AMBON, Siwalimanews – Guna menggali fakta dugaan korupsi belanja rutin pengelolaan ke­uangan Politeknik Negeri Ambon tahun 2022, tim penyidik Ke­jaksaan Negeri Ambon telah menggarap sebanyak 60 saksi.

“Total sudah 60 orang saksi yang dipe­riksa. Puluhan saksi itu semuanya berasal dari Poltek Ambon dan pihak ketiga yang me­laksanakan kerja sama dengan lembaga pen­di­dikan tersebut,” jelas Kasi Pidsus Kejari Ambon, Eka Palapia kepada Siwalima di melalui telepon selulernya, Rabu (6/9).

Usai pemeriksaan 60 saksi tersebut, lanjut Palapia, tim penyidik Kejari Ambon akan memeriksa Direktur Politeknik Ambon, Dady Mairuhu.

“Kita masih fokus memeriksa sejumlah saksi. Total hingga hari ini sudah 60 orang yang kita periksa. Untuk direktur akan kita periksa pada 18 September nanti,” kata Palapia.

Selain itu, lanjut Palapia, pihaknya telah membangun koordinasi de­ngan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Maluku untuk audit penghitungan kerugian negara.

Baca Juga: Aktivis Kecam Dugaan Pelecehan Seksual Bupati Malra, Polisi Serius Usut

“Kerugian negara belum. Kita sedang koordinasi dengan auditor untuk melakukan audit. auditor dari BPKP,” ujarnya.

Palapia meminta publik untuk bersabar, dan serahkan semuanya kepada penyidik untuk mengung­kapkan kasus tersebut hingga tuntas nantinya.

Untuk diketahui pada tahun 2022, Poltek Ambon mendapatkan alokasi anggaran dana APBN sebesar Rp72.701.339.000,-. Rincian itu, terdiri dari APBN reguler sebesar Rp 61. 976.517.000,- dan Pendapatan Bukan Pajak atau PNBP senilai Rp10, 724,822.000.

Dari rangkaian penyelidikan yang dilakukan tim penyelidik di bidang Pidsus, berupa pengumpulan data dan keterangan terhadap 12 orang saksi dan juga beberapa dokumen terkait dengan bukti pertanggung­jawaban penggunaan anggaran pada pos belanja rutin, diduga terjadi penyimpangan.

Dimana pengelola keuangan di lembaga pendidikan itu, ditemukan pelaksanaan kegiatan yang dikon­trak kepada beberapa perusahaan atau pihak ketiga, ternyata peru­sahaan tersebut hanya menerima fee senilai 3 persen plus PPN. Sedang­kan sisa uang tersebut dikelola langsung oleh pengelola keuangan.

“Setelah ditelusuri uang yang dikelola oleh pengelola keuangan tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang sah menurut ketentuan yang berlaku. Hal ini diduga terjadi perbuatan melawan hukum melanggar UU Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara,”kata Kajari Andryansah.

Akibat perbuatan tersebut, lanjut Kajari, telah ditemukan adanya indikasi perbuatan  yang merugikan keuangan negara senilai Rp1,716 229.000.

“Ini baru indikasi yang dida­patkan dari hasil penyelidikan. Namun, nantinya berapa keuangan negara yang akan dihitung itu akan kita mintakan bantuan dari auditor, permintaan audit kerugian nega­ranya,” katanya.

Atas perkara tersebut, diduga telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagai­mana telah diubah dan disempur­nakan dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.(S-26)