pihaknya belum mendapat konfirmasi dari dinas PUPR Maluku terkait alasan apa proses pembangunan batal dilaksanakan.

Akui Belum Selesai

Sekertaris Camat Pulau Haruku, Ali Latuconsina yang dikonfirmasi Siwa­lima membenarkan proyek air bersih di Pulau Haruku khususnya di Pelauw dan Kailolo belum selesai dikerjakan.

“Kalau untuk pengeboran sudah selesai, tetapi kalau pekerjaan lanjutan belum selesai, panel surya bak penampung itu belum dikerja­kan, mesin pompa belum dilaksa­nakan,” jelas Latuconsina kepada Siwalima melalui telepon seluler­nya, Rabu (26/5) lalu.

Menurutnya, proyek air bersih di Pulau Haruku dikerjakan tidak ada papan proyek, sehingga pekerjaan yang sudah harus diselesaikan namun belum diselesaikan.

“Ini dari akhir tahun lalu, mestinya sudah harus selesai sehingga masya­rakat sudah bisa manfaatkan tetapi belum. Para pekerja dari luar dan me­reka sudah pulang di sebelum puasa, dan belum balik. Sehingga belum ada pekerjaan lanjutan,” ujarnya.

Ia berharap, pekerjaan proyek air bersih ini bisa diselesaikan dan masyarakat bisa memanfaatkan.

“Harapan besar proyek ini harus segera dilanjutkan dan diselesaikan biar masyarakat bisa memanfaatkan proyek ini,” jelasnya singkat. (S-50)