AMBON, Siwalimanews – Mantan Kadis Ling­kungan Hidup dan Per­sampahan (LHP) Kota Ambon, Lucia Izack me­ngakui menggunakan anggaran BBM di luar peruntukannya. Penga­kuan tersebut disam­pai­kan­nya kepada hakim di Peng­adilan Tipikor Ambon Kamis (13/1).

Lucia memberikan keterangan sebagai ter­dakwa kepada majelis hakim dalam sidang  yang dipimpin Felix Wuisan. Tim Jaksa Pe­nuntut Umum yang dipimpin Ajid Latuconsina menghadir­kan Lucia sebagai terdakwa.

Lucia didampingi Pena­sehat Hukum, Jonathan Kai­nama. Sidang digelar secara virtual melalui video conference. Dalam keterangan Lucia diketahui terdapat sejumlah kebija­kannya selaku kadis yakni meng­gunakan anggaran BBM yang seha­rusnya digunakan untuk operasio­nal pengangutan sampah.

Diketahui sisa anggaran BBM yang dihambur-hamburkan Kadis untuk program fiktif tersebut berasal dari selisih anggaran BBM kenda­raan Amroll. Seperti keterangan Bendahara Pengeluaran Yenny Wattimena yang mengatakan Lucia Izaack, memerintahkannya untuk memanipulasi laporan pertanggung­jawaban pembayaran BBM item mobil armroll menggunakan tiga jalur, padahal rillnya hanya dua jalur.

Perintah langsung tersebut di­sampaikan Lucia saat memanggil dirinya dan bendahara pembantu, Maureen Luhukay. Hanya saja per­nyataan ini dibantah Lucia.

Baca Juga: Bareskrim Polri Penentu Nasib Walikota Tual

“Saya tidak pernah memerintah­kan demikian,” bantah Lucia.

Menurutnya, saat itu bendahara pengeluaran memberitahukan untuk pembayaran Amrol tidak maksimal untuk dua jalur. Namun dirinya mengatakan untuk membayar dua jalur. Sementara selisih anggaran disimpan untuk mengatisipasi ke­terlambatan SP2D.

“Amrol diminta 3 jalur di bayar 2 jalur, ada selisih uang yang disimpan bendahara pengeluaran atas sepe­ngetahuan saya, anggarannya di­sim­pan dan diprioritaskan untuk panjar para supir manakala SP2D terlambat, dan memang setiap bulan SP2D kami baru keluar di atas tanggal 10 bahkan di Oktober sama sekali tidak keluar,” ungkapnya.

Peryataan Lucia ini berbanding terbalik dengan fakta yang ada.

Bukannya menyimpan selisih anggaran untuk mengantisipasi keterlambatan SP2D, Lucia justru mengeluarkan kebijakan hingga selisih anggaran yang tersimpan tersebut habis terpakai.

Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan yakni pemberian insentif atau reward kepada sejumlah pejabat di Dinas LHP dengan menggunakan anggaran BBM. Padahal pemberian insetif tidak masuk dalam pagu anggaran. Hal itu dilakukan atas inisiatif Lucia Izack selaku Kadis.

Anggaran yang digelontorkan untuk kegiatan fiktif ini terbilang cukup besar, lantaran jumlah insentif yang diberikan dibanrol dengan nilai Rp.2.5 Juta hingga 10 juta per orangnya.

Anehnya insentif tersebut juga diterima oleh Lucia Izack sendiri.

“Insentif ini merupakan penghar­gaan untuk para pekerja, kebijakan ini atas pembahasan antara saya, sekretaris dan bendahara, karena tidak dianggarkan. Anggarannya diambil dari anggaran BBM dengan jumlah beragam. Saya, sekretaris dan PPK terima 10 juta, Kasubbag Persampahan, Bendahara Pengelua­ran terima 5 juta dan bendahara pen­damping menerima Rp.2.5 juta,” jelas Lucia menjawab pertanyaan JPU.

Tak hanya ditahun 2019, Lucia juga mengakui bahwa pemberian insentif juga dilakukan ditahun 2020 dengan menggunakan sisa dari ang­garan BBM, padahal dirinya me­ngetahui bahwa sisa anggaran ter­sebut harusnya dikembalikan ke kas.

“Itu berlangsung hingga 2020 ma­sih menggunakan anggaran BBM, kalau sesuai ketentuan harusnya di kembalikan ke kas,” akuinya.

Keterangan Lucia Izack ini sempat menimbulkan pertanyaan baru JPU, dikarenakan fakta persidangan, pemeriksaan sejumlah saksi yang sebelumnya dimintai keterangan bertolak belakang dengan ketera­ngan Lucia.

Sekretaris Dinas Alfredo Leka­mahua misalnya, dalam persidangan sebelumnya, mengaku hanya me­nerima Rp.5 juta dari insentif, sementara PPK Mauritz malah me­ngaku tidak menerima sama sekali. Tak hanya dua pejabat DLHP ini, nama nama yang disebutkan Kadis sebagai penerima Insentif juga membantah menerima uang sesuai jumlah yang dikatakan.

Lalu kemana anggaran tersebut mengalir ? Masih menjadi misteri yang dimasukan JPU sebagai cata­tan untuk proses sidang selan­jutnya. Mendengar keterangan ter­dakwa, hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda tuntutan JPU. (S-45)