AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemilihan Umum dinilai tidak siap menyelenggarakan pemilu serentak 2024 dengan sejumlah per­soalan yang terjadi.

Akademisi Fisip UKIM Ame­lia Tahitu mengungkapkan, sejak hari pemungutan suara sampai dengan perhitungan suara saat ini terdapat begitu banyak persoalan yang terjadi. Mulai dari persoalan teknis pemilu hingga masalah Sirekap yang justru menimbulkan dinamika ditengah masyarakat.

“Banyak masalah yang terjadi selama pemilu ini, mulai hal teknis seperti tidak ada formulir C Plano, surat suara yang rusak dan sekarang masalah sirekap, ini kan menimbulkan perta­nyaan dari publik,” ujar Tahitu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (20/2).

Menurutnya, semua persoal­an yang terjadi menunjukkan KPU sebagai penyelenggara tidak siap dalam menjalani tugas, padahal masyarakat menaruh perhatian besar bagi KPU.

Tahitu menegaskan jika KPU menyediakan aplikasi Sirekap sebagai alat bantu bagi masyarakat untuk mengetahui hasil pemilu mestinya sistim ini disiapkan dengan baik.

Baca Juga: Pelayanan Publik Empat OPD Pemprov Rendah

KPU sejak awal mestinya sudah memprediksi ratusan juta orang akan masuk mengakses system, sehingga Sirekap yang dibentuk juga harus handal.

Bukan sebaliknya dengan aplikasi Sirekap yang dibentuk justru menjadi polemik yang pada akhirnya masyarakat akan memperdebatkan data yang ada dalam sistem.

“Kalau KPU tidak siap mestinya Sirekap itu jangan lagi digunakan, karena data yang digunakan tapi data yang disajikan justru merugi­kan peserta pemilu, jadi dihentikan saja Sirekap itu,” tegasnya.

Hentikan Tayangan

Sementara itu, akademisi Fisip Unidar, Sulfikar Lestaluhu menye­salkan penggunaan aplikasi Sirekap yang sampai saat ini tidak mampu memberikan informasi lengkap kepada masyarakat.

Dijelaskan, inovasi KPU dalam membentuk sistem yang bertujuan memberikan informasi terkait hasil perhitungan suara di TPS kepada publik justru menimbulkan kebi­ngungan dan polemik dalam ma­syarakat.

“Memang masyarakat ini bingung dengan data-data yang diupload dalam Sirekap, maka jangan salah kalau masyarakat menduga ada permainan dari oknum tertentu,” ujar Lestaluhu.

KPU kata Lestaluhu, mestinya mengadakan satu sistem yang mampu dan handal kepada masya­rakat tetapi jika faktanya terjadi banyak masalah maka KPU se­sungguhnya tidak siap sebagai penyelenggara.

Lestaluhu pun meminta KPU menghentikan seluruh proses di Sirekap dan mengutamakan per­hitungan manual, agar tidak terjadi persoalan yang lebih luas ditengah masyarakat.

“Kalau Sirekap ini tidak dihentikan maka akan terjadi persoalan besar ditengah masyarakat, sebab orang akan menganggap data dalam Sirekap itu benar, jadi sementara dihentikan saja,” tegasnya.

DPRD Desak KPU

Komisi I DPRD Provinsi Maluku mendesak KPU menghentikan seluruh tayangan data pemilu yang ditampilkan dalam aplikasi Sirekap.

Sekretaris Komisi I DPRD Maluku, Michael Tasaney kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (20/2) menjelaskan, data yang ditampilkan dalam Sirekap telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Hal ini terjadi lantaran data yang diupload dalam sistem tidak sesuai dengan data rill pada masing-masing TPS.

“Sejak selesai pemilu sampai saat ini data yang masuk di Sirekap justru membuat masyarakat menjadi bingung karena terjadi perubahan yang tidak wajar,” kesal Tasaney.

Penyajian data dalam Sirekap menurut Tasaney harus memberikan kepastian kepada masyarakat agar tidak menimbulkan prasangka buruk masyarakat terhadap penyeleng­garaan terkait dugaan konspirasi dan sebagainya.

KPU kata Tasaney, tidak boleh membiarkan masalah sirekap ini terus menerus terjadi karena berpotensi dapat menimbulkan ketegangan dalam masyarakat.

Tasaney menegaskan jika sistem yang dibuat KPU menyulitkan masyarakat maka salah satu langkah yang harus ditempuh yakni meng­hentikan seluruh tayangan Sirekap.

“KPU harus menghentikan se­luruh tayangan Sirekap karena kalau tidak maka ini berpotensi menim­bulkan konflik ditengah masyarakat karena tidak ada ketidakpastian,” tegasnya.

Alami Perubahan

Pengamat Kebijakan Publik, Nataniel Elake mengaku kaget dengan data pemilu yang terekam pada Sirekap yang seringkali mengalami perubahan.

Dikatakan, perubahan data yang terjadi di aplikasi Sirekap dapat dipahami akibatnya terjadi gang­guan pada server yang tidak dapat membaca dengan baik data yang diupload.

Namun, persoalan ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpastian dari masyarakat terhadap KPU sebagai penyeleng­gara pemilu.

“Mungkin saja terjadi kesalahan di server sehingga sistim tidak bisa membaca data yang diinput dan berakhir terjadi perubahan angka, tapi publik bisa juga menilai bahwa kejadian ini adalah satu perbuatan sistematis dari penyelenggara pemilu,” ujar Elake kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (20/2).

Selain itu, perubahan data dalam Sirekap tidak wajar sebab tidak sesuai dengan fakta perolehan suara calon di TPS.

KPU kata Elake harus segera menyikapi persoalan ini agar sampai menimbulkan kecurigaan dari masyarakat seakan-akan ada per­mainan dari orang tertentu terhadap hasil pileg.

Diakuinya, pasca persoalan ini KPU sempat menghentikan taya­ngan Sirekap namun justru persoal­an ini tidak dapat diatasi.

Elake pun meminta KPU RI untuk menghentikan sementara tayangan Sirekap sambil perbaikan sistem dilakukan agar tidak menimbulkan persoalan baru.

“Dinamika ini bisa menimbulkan persepsi buruk jadi KPU lebih baik menghentikan tayangan Sirekap sampaikan ada perbaikan baru lanjut, artinya KPU harus benar-benar menemukan letak kesala­hannya,” pungkasnya.

Sementara itu, anggota KPU Maluku Hanafi Renwarin mem­bantah adanya upaya permainan untuk memenangkan calon tertentu dengan gangguan yang terjadi pada aplikasi Sirekap.

Menurutnya, Sirekap sejak awal dibentuk KPU secara alat bantu untuk membandingkan data manual sehingga dapat mempercepat informasi kepada publik.

“Sirekap ini hanya alat bantu tetapi bukan data pasti karena yang pasti itu hanya data perhitungan manual yang sedang dilakukan secara berjenjang,” ujar Hanafi.

Diakuinya, persoalan yang belakangan terjadi terkait dengan keterlambatan data di Sirekap, Hanafi mengakui jika terjadi eror akibat dari begitu banyak orang yang masuk untuk mengakses data dan in­formasi.

“Sistem kita sedikit mengalami masalah, coba bayangkan dengan jumlah TPS yang mencapai delapan ratus ribuan lebih yang wajib datanya diupload dalam waktu yang sama pasti jebol juga,” bebernya.

Hanafi menegaskan KPU RI terus berupaya agar error yang terjadi pada aplikasi sirekap dapat diatasi dan semuanya kembali’ normal.

Bawaslu Telaah

Atas indikasi kecurangan yang terjadi di 7 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Ambon saat pemilihan umum Presiden-Wakil Presiden, Pemilihan anggota DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berlang­sung 14 Februari 2024 kemarin.

Bawaslu Kota Ambon sedang melakukan telaah hukum terkait sanksi pidana terhadap para penyelenggara pemilu ditingkat TPS.

Demikian disampaikan Reno Pattiasina, Devisi Hukum, Pence­gahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kota Ambon, yang diwawancarai Siwalima via telepon selulernya, Selasa (20/2).

Menurutnya, dari indikasi kecu­rangan yang terjadi, tentunya ada sanksi pidananya.

“Pasti ada sanksi pidana karena pelanggaran administrasi pada prinsipnya tidak menghilangkan pelanggaran pidananya. Tapi untuk persoalan itu, masih dilakukan telaa oleh teman-teman yang ada pada Devisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Ambon,” terangnya.

Namun pada prinsipnya, lanjut Reno, pelanggaran administratif itu tidak menghilangkan sanksi pidananyanya.

Ditanya apakah pihaknya juga merekomendasikan indikasi kecu­rangan itu untuk diproses hukum, dia mengatakan, hal itu yang sementara ditelaah oleh devisi penanganan.

Disinggung bahwa indikasi kecurangan yang terjadi pada TPS-TPS tersebut, adalah hal yang disengaja lantaran petugas TPS yang notabenya adalah jajaran KPU ditingkat desa/negeri dan kelu­rahan, pada dasarnya mengetahui orang-orang atau warga yang hendak melakukan pencoblosan. Belum lagi saat pencoblosan, prosesnya begitu ketat sampai harus memperlihatkan kartu identitas (KTP), Reno me­nanggapi, bahwa itu yang semen­tara ditelaah. “Pasti ada sanksi pidananya,”katanya.

Adapun 7 TPS di Kota Ambon yang terindikasi terjadi kecurangan saat pencoblosan, yakni TPS 3 Kelurahan Urimessing Kecamatan Nusaniwe (Dapil III), TPS 11 Desa Halong Kecamatan Baguala (Dapil IV), TPS 22 Halong Kecamatan Baguala (Dapil IV), TPS 5 Nania Kecamatan Baguala (Dapil IV).

Berikutnya, TPS 10 Karang Panjang Kecamatan Sirimau (Dapil I), TPS 21 Hative Kecil Kecamatan Sirimau (Dapil II) dan TPS 63 Batumerah Kecamatan Sirimau (Dapil II).

Dengan bentuk kecurangan diantaranya, soal jumlah surat suara sah melebihi jumlah pemilih atau pengguna surat suara.

Dia menambahkan, ada indikasi pemilih pencoblos lebih dari 1 kali dan kecurangan lainnya, yakni pemilih dari desa lain yang menggunakan hak pilih pada desa lain melalui DPK.

Timbulkan Ketidakpastian

Berpotensi menimbulkan ketidak­pastian, Komisi Pemilihan Umum didesak menghentikan penayangan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara Pemilu serentak 2024.

Pasalnya, pasca pemungutan suara sampai dengan saat ini, begitu banyak data yang ditampilkan melalui aplikasi sirekap justru tidak sesuai dengan fakta di TPS.

Akademisi Fisip Unpatti Paulus Korutelu mengecam terjadinya perubahan data pada Sirekap yang berpotensi menimbulkan ketidak­pastian dalam masyarakat.

Dikatakan, sistem secanggih apapun yang dibuat oleh KPU untuk memberikan informasi kepada publik tetap memiliki celah dan kelemahan.

Namun, kelemahan yang tidak masuk akal yakni, ketika terjadi degradasi data dalam Sirekap dengan fakta yang sesungguhnya.

“Kalau hasil perhitungan tiba-tiba turun drastis maka ini tidak masuk akal, kalau dia lejelit naik itu masuk akal karena ada masukan data dari TPS yang lain, sehingga masyarakat bisa saja berasumsi kalau potensi kecurangan itu ada,” ungkap Koritelu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (19/2).

Koritelu menegaskan penayang­an Sirekap yang berpotensi menim­bulkan adanya perubahan yang radikal harus menjadi perhatian serius KPU, sebab akan menim­bulkan persoalan yang lebih meluas.

Diakui Koritelu, transparansi informasi kepada publik merupakan hal yang wajib diberikan tetapi tranparansi tanpa akuntabel akan menimbulkan terjadinya kekacauan karena kecurigaan publik hari ini bahwa pemilu sarat dengan kecurangan.

Koritelu pun meminta KPU untuk menghentikan sementara tayangan Sirekap yang dapat menimbulkan disinformasi dalam masyarakat.

Dugaan Penggelembungan

Calon Anggota DPD RI, Nono Sampono mengadukan dugaan penggelembungan 72.067 suara hasil sirekap yang tertuang dalam situs Pemilu2024.kpu.go.id.

Wakil Ketua I DPD RI itu resmi melaporkan dugaan penggelem­bungan suara tersebut ke Posko Pengaduan Pemilu 2024 di Kantor Perwakilan DPD Provinsi Maluku, Senin (19/1).

Selisih temuan C1 dengan situs Pemilu2024.kpu.go.id dengan total 72. 067 suara sesuai temuan per 17 Februari 2024, pukul17.31 WIT.

Sampono mengaku, ada kete­rangan resmi Ketua KPU RI bahwa suara yang masuk di Sirekap, tidak menjadi rujukan di pemilu.

Dia menganalogikan, hasil du­gaan penggelembungan suara 14 calon anggota DPD RI ada yang dapat sapi, kambing dan ayam. Tapi ada yang dapat suara berbeda. Ada calon yang dapat 7 ribuan, ada 6 ribuan, ada 4 ribuan bahkan 3 ribuan, hingga ada calon yang dapat seribu suara lebih.

Sampono mengaku, dirinya akan segera melaporkan dugaan peng­gelembungan suara ini ke KPU Maluku dan Bawaslu Maluku.

“Terkait hal ini, ada dua solusi yang kami tawarkan yakni semua data pada link https://pemilu­2024.kpu.go.id dihapus karena data-data tidak sesuai, merata pada semua kandidat dan menyebar di 11 kabupaten/kota kemudian opsi kedua, segera dilakukan perbaikan data disesuaikan dengan form C1 dari tingkat kecamatan, kabupaten sampai tingkat provinsi,” desaknya.

Ditambahkan, setelah kembali dari masa reses dan pengawasan ini, akan meminta Sekjen untuk segera mengangendakan rapat dengar pendapat bersama pimpinan KPU RI, Bawaslu RI, Kapolri, Panglima TNI, BIN, Jaksa Agung dan Mendagri.

 

Gelisahkan Publik

Ketua Bawaslu Maluku Subair mengaku jika Sirekap sangat menggelisahkan public terutama para peserta Pemilu.

Pasalnya, dalam pengawasan beberapa hari terakhir kemarin kami mendapati ada pesan yang disam­paikan untuk menunda seluruh rekapitulasi tingkat kecamatan.

Ditambahkan, alasannya sedang dilakukan sinkronisasi data di Sirekap. Karena kita Bawaslu merujuk PKPU 25 terkait tahapan dan jadwal tahapan karena itu kami menghimbau kepada seluruh jajaran KPU untuk tetap melakukan rekapitulasi sesuai jadwal.

“Tadi saya pikir sudah ada perubahan di sistim Sirekap ternyata belum dan perubahan malah banyak menyimpang, bukan menjadi lebih baik malah jadi lebih tidak baik,” ungkapnya, saat menerima laporan  Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono ke Kantor Bawaslu Maluku, Selasa (20/2).

Terkait dengan adanya laporan penggelembungan suara calon anggota DPD yang terdapat pada Sirekap sebagaimana temuan Tim Media Centre Nono Sampono, Subair mengatakan, akan diteruskan pihaknya akan rapat untuk menyampaikan kejadian-kejadian khusus di tiap provinsi.

Menurutnya, sedang dilakukan perhitungan tingkat kecamatan, disaksikan para saksi, nanti itu dimasukkan ke hasil pemilihan tingkat kecamatan.

“Saya percaya jika dilakukan hitung C1 akan menjaga kemurnian suara, kita tidak bisa menggunakan data Sirekap. Misalnya suara DPD ada yang suaranya sampai 800, padahal ketika kita chek hanya 7 suara,” pungkasnya.

Selain ke Kantor Bawaslu Maluku, Nono Sampono juga melaporkan hal yang sama ke KPU Provinsi Maluku.

Namun sayangnya, saat ke Kantor KPU Maluku, tidak ada satupun komisioner KPU Maluku dan hanya diterima oleh Sekretaris KPU Maluku, Ilham. (S-20/S-25/S-08)