AMBON, Siwalimanews – Kurang dari sebulan, masa jabatannya sebagai Walikota Ambon berakhir dan Richard Louhenapessy bakal dibuat sibuk dengan berbagai kasus hukum, mulai dari pemeriksaan KPK, hingga laporan polisi.

Memang oleh Komisi Pembe­rantasan Korupsi, Walikota Ambon dua periode itu su­dah berulang kali diperiksa, terkait dengan dugaan ko­rupsi se­masa menjabat sedari 2011-2021.

Selain RL, sebutannya, anak, keluarga, hingga ke­ra­­bat dekatnya juga ikut di­garap penyidik lembaga anti rasuah itu.

Begitupun dengan sejum­lah kepala dinas yang antri diperiksa berulang kali oleh penyidik KPK di Kantor BPKP Perwakilan Maluku, Wai­haong, Ambon.

Tak ketinggalan, sejumlah rekanan kelas kakap yang dikenal dekat de­ngan RL juga turut diperiksa. Bah­kan se­luruh kepala dinas dan reka­nan, diha­ruskan membawa print out rekening koran sepuluh tahun ter­akhir.

Baca Juga: Richard dan Syarief Dilantik

Berbagai sumber yang dekat de­ngan KPK menyebutkan, kasus hukum yang melilit RL masih me­nganga dan tunggu waktu untuk dieksekusi.

Kini, di akhir masa jabatannya, RL kembali dibikin kaget dengan lapo­ran Lumbung Informasi Rakyat (LI­RA) ke Kapolri, terkait Surat Pe­rintah Perjalanan Dinas fiktif Peme­rintah Kota Ambon mandek di Pol­resta Pulau Ambon Pulau-pulau Lease.

Empat tahun sudah kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemerintah Kota Ambon tertahan di Polresta Pulau Ambon Pulau-pulau Lease. Puluhan saksi sudah diperiksa, termasuk RL dan istrinya, Leberina Louhena­pessy, namun kasus ini jalan di tampat dan tak ada perkembangan­nya. Hal ini membuat Dewan Pim­pinan Wilayah LIRA Provinsi Malu­ku melaporkan ke Kapolri.

Dalam laporan nomor 11/A-DPW/LIRAMAL/IV/2022, perihal: laporan tentang mandeknya penaganan ka­sus dugaan korupsi atas kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon Tahun 2011 oleh Polres Pulau Ambon dan PP Lease, LIRA menyebutkan, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon tahun 2011 murni merupakan hasil temuan penyidik Polres Ambon dan Pp Lea­se, yang diduga merugikan negara sebesar Rp1 miliar lebih.

Adapun motifnya dengan cara menggunakan biaya perjalanan fiktif sambil merekayasa surat tugas maupun tiket perjalanan dan belum bisa dipertanggungjawabkan sebe­sar Rp742 juta lebih.

Bukan itu saja, ada tiket perjalanan sebesar Rp342 juta lebih dengan nama tanggal keberangkatan code booking yang semuanya itu tidak terdaftar pada maskapai penerba­ngan baik Garuda, Sriwijaya Air maupun Batavia Air.

Kepada Siwalima, Kamis (21/4), Sariwating menuturkan, kasus SPPD fiktif mulai dan lidik pada bulan Mei 2018 saat Polres Ambon dijabat oleh Kapolres Sutrisno Hadi Santoso dan Kasat Reskrim AKP Rival Effendy Adikusuma.

Menurutnya, kedua pejabat ini ber­sama penyidik serius dan bersu­ngguh-sungguh ingin agar kasus ini secepatnya dituntaskan.

Kesungguhan ini bisa dibuktikan dengan kerja keras dari tim penyidik sehingga berhasil mengumpulkan keterangan-keterangan dari berba­gai pihak, serta diperkuat dengan dokumen-dokumen yang berhasil disita, sehingga dalam jangka waktu dua bulan saja yaitu bulan Juni 2018 dilakukan gelar perkara bertempat di Ditreskrimsus Polda Maluku. Se­lanjutnya, gelar perkara yang dila­kukan saat itu, selain dihadiri oleh tim penyidik, Kasat Reskrim, Kanit Tipikor juga turut hadir Wakil Ditreskrimsus Polda Maluku, AKBP Harold Huwae.

Dari gelar perkara tersebut, disim­pulkan bahwa kasus ini layak dan patut untuk ditingkatkan ke penye­lidikan.

Penyidikan, ujar Sariwating, di­kerjakan penyidik bekerja penuh semangat dengan target agar kasus ini segera dituntaskan. “Dimulai dengan mengirim surat pemberita­huan dimulainya penyidikan ke Kejaksaan Negeri Ambon, kemu­dian memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan tambahan untuk memperkuat bukti-bukti yang sudah ada. Saksi-saksi yang dipanggil dan sudah dimintai keterangan selain pejabat teras pada  Pemkot Ambon, tidak terkecuali Walikota Ambon Richard Louhenapessy, beserta istrinya,” ujarnya.

Namun kata Sariwating, saat penyidik sedang mempersiapkan berkas untuk dilimpahkan ke jaksa penuntun umum, tiba-tiba masya­rakat dikagetkan dengan adanya mutasi jabatan bagi Kasat Reskrim AKP Rival Effendy Adikusuma, perwira yang berhasil membongkar kasus ini dari awal hingga berada di tahap penyidikan harus rela meninggalkan kesatuannya.

Tak lama setelah Rival berpindah tugas, giliran Kapolres AKPB Sut­risno Hadi Santoso juga ikut dimu­tasi. Pengganti Sutrisno yaitu Kom­bes Leo Surya Nugraha Sumatu­pang yang diharapkan bisa melan­jutkan proses penyidikan ternyata tidak melakukan tugasnya sema sekali.

Kini pengganti Leo sebagai Ka­polres adalah Kombes Pol Raja Arthur Lumogga, sedangkan AKP Mido Manik menjabat sebagai Kasat Reskrim. Kedua pejabat ini masih akfit memimpin Polres Ambon, namun sangat disayangkan kasus yang telah berjalan selama 4 tahun sejak mulai diusut di tahun 2018 oleh pejabat Polres yang baru inipun tidak mampu untuk diselesaikan.

Kasus ini seakan tidak diperhati­kan, tetap mandek. entah apa kendala utama sehingga penyidik tidak bergairah untuk menuntaskannya.

Untuk ketahui, sejak kasus ini diusut tahun 2018 hingga saat ini, sudah terjadi pergantian kapolres/kapolresta sebanyak 3 kali begitu juga dengan Kasat Reskrim telah diganti sebayak 3 kali, namun kasus ini tetap tidak bisa diselesaikan.

“Penegasan hukum semacam ini, tegas Sariwating, seharusnya tidak boleh terjadi dan akhirnya akan berpengaruh terhadap citra dan nama baik dari korps kepolisian itu sendiri.

“Saksi-saksi semua telah diperiksa bukti-bukti sudah ditangan penyidik bahkan hasil audit dari bahan pemeriksa keuangan telah dikan­tongi, lalu apa yang menjadi ham­batan sehingga kasus ini mengam­bang tak jelas. kuat dugaan ada pihak-pihak tertenti yang turu me­ngintervensi kasus ini,” ujarnya.

LIRA menyimpulkan, berdasarkan apa yang diuraikan itu maka dapat­lah ditarik kesimpulan bahwa tidak ada niat yang sungguh dari Polres, bolehlah dikatakan ada du­gaan penyidik mendapat tekanan dalam menjalakan tugasnya, sebagai apa­rat penegak hukum yang profesional sehingga kasus ini tidak dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Karenanya LIRA meminta Kapolri membentuk tim terpadu langsung dari mabes Polri agar bisa mengusut kasus ini dan menyelesaikanya se­suai dengan ketentuan yang ber­laku.

“Jika dalam pengusutan nanti oleh tim ditemukan adanya unsur kese­ngajaan yang dilakukan pihak Pol­res, maka haruslah diambil tinda­kan tegas dan menegur agar nama baik dan citra Polri tidak bisa tergerus dan tercemar di mata masyarakat,” harapnya.

Laporan ini kemudian tembusan­nya disampaikan kepada Bareskrim Mabes Polri, Irwasum Mabes Polri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kapolda Maluku, Presiden LSM LIRA Indonesia di Jakarta.

Pertanyakan

Praktisi hukum Fileo Pistos Noija dan Gideon Batmomolin memperta­nyakan alasan mengapa kasus du­gaan korupsi SPPD Fiktif Pemkot Ambon yang ditangani Satreskrim Polresta Ambon mendek.

Menurut Noija, publik ingin mengetahui perkembangan kasus ini, sehingga seharusnya tim penyi­dik Satreskrims Polresta Pulau Ambon harus memproses kasus ini hi­ngga tuntas.

“Jadi pertanyaan kenapa kasus­nya ini berhenti. Apa.alasan sehing­ga tidak jalan kasusnya. Ini bukan kasus perdata  Ini kasus korupsi dan dana negara sudah keluarkan untuk lakukan penyelidikan dan penyidi­kan, seharusnya kasusnya jalan,” ujarnya.

Noija meminta, Satreskrims Pol­resta Ambon untuk transparan menanggani kasus ini sehingga diketahui publik.

“Jadi seharusnya jalan agar semua masyarakat bisa mengetahui sejauh mana hasil yang di dapat dari kasus ini,” tuturnya.

Tak berbeda jauh dengan Noija, praktisi hukum, Gideon Batmomolin juga meminta pihak kepolisian untuk transparan dalam menanggani kasus ini, apalagi sudah empat tahun tak ada perkembangannya.

“Terkait dengan kasus SPPD Fiktif dari pihak polres sejak tahun2028 sudah lakukan penyidikan harus transparan apakah kasusnya cukup bukti atau tidak,” sebutnya.

Jika cukup bukti, maka tim penyidik harus sampaikan ke publik dan bu­kan memberikan kasusnya mandek.

“Publik kan tahu awalnya me­ngebu-gebu melakukan pemeriksa­an, itu berarti harus ada kelanju­tannya dan transparan dalam peme­riksaan,” katanya.

Ia mendorong Satreskrim Polresta Ambon untuk melihat kasus ini lagi agar kepercayaan masyarakat kepa­da aparat kepolisian dalam rangka penegakan hukum terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi tetap terjaga. “Beta dorong polres sebagai aparat penegak hukum meli­hat ulang persolan ini agar mas­yarakat merasa percaya terhadap Polresta Ambon,” pintanya.

Sementara itu, Siwalima masih berusaha mendapatkan konfirmasi dari Kasat Reskrim Polresta Ambon, AKP Mido Manik, melalui telepon se­lulernya, namun belum merespon hi­ngga berita ini naik cetak. (S-20/S-21)