AMBON, Siwalimanews – Salah satu point yang disampaikan mahasiswa saat melakukan demon­strasi di depan Kantor Pemkot Ambon yakni mempertanyakan surat vaksin dalam pelayanan publik. Aksi yang digelar mahasiswa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Senin (26/7) itu lagi-lagi menolak pe­nerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyaakarakat (PPKM) skala mikro level IIII.

Mahasiswa menilai selama ini banyak kebijakan Pemkot memaksa­kan kehendak, padahal kondisi sesungguhnya di Kota Ambon tidak seperti yang dialami kota-kota lain di Indonesia.

Menurut mahasiwa, PPKM tidak seharusnya diberlakukan di Ambon, sebab masyarakat merasa kesulitan, sehingga sangat menyengsarakan. “Terlalu banyak kebijakan yang dilakukan membuat masyarakat juga menjerit,” tandas Koordinator Aksi Jihat Toisutta dalam orasinya.

Aksi digelar sekitar pukul 13.00 WIT, dengan membawa spanduk yang bertuliskan penolakan PPKM, serta kebijakan Walikota menyeng­sara­kan rakyat. Dalam aksi tersebut sempat ada upaya dari salah satu mahasiswa untuk memanjat tembok pagar kantor Walikota, namun diha­langi anggota Satpol-PP.

Mirisnya, puluhan mahasiswa yang berdemo itu sebagian besar tidak mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan jaga jarak. Tidak nampak petugas Satgas Covid.

Baca Juga: TMMD 111: Lampaui Batas Negeri, Wujudkan Mimpi

Pantauan Siwalima, selama ber­orasi tidak ada satu pun pejabat pemkot yang bertemu dengan pen­demo. Teriakan “ayo buka pintu pa­gar, kalau tidak buka, kami akan ma­suk secara paksa, sebab sejak bebe­rapa hari kita datang Walikota tidak merespon apa yang menjadi keluhan kami, disampaikan bergantian oleh pendemo.

Koordinator aksi, Jihat Toisutta dalam orasinya meminta Walikota Ambon untuk turun menemui mereka dan mendengar aspirasi masyarakat yang disampaikan oleh mereka.

“Walikota Ambon kenapa tidak punya nyali untuk turun temui kami, pengecut,” tandas Jihat.

Menurutnya, PPKM tidak seharusnya diberlakukan, sebab masyarakat merasa kesulitan, sehingga sangat menyengsarakan. “Terlalu banyak kebijakan yang dilakukan membuat masyarakat juga menjerit,” tandas Jihat.

Ia juga menyesalkan, kebijakan Walikota yang meminta masyarakat untuk menunjukkan surat vaksin dalam pelayanan publik. “Masyarakat tidak boleh dipaksakan dalam pelaksanaan vaksin, jika terjadi apa-apa kepada mereka, apakah pemerintah kota dapat bertanggung jawab,” teriaknya.

Hampir dua jam demonstran melakukan orasi, namun tak ada satupun pejabat pemkot yang menemui mereka. Hal inilah yang membuat kesal para demonstran, sehingga  mereka menerobos masuk ke halaman Balai Kota dan membuang kulit ketupat sisa makanan mereka di halaman Balai Kota.

Usia membuang sampah sisa makanan di halaman Balai Kota, para demonstran membubarkan diri sekitar pukul 15.45 WIT, namun sebelum membubarkan diri mereka berjanji akan datang lagi dengan massa yang lebih banyak.

Pemkot Gagal

Aksi demontrasi mahasiswa menolak pemberlakuan PPKM berbasis mikro yang masif dilakukan akhir-akhir ini menuai polemik di tengah masyarakat. Anggota DPRD Provinsi Maluku, Fauzan Husni Alkatiri menilai aksi demonstrasi dari mahasiswa merupakan manifestasi dari kegagalan komunikasi pemerintah atas kebijakan yang dibuat.

Dijelaskan, kebijakan PPKM berbasis mikro telah diambil oleh pemerintah Kota Ambon dengan keyakinan ada itikad baik dari pemerintah untuk menekan laju peningkatan angka terkonfirmasi positif covid-19, namun niat baik itu mestinya dijalankan dengan komunikasi yang baik kepada seluruh stakeholder termasuk masyarakat kecil dan mahasiswa.

“Yang dilihat banyak aksi penolakan maka asumsi yang kita ambil bahwa ada kegagalan komunikasi Pemerintah atas kebijakan PPKM berbasis mikro tersecara sehingga aksi mahasiswa tidak mampu menerjemahkan itikad baik pemerintah ini sehingga timbullah aksi masyarakat,” ujar Alkatiri.

Jika dilihat secara cermat maka kebijakan pemerintah Kota Ambon yang diberlakukan tentu menimbulkan banyak pertanyaan dimana pembatasan-pembatasan yang dilakukan terkesan ada pilah pilih disana sini dan tidak substantif seperti kerumunan yang terjadi di pasar.

Hal ini terjadi sebagai akibat dari pembatasan jam berjualan masyarakat sehingga terjadi penumpukan dipasar dan antrian yang panjang dibeberapa swalayan.

Menurutnya, akibat PPKM banyak sekali kegiatan ekonomi masyarakat yang terbatasi dan dimana tanggungjawab sosial Pemerintah, artinya sampai dengan saat ini tidak ada bantuan yang disalurkan kepada masyarakat.

“Beberapa kali kita turun ke masyarakat dan memang masyarakat saat ini terkena dampak yang sangat kuat karena pembatasan itu,” bebernya.

Persoalan-persoalan inilah yang berusaha disuarakan oleh mahasiswa yang tentunya suara-suara mahasiswa ini tidak perlu direspon secara refresif seperti yang saat ini dilakukan oleh aparat karena itu jelas bertentang dengan logika demokrasi.

Politisi PKS Maluku ini menambahkan untuk mencegah gejolak tersebut maka mestinya aksi mahasiswa mendapatkan saluran yang baik, tetapi saat ini pemerintah tidak membuka kran komunikasi dengan baik secara komprehensif.

Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Alimudin Kolatlena mengatakan pemerintah Kota Ambon mestinya membuka ruang diskusi dan menjelaskan jika PPKM berbasis mikro yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk dari pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat di daerah.

“Kalau ada suara-suara dari publik mahasiswa yang menginginkan PPKM itu di tinjau kembali maka dalam dunia demokrasi Pemerintah harus membuka diri kepada mahasiswa untuk berdiskusi,” ungkap Kolatlena.

Menurutnya, bisa jadi apa yang disampaikan oleh elemen masyarakat melalui gerakan demonstrasi yang dilakukan  mahasiswa memiliki kebenaran berdasarkan kajian sosial.

Karena itu ruang diskusi harus dibuka sehingga apa tuntutan mahasiswa dapat menjadi poin diskusi, artinya Pemerintah Kota Ambon harus merespon dengan membuka diri untuk direspon secara akademis agar persoalan dapat diselesaikan.

“Evaluasi PPKM yang dilakukan pemerintah kota kalau ada benarnya dari masyarakat itu harus dipertim­bangkan,” cetusnya. (S-52)