AMBON, Siwalimanews – Koordinator Wilayah LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengungkapkan, pihaknya telah mendapatkan laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa, laporang du­gaan penyelewenangan dana Pokok pikiran DPRD Kota Ambon telah diterima.

Selain itu, KPK saat ini se­men­tara menelaah laporan dana Pokir DPRD Kota Ambon tahun 2021-2022 untuk selanjutnya membentuk tim pengusutnya.

“Kami sudah mendapatkan pemberitahuan dari KPK bahwa  saat ini sudah mene­rima laporan dari LIRA Ma­lu­ku, tentang amburadulnya pengelolaan Dana Pokir oleh anggota DPRD Kota Ambon tahun 2021 dan 2022,” ung­kap Sariwating dalam rilisnya kepada Siwalima, Selasa (20/2).

Dia menjelaskan, pemberitahuan dari KPK ini diterima Selasa (20/2) sekitar pukul 13.15 WIT dimana laporan tersebut tercatat dengan nomor registrasi no. 2024- G- 00462.

Dalam pembicaraan selama 12 menit, selain mengapresi asi laporan,  KPK juga meminta supaya laporan yang saat ini masih ditelaah, agar didukung lagi dengan bukti/ data tambahan berupa proyek-proyek apa saja yang dibiayai dengan Dana Pokir.

Baca Juga: Anak Ketua DPRD Ambon Divonis 4 Tahun Bui

“Kami sedang menyiapkan bukti/data dimaksud,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelum­nya, LSM LIRA Maluku secara resmi melaporkan dugaan am­buradulnta pengelolaan dana pokok pikiran (Pokir) DPRD Kota Ambon tahun 2021-2022 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam laporan nomor 01/A-DPW/LIRAMAL/II/2024 yang diteken oleh oleh Koordinator Wilayah LIRA Maluku, Yan Sari­wating itu juga ditujukan ke LIRA Pusat.

Dalam rilisnya yang ditujukan ke Siwalima, Senin (5/1) Sariwa­ting menyebutkan, pada tahun anggaran 2021, ada 361 paket proyek dengan skema Peng­adaan Langsung (PL), dimana masing-masing proyek dengan nilai nominal dibawah Rp 200 juta

Dari 361 proyek PL ini, sebagian besar yaitu sebanyak 321 proyek, merupakan usulan

Pokir DPRD dengan total anggaran senilai Rp.55.6 miliar.

Dengan anggaran sebesar Rp55.6 miliar untuk 321 proyek, maka masing-masing anggota DPRD mulai mengatur strategi bagaimana supaya proyek-pro­yek ini bisa mereka kelola sendiri

Padahal dalam manajemen pengelolaan dana Pokir area ini menjadi sisi rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Apalagi ada ketegasan dari KPK  dan harus dipatuhi, bahwa anggota DPRD tidak punya hak dan wewenang untuk mengelola dana Pokir, itu menjadi kewenangan dari pihak eksekutif (Pemkot), DPRD hanya mengawasi pelak­sanaan dan realisasinya

Akibatnya proyek-proyek yang ditangani anggota DPRD melalui dana Pokir menjadi masalah dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana  korupsi

Pekerjaan PL ternyata mem­ba­wa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD antara lain yaitu, (a) tidak ada proposal, namun semuanya diusulkan langsung oleh anggota DPRD.

(b) dari 321 proyek Pokir, ada 24 proyek yang dikerjakan amburadul tidak sesuai dengan spek, berakibat pekerjaan tidak bermutu bahkan ada yang kurang volume, dan berpotensi terjadi kebocoran keuangan daerah dengan akumulasi sebesar Rp. 500 juta lebih.

(c) dalam proses penetapan kontraktor pelaksana, DPRD berlaku sangat diskriminatf, bahkan terkesan  tidak adil dimana ada 1 orang kontraktor bisa mengerjakan 4 hingga 5 proyek dalam 1 desa/negeri.

Dia mencontohkan seperti di Desa Tawiri ada 5 proyek pekerjaan drainase, dikerjakan hanya oleh CV Excel Pratama ( EP ) dengan akumulasi dana sebesar Rp800 juta lebih. Kemu­dian di Desa Halong ada 4 proyek pekerjaan drainase dikerjakan hanya oleh CV. Puteri Kembar Permai (PKP) dengan akumulasi dana sebesar Rp400 juta lebih.

(d) begitu juga dilokasi yang lain ada, 5 proyek pemasangan lampu jalan, hanya dikerjakan oleh CV. Panamas dengan akumulasi dana sebesar Rp700 juta lebih. Begitu juga dengan CV. Barestu yang mengerjakan 4 proyek lampu jalan, kemudian 4 proyek penahan badan jalan dikerjakan hanya oleh CV. Soepandji

Dana sebesar Rp55.6 miliar  digunakan hanya untuk meme­nuhi usulan dari anggota DPRD berupa pokir dewan dan dipakai sebagai PL, dimana  semuanya be­rupa paket proyek seperti pem­buatan drainase, talud, lampu jalan,  jaringan air bersih dll.

Selain itu, lanjut dia, dari ang­garan PL sebesar Rp55.6 miliar, ternyata sampai dengan  selesai tahun anggaran 31-12-2021, realisasi pembayaran proyek hanya sebesar Rp.13.2 miliar, sehingga sisanya  sebesar Rp42,4 miliar  lebih, merupakan gagal bayar, akibatnya menjadi hutang Pemkot Ambon

Hal tersebut menegaskan, bahwa perencanaan dan realisasi PL tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ketersediaan anggaran.

TA 2022

Dia menyebutkan, tidak ber­beda dengan tahun 2021, ditahun 2022 ini juga proses pengelolaan dana Pokir, diduga semuanya diatur oleh anggota DPRD. Akibatnya dalam pekerjaan pro­yek PL, telah membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota  DPRD antara lain  yaitu (a) tidak ada proposal yang diajukan, namun seluruhnya diusulkan  langsung oleh anggota DPRD.

(b) ada beberapa lokasi proyek yang dipindah, tidak pada lokasi usulan awal, bahkan ada proyek yang semula dianggarkan, tapi entah kenapa proyek tersebut diganti dengan proyek lain

(c) ada proyek yang awalnya tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), namun diajukan sebagai proyek baru pada DPA Perubahan

(d) dalam tahun 2022, ada 5 buah proyek pekerjaan lampu jalan dengan akumulasi dana sebesar Rp500 juta lebih, hingga pertengahan tahun 2023 tidak pernah dikerjakan  artinya pro­gress pekerjaannya 0% tersebar di 5 desa/negeri seperti Negeri Hative Kecil, Desa Halong, Desa Galala, Kec Wainitu dan Gunung Nona

Ditegaskan, sebagai penye­leng­gara negara, maka apa yang telah dilakukan oleh anggota DPRD, adalah suatu perbuatan yang telah melenceng jauh dari tupoksi yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dimana dalam penggunaan anggaran harus efisien, terarah memperhatikan rasa keadilan serta dapat diper­tanggung jawabkan.

Tindakan ini melanggar Perpres No.16 tahun 2018 tentang Peng­adaan Barang dan Jasa Peme­rintah, sebagaimana  yang telah diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2021

Pasal 7 ayat 1 point f : “semua  pihak yang terlibat dalam  peng­adaan barang dan jasa, meme­nuhi etika, menghindar  dan men­cegah pemborosan dan pembo­coran keuangan Negara

Selanjutnya, PP No.12 tahun 2019 tenang Pengelolaan Ke­uangan  Daerah Pasal 3 ayat 1 : “pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, efisien dan ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatuhan, manfaat untuk ma­syarakat serta taat pada keten­tuan perundang-undangan. (S-05)