AMBON, Siwalimanews – Klaim Walikota Ambon, Richard Louhenapessy kalau lahan TPA dan IPST Toisapu, Kecamatan Leitimur Selatan hutan dilindung, diduga sebagai upaya untuk me­nghindari pembayaran kepada pemilik lahan.

Pemkot Ambon awalnya berniat membayar lahan milik Enne Kai­luhu sekitar 10 Ha. Sebagai bukti ke­seriusan, Pemkot membayar down payment sebesar Rp. 660 juta.

Pemilik lahan berulangkali me­minta Pemkot melaksanakan ke­sepakatan dalam Akta Perdamaian 269, diantaranya penyiapkan app­rasail untuk menilai pembayaran la­han. Namun tidak dilakukan.  Somasi kemudian dilayangkan. Tetapi, lagi-lagi tak dihiraukan.

Geram dengan sikap pemkot, pemilik lahan menutup jalan ma­suk ke TPA dan IPST. Alhasil, Kamis (8/10) puluhan supir truk peng­angkut sampah tak bisa masuk untuk membuang sampah.

Pemkot pusing dan buru-buru mengundang pemilik lahan untuk melakukan pertemuan. Usai per­temuan, Walikota  menyampaikan pernyataan mengejutkan, kalau areal TPA dan IPST adalah hutan lindung. Benarkah?

Baca Juga: Klaim Lahan TPA dan IPST Hutan Lindung, Walikota Asbun

“Kelihatannya pemkot menghin­dar dari pembayaran besar, apa­lagi sejak awal Pemkot sudah sa­lah bayar dari awal, jadi tidak mu­ng­kin lagi pemkot mengeluarkan biaya untuk membayar lagi kedua kali, karena itu akan mengaki­bat­kan persoalan hukum,” kata Ang­gota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Ambon, Jantje Wenno, kepada Siwalima, Sabtu (17/10).

Menurut Wenno, yang berkewe­nangan menyatakan bahwa itu hutan lindung atau bukan adalah kewenangan Pemprov Maluku.

“Kalau menjadi kewenangan provinsi maka tentunya penjelasan dari Dinas Kehutanan Provinsi yang harus dipegang,” ujarnya.

Lanjutnya, jika masuk dalam hutan lindung, maka tidak mungkin Pemkot Ambon membangun TPA di situ.  “Sejak awal mestinya Pemkot melakukan konfirmasi kepada Dinas Kehutanan agar tidak keliru,” tandasnya.

Anggota DPRD Maluku dapil Kota Ambon lainnya, Rostina me­minta agar Pemkot Ambon mema­tuhi perjanjian yang telah dibuat bersama pemilik lahan.

“Pemkot harus segera menyele­saikan persoalan ini sesuai de­ngan perjanjian,” tegasnya.

Baku Bantah

Pernyataan Walikota bahwa la­han TPA dan IPST adalah kawasan hutan lindung, dibantah Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Ie.

Menurut Sadli, kawasan itu me­rupakan Areal Penggunaan Lain (APL), sehingga tidak ada urusan­nya dengan Kementerian Kehu­tanan.

“Lahan yang dibeli Pemkot Ambon seluas 10 hektar untuk perlua­san areal TPA dan IPST Toisapu itu APL bukan kawasan hutan lin­dung, dari status kawasan tidak ada masalah,” kata Sadli Ie kepada Siwalima di Kantor Gubernur Maluku, Selasa (13/10).

Menurutnya, perluasan lahan TPA yang dibeli Pemkot Ambon jaraknya tidak jauh dari kawasan hutan lindung. “Tapi dalam peta 854 tentang kawasan perairan Provinsi Maluku lokasi yang dibeli pemkot bukan merupakan kawa­san hutan lindung,” jelas Sadli.

Salah satu kuasa hukum Enne Kailuhu, Edward Diaz mendukung per­­nyataan Sadli Ie. Ia mene­gaskan pernyataan Walikota Ambon meru­pakan bentuk pemboho­ngan publik.

“Kadis Kehutanan provinsi pu­nya domain disini, lalu kenapa sampai walikota saya katakan bohongi publik, karena yang ber­sangkutan tidak berkoordinasi langsung de­ngan provinsi terkait hal ini,” ucap Diaz kepada Siwa­lima, melalui telepon selulernya, Rabu (14/10).

Walikota Keukeuh

Pernyataan Kadishut Sadli Ie, disanggah lagi oleh Walikota. Dia balik menyarankan Sadli agar bertanya ke Kemenhut agar tidak menjadi polemik berkepanjangan.

Menurutnya, status lahan tersebut merupakan lahan hutan lindung, yang sampai dengan hari ini masih diproses pengembalian status lahan tersebut di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Coba di cek Dolo. Bilang beliau cek ulang untuk itu. Cek itu, cek di kementerian kehutanan, karena itu petnjuk dari kementrian kehuta­nan. Ada SK Menteri Kehutanan yang menetapkan itu. Oleh karena itu bilang kadis kehutanan, coba kon­firmasi dulu jangan sampai ngomong salah. Seperti itu,” tutur Louhenapessy kepada Siwalima di Ambon, Kamis (15/10).

Disinggung soal ada unsur ke­sengajaan dengan penetapan status lahan tersebut, agar tidak me­lakukan proses pembayaran lan­jut kepada Enne Kailuhu, Wa­likota dengan tegas membantahnya.

“Tidak, tidak itu. Berdosa itu. Saya bilang buat you, you bilang buat itu tolong bilang ke kepala dinas untuk dikonfirmasi ke ke­menterian kehutanan, itu dulu,” tegas Louhenapessy.

Dia justru menduga nomor peta yang disampaikan Sadli itu adalah peta lama, sehingga dirinya takut hal tersebut dapat memprovokasi pemilik lahan. “Iya itu dia, bilang itu hati-hatilah jangan sampai itu provokatif kan bisa repot itu dia,” tambahnya.

Pemkot Undang Lagi

Pemilik lahan TPA dan IPST Toi­sapu, Enne Yosephine Kailuhu me­ngaku, Pemkot Ambon telah me­la­kukan koordinasi dan mengun­dang pihaknya untuk melakukan pertemuan pada Rabu (21/10).

“Pemkot menggundang hari Senin, namun kita minta hari Rabu untuk rapat, karena saya sedang ada di luar kota untuk sedikit uru­san keluarga,” kata Kailuhu kepa­da Siwalima, Minggu(19/10).

Kailuhu mengatakan, pihaknya mendapat informasi kalau pemkot sudah membentuk tim. Namun tujuan pembentukan tim itu, tidak tahu. “Apakah tim yang dibentuk oleh pemkot ini tim untuk apprasail atau tim apa,” ujarnya.

Soal deadline satu minggu yang diberikan kepada pemkot, Kailuhu mengatakan, pihaknya menunggu hasil rapat pada Rabu.

“Nantinya setelah rapat dulu baru bisa diketahui, karena dalam rapat kita tetap memberikan ultimatum jika tidak ada kepastian tanggal deadline waktu maka akan lakukan penutupan,” ujarnya. (Cr-2/Mg-5)