AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Rido Sampe menuntut mantan Ke­pala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Seram Bagian Timur, Abdullah Rumain dengan pidana 8 tahun penjara.

Kasatpol PP Kabupaten SBT itu dituntut dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan ang­garan honorarium anggota Satpol PP Tahun Anggaran 2020, dalam sidang yang di­pimpin hakim Ketua Lutfi Al­zagladi didampingi dua hakim anggota lainya.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum Rido Sampe saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (16/5) malam.

Terdakwa dinilai bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal 18 jo Un­dang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, terdakwa juga dituntut membayar denda se­besar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca Juga: Miliki Senpi & Puluhan Amunisi, Polisi Ringkus Warga SBB

Terdakwa juga dituntut mem­bayar uang pengganti senilai Rp476 juta, dengan ketentuan bila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Jika terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pembelaan.

Diketahui, Rumain mengko­rupsi honorarium anggota Satpol SBT pada bulan November hingga Desember 2020. Honorarium se­besar Rp952 juta itu tak dibayar­kan ke pegawai.

Namun diduga tidak dibayar­kan, anggaran tersebut diguna­kan untuk kegiatan yang tidak termasuk dalam DPA SKPD sebesar Rp 272 Juta.

Selain itu, anggaran tersebut juga dipakai untuk pembayaran pinjaman kurang lebih sebesar 230 Juta dan sisanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang diduga fiktif sebesar Rp 450 Juta. (S-26)