AMBON, Siwalimanews – Pengusutan kasus pemba­yaran remunerasi Bank Maluku Malut menjadi solusi untuk membongkar borok jajaran direksi Bank Maluku-Malut.

Akademisi Fakultas Hukum Unpatti, George Leasa mengatakan, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang oleh direksi dan komisaris berpotensi mendatangkan kerugian bagi Bank Maluku-Malut.

Potensi kerugian bagi Bank Maluku-Malut tersebut kata Leasa, harus di­buktikan dengan pengusutam yang dilakukan aparat penegak hukum baik kejaksaan atau kepolisian.

“Kasus ini sudah masuk dalam pem­beritaan media maka aparat penegak hukum harus mengambil langkah un­tuk mengusut kasus remunerasi ini,” te­gas Leasa saat diwawancarai Siwa­lima melalui telepon selulernya, Senin (28/8).

Menurutnya, aparat penegak hukum harus proaktif merespon persoalan pem­bayaran remunerasi yang dila­kukan direksi tanpa adanya persetu­juan pemegang saham.

Baca Juga: Cabuli Bocah, Tukang Ojek Diciduk Polisi

Perbuatan direksi lanjut Leasa, merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan se­ngaja dan mengakibatkan kerugian keuangan daerah yang ditempatkan pada Bank Maluku.

“Bayangkan saja dari tahun 2020 sampai sekarang tetap jalan terus berarti sudah berapa banyak kerugian bagi Bank Maluku-Malut. Jadi harus diusut,” jelasnya.

Leasa menegaskan, pengeluaran secara ilegal karena tidak mendapat persetujuan RUPS sebagai pengam­bil keputusan tertinggi harus di­mintakan pertanggungjawaban se­cara hukum.

Sikap APH

Sementara itu, praktisi hukum Rony Samloy mempertanyakan sikap penegak hukum yang belum juga melakukan pengusutan terhadap persoalan pembayaran remunerasi.

Dijelaskan, secara hukum pemba­yaran remunerasi yang dilakukan para direksi dan pejabat Bank Malu­ku merupakan perbuatan melawan hukum dan tidak dapat diterima.

“Prinsipnya pembayaran remune­rasi itu sudah melanggar hukum, jadi harus diusut oleh aparat penegak hukum hingga tuntas,” ujar Samloy saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (28/8).

Menurut Samloy, tidak ada alasan bagi aparat penegak hukum untuk menunda-nunda pengusutan kasus pembayaran remunerasi, sebab akan berdampak bagi bank secara kelembagaan.

Apalagi, masyarakat saat ini sangat mengharapkan adanya sikap proaktif dari aparat penegak hukum terhadap semua bentuk penyalahgu­naan keuangan daerah.

Karenanya, Samloy meminta ada­nya perhatian serius dari kejaksaan maupun kepolisian agar secepatnya melakukan penyelidikan terhadap kasus dimaksud.

Bongkar Borok

Seperti diberitakan sebelumnya, aparat penegak hukum didesak segera mengusut berbagai masalah yang saat ini melilit Bank Maluku-Malut.

Desakan itu disuarakan akademisi fakultas hukum, organisasi pemuda, maupun praktisi hukum, menyusul dugaan remunerasi tak halal yang diterima direksi Bank Maluku-Malut.

Mereka mendesak aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi, maupun KPK, tidak tinggal diam terkait pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisari yang diduga sarat dengan pelanggaran hukum.

Sebagaimana diberitakan, pemba­ya­ran remunerasi yang dilakukan sejak tahun 2020-2023 kepada jaja­ran direksi maupun komisaris, ter­nyata tanpa persetujuan RUPS.

Akademisi Hukum Unpatti, Reimon Supusepa menjelaskan, berdasarkan Pasal 96 dan pasal 113 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas secara tegas me­ngatur bahwa, penetapan besaran gaji dan tunjangan dewan direksi dan dewan komisaris ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Ketentuan hukum tersebut secara langsung memberikan batas bahwa pembayaran remunerasi wajib dila­kukan melalui keputusan para pemegang saham, sebab RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam perseroan terbatas termasuk Bank Maluku-Malut.

“Apapun alasannya penetapan gaji dan tunjangan wajib dilakukan melalui RUPS sebab UU PT itu memberikan kewenangan bagi RUPS. Diluar itu merupakan pelang­garan hukum,” tegas Supusepa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).

Dewan direksi kata Supusepa, berdasarkan UU, hanya diberikan kewenangan untuk mengeksekusi pembayaran gaji dan tunjangan/remunerasi yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Menurutnya, jika RUPS tidak memutuskan besaran tunjangan atau remunerasi maka direksi tidak boleh mengambil kebijakan apapun, sebab akan bertentangan dengan aturan hukum.

Supusepa menegaskan, dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh diam, tetapi harus mengusut kasus tersebut.

Pengusutan kasus pembayaran remunerasi lanjut Supusepa perlu dilakukan guna mengetahui lebih jauh terkait peristiwa pidana yang dilakukan dalam pembayaran remu­nerasi.

“Kita bisa saja berspekulasi bahwa pembayaran remunerasi ini masuk dalam perbuatan pidana tetapi juga tidak, kalau bagi saya sudah ada peristiwa pidana yang terjadi dalam pembayaran remune­rasi. Makanya aparat penegak hu­kum harus masuk untuk mengusut kasus ini agar ada kepastian hu­kum,” tegasnya.

Terkait dengan circular letter yang dikeluarkan Direksi Bank Maluku-Malut, Supusepa menegaskan, jika penerbitan circular letter tidak berlaku ke belakang melainkan kede­pan artinya, keberlakuan sebuah perjanjian atau persetujuan setelah ditandatangani.

Circular letter tambah Supusepa, tidak dapat menghapus perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dilakukan direksi, sebab pembayaran remunerasi yang telah dilakukan telah menyalahi ketentuan.

“Kami berharap aparat penegak hukum dapat merespon pemberitaan media massa terkait kasus pemba­yaran remunerasi, agar ada kepas­tian hukum dan tidak menjadi bola liar ditengah masyarakat,” cetusnya.

Salah Wewenang

Terpisah, praktisi hukum Djidon Batmomolin mempertanyakan sikap aparat penegak hukum yang hingga saat ini belum juga melakukan pengusutan terhadap pembayaran remunerasi yang bertentangan dengan aturan.

Menurutnya, bila dilihat dari duduk perkara maka secara nyata telah terjadi penyalahgunaan wewe­nang yang berujung pada kerugian keuangan bank.

“Nyata-nyata pelanggaran hukum sudah terlihat jelas jadi aparat penegak hukum jangan tunggu, tetapi harus segera melakukan pe­ngusutan,” tegas Batmomolin ke­pada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).

Batmomolin menegaskan pener­bitan circular letter yang menjadi solusi OJK tidak dapat diberlakukan untuk menutupi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan direksi selama tiga tahun kebelakang.

Circular letter kata Batmomolin, mungkin saja dilakukan sebagai bentuk tata kelola perbankan, yang selama ini tidak memiliki dasar hukum tetapi tidak berlaku surut.

“Secara hukum tidak dapat diterima jika circular letter itu untuk menutupi kesalahannya dimasa lampau tapi untuk perbaikan kedepan, jadi tidak bisa menghapus pidana,” ujar Batmomolin.

Dijelaskan, jika direksi memahami aturan perbankan secara jelas maka seharusnya tidak boleh mengambil tindakan tersebut tetapi harus menu­nggu persetujuan melalui RUPS.

Batmomolin menduga kuat ter­dapat unsur kesengajaan atas kebi­ja­kan pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi, sebab dengan pengetahuan perbankan yang di­miliki direksi mengetahui dengan pasti akibat hukumnya jika pemba­yaran tidak dilakukan berdasarkan persetujuan pemegang saham.

Karenanya, Batmomolin mende­sak aparat penegak hukum untuk segera melakukan pengusutan de­ngan memeriksa jajaran direksi dan komi­saris, agar ada pertanggung­jawaban terhadap keuangan Bank Maluku.

“Prinsipnya tidak boleh dibiarkan penyalahgunaan wewenang di Bank Maluku ini terjadi begitu saja, jadi sebagai praktisi hukum saya minta ini diusut oleh kejaksaan atau kepolisian,” pungkasnya.

Desakan OKP

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon mendesak, pihak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan terhadap pemberian remunerasi oleh Bank Maluku-Malut.

Mereka menilai tindakan tersebut merupakan kejahatan. Pasalnya, pemberian remunerasi terjadi tanpa ada RUPS sebelumnya.

Fungsionaris HMI Cabang Ambon Syawal Tamher mendesak aparat penegak hukum baik Polda Maluku maupun Kejati Maluku untuk segera mengusut tuntas persoalan masalah ini.

Menurutnya, penerimaan remune­rasi oleh jajaran direksi dan komi­saris bank plat merah tersebut ini merupakan sebuah praktik kejaha­tan, yang bisa harus segera di usut bahkan hal ini sudah berjalan sekitar tiga tahun.

“OJK merupakan lembaga yang mengawasi juga seharusnya mem­be­rikan evaluasi terhadap Bank Maluku-Malut untuk memperbaiki masalah ini. Sebab hal ini sudah berlangsung sejak lama jangan sampai asumsi lain kemudian mun­cul bahwa ada upaya persekong­kolan jahat, antara pihak Bank Ma­luku dengan pihak OJK,” tandas Tamher kepada Siwalima melalui sambungan telepon selulernya, Jumat (25/8).

Tamher mengaku, keberadaan Bank Maluku Maluku Utara merupa­kan sesuatu yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan eko­nomi di Provinsi Maluku, olehnya itu praktik-praktik kejahatan harus segera diusut sampai tuntas.

APH Perlu Usut

Ketua presidium PMKRI Cabang Ambon, Johan Kapres meminta agar aparat penegak hukum segera mengusut pemberian remunerasi Bank Maluku-Malut.

Pasalnya, pemberian tersebut diduga sarat akan kejahatan dan tidak sesuai dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor 45/POJK.03/2015.

“Tentang penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum. Hal ini ketika dibiarkan dan tidak ada penanganan dari pihak penegak hukum akan menim­bulkan kerugian bagi bank dan juga daerah,” ujarnya. (S-20)