AMBON, Siwalimanews – Puluhan pedagang dan mahasiswa menyampaikan protes terhadap Peraturan Walikota Nomor 16 tahun 2020.

Aksi Protes para pedagang dan mahasiswa ini dilakukan di depan Balai Kota Ambon, Jumat (12/6). Mereka beranggapan Perwali Nomor 16 Tahun 2020 sangat meresahkan masyarakat, terutama pada pasal 22 dan 23 yang mengatur tentang jam operasional tempat usaha.

Dalam aksi itu, para pedagang dan mahasiswa menilai ada unsur tebang pilih dalam penegakan perwali tersebut, dimana para pedagang hanya diberi waktu sedikit untuk berjualan sementara mini market milik para pengusaha besar, waktu operasionalnya lebih banyak.

Bahkan ada yang tetap beroperasional melebihi ketentuan pada Perwali Nomor 16, namun tetap dibiarkan tanpa ada pengawasan, sementara para pedagang di pasar, sudah diberi waktu sedikit, itupun diawasi ketetat oleh Satpol PP.

Jihat Toisutta salah satu mahasiswa yang ikut dalam aksi tersebut kepada Siwalimanews  disela-sela aksi itu menegaskan, Perwali yang dibuat pemkot sangat menindas masyarakat lemah.

Baca Juga: Akademisi Minta Pemkot Siapkan SOP PSBB

Pasalnya, pada pasal 22 dan 23 di perwali itu, seolah-olah melindungi industri besar,  kenapa demikian, karena jika dilihat PKL di atur jam opersionalnya sampai jam 16.00 WIT sementara Indomaret bahkan Alfamidi jam operasionalnya sampai pukul 21.00 WIT. Sudah begitu, kedua mini market milik para pengusaha besar ini juga tidak mentaati perwali ini.

“Contohnya, Alfamidi dan Indomaret di Kebun Cengkeh dong bajual hanya 3 gerai yang dibuka, namun operasionalnya melewati waktu yang ditentukan dalam perwali, katong mau aturan itu dibuat mengikat semua orang, jangan tebang pilih,” cetusnya.

Oleh sebab itu, kata Toisuta, Perwali ini harus dihapus, minimal pasal 22 dan 23. Selain itu, ditengah kondisi seperti saat ini juga, mengapa PKL masih dibebankan dengan membayar retribusi.

Selain itu, pemkot dan gugus tugas kota juga harus transparan soal pedagang yang positif Covid-19 baik yang meninggal maupun yang dirawat. Transparan yang para pedagang inginkan yakni, mereka diberi penjelasan tentang riwayat pasien yang meninggal.

Hal ini dikarenakan, sampai saat ini pihak pemkot atau gugus tugas hanya mengatakan semua pasien meninggal karena Covid, padahal belum sampaikan riwayat bawaan penyakitnya seperti apa.

“Tidak ada pernyataan yang jelas yang disampaikan mereka, mati bukan karena hanya covid-19, tolong transparansi untuk kami sehingga kami juga tahu hal yang sebenarnya,” tandasnya.

Setelah berorasi cukup lama, para pedagang dan mahasiswa ini ditemui Sekot Ambon AG Latuheru. Di depan sekot koordinator aksi Ikbal Kapalale membacakan dua poin tuntutan mereka.

Kedua tuntutan tersebut yakni, pertama, minta agar Walikota Ambon mencabut Perwali No 16 tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang di dalamnya mengatur waktu operasional tempat-tempat usaha dan moda transportasi. Selain itu walikota juga diminta untuk selalu transparan dalam penanganan kasus Covid-19.

“Kita janji jika tuntutan ini tak ditindaklanjuti, maka kita akan melakukan aksi yang sama dengan massa yang lebih banyak lagi,” tegas Kaplale.

Usai membacakan kedua tuntutan itu, Kaplale kemudian menyerahkannya kepada Sekretaris Kota Ambon, AG Latuheru.

Didepan para pedagang dan mahasiswa, Latuheru memastikan, tuntutan para pedagang dalam bentuk pernyataan siakp ini telah diterima dan akan disampaikan kepada walikota.

“Kita akan pelajari dulu baru nantinya kita akan kaji ulang perwali tersebut.

Usai mendengar penjelasan sekot para pedagang dan mahasiswa yang tergabung dalam aksi itu kemudian membubarkan diri. (Mg-5)