AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon Richard Lou­henapessy menga­ku, dirinya sudah me­minta ke pemerintah pusat untuk mengha­pus insentif tenaga ke­sehatan (nakes) yang menangani Covid-19.

Alasan walikota, pembayaran in­sentif nakes menimbulkan masa­lah. “Saya sudah bilang kepada pe­merintah pusat, tidak usah kasih in­sentif, dari pada nanti jadi masa­lah bagi saya punya nakes,” tandas Louhenapessy, kepada wartawan Minggu (18/10) di Ambon.

Mantan Ketua DPRD Maluku ini  mengatakan, insentif nakes di Kota Ambon saat ini menjadi sorotan negatif dari berbagai pihak. Pada­hal mereka menangani Covid-19 dengan sangat baik.

“Lebih baik tidak ada insentif, dari pada menjadi sorotan, seakan-akan semua kerja keras nakes di­manipuler, dimanfaatkan dan lain sebagainya. Padahal, mereka  ker­ja sangat tulus,” ujar Louhena­pessy.

Dirinya mengungkapkan, pe­ngor­banan yang dilakukan nakes su­dah sungguh-sunguh, namun masih saja menjadi sorotan buruk dari pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Baca Juga: DPRD Minta Insentif Nakes Segera Dibayar

“Pengorbanan para nakes sa­ngat luar biasa. Namun, karena hoax yang berkembang maka se­akan-akan, kalau kita kejar-kejaran dengan para pasien, nanti dinilai bahwa hanya untuk insentif, pada­hal tidak sama sekali,” tandas Louhenapessy.

Louhenapessy mengatakan, semua data pasien Covid-19 yang dimiliki bukan data fiktif dan tidak ada yang dimanipulasi.

“Data-data tentang perkemba­ngan Covid-19 bukan sembara­ngan, namun itu melalui kajian aka­demis. Para ahli epidemiologi kerjakan untuk menjadi konsultan resmi, agar memberikan informasi tentang kasus ini, “ ujarnya.

Tak Temukan Penyimpangan

Seperti diberitakan, Kapolresta Kombes Leo Surya Nugraha Sima­tupang mengaku, selama tim ben­tukan Polresta melakukan pen­dam­pingan belum menemukan adanya penyimpangan di Satgas Covid-19.

“Sesuai petunjuk dari Mabes Polri, selama masa pandemik kita lakukan pendampingan terhadap kegiatan covid, termasuk masalah yang ditemukan, mekanismenya, jika ada masalah kita akan koor­dinasikan ke penggunaanya untuk segera diperbaiki, namun sejauh ini belum ada penyimpangan,” je­las Simatupang kepada wartawan di Mapolresta Ambon, Rabu (14/10).

Dijelaskan, jika ditemukan ada masalah, penanganan awal akan dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) Kota Ambon. Nantinya, ketika APIP meng­alami kesulitan dan tidak dapat me­ngatasi masalah, barulah Pol­resta Ambon yang melakukan pe­nindakan.”Kan ada APIPnya, kalau ditemukan ada penyimpangan ditangani oleh APIP, kalau APIP tidak bisa tangani opsi terakhir baru kita yang melakukan penindakan,” ujarnya.

Ditanya soal anggota yang di­mutasi, Kapolresta mengaku, mu­tasi anggota yang dilakukan dika­renakan anggota tersebut melaku­kan tugas diluar kewenangan dengan memalsukan tanda tangan Kasat Reskrim untuk melakukan penyelidikan.

“Kita tidak pernah keluarkan su­rat penyelidikan, surat yang dike­luarkan adalah surat untuk asis­tensi. Setelah kita telusuri kenapa surat itu beredar, ternyata ada sa­lah satu anggota kami yang mela­kukan pemalsuan tanda tangan, dan dikirimkan sehingga mem­buat heboh,” bebernya.

Mutasi juga dilakukan kata Kapolresta, hanya terhadap satu anggota, yang sebelumnya menja­bat Kanit Reskrim.

“Hanya satu anggota yang dimu­tasi jabatannya Kanit. Yang ber­sangkutan juga sementara ini menjalani proses kode etik oleh Propam,” ujarnya.

Sebelumnya, saat melakukan asistensi anggota Tipikor Satres­krim Polresta Ambon menemukan dugaan mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan (nakes), dan pemotongan insentif nakes di Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon. Namun saat hendak di­selidiki, anggota Tipikor itu dimuta­sikan karena melanggar kode etik.

Jangan Ditutupi

Anggota Satreskrim Polresta Ambon yang memalsukan tanda tangan Kasat Reskrim AKP Mido J. Manik adalah urusan internal polisi. Silakan dia diproses sesuai kode etik. Tetapi dugaan mark up di Satgas Covid-19 Kota Ambon jangan ditutupi.

Memang tugas yang diberikan adalah asistensi terhadap Satgas Covid-19 dan Dinas Kesehatan Kota Ambon. Walaupun melalui prosedur yang salah, namun ang­gota Satreskrim itu harus diajung­kan jempol, karena hendak mela­kukan penyelidikan atas dugaan penyelewengan yang ditemukan.

“Kalau ada pelanggaran kode etik, maka hal itu masuk dalam ra­nah internal, tetapi masalah hu­kum tidak boleh dikaitkan dengan masalah internal,” tandas, Akade­misi Hukum Unpatti, George Lea­sa, kepada Siwalima, Rabu (14/10).

Leasa yakin, anggota Satreskrim itu menemukan dugaan penyele­wengan saat melakukan asistensi. Hanya saja, menyelidikan yang hendak dilakukan tanpa melalui mekanisme di internal kepolisian.

“Mungkin harus menyampaikan kepada pimpinan untuk ditindak­lanjuti. Tetapi harusnya prosedur hukum tidak boleh berbelit-belit, sehingga tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Prak­tisi hukum Fileo Fistos Noya. Me­nurutnya, temuan dugaan korupsi harus tetap diusut. “Kasusnya harus tetap jalan. Apalagi ini kasus korupsi,” ujarnya. (Mg-6/Cr-1)