AMBON, Siwalimanews – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak ada kapal cantrang yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di Laut Aru.

Selain itu, alat penangkapan ikan itu dilarang beroperasi di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) karena merusak dan tidak ramah lingkungan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap mengungkapkan jumlah kapal perikanan aktif yang melaut di WPPNRI 718 sebanyak 1.399 unit. Mayoritas jenis alat tangkap yang digunakan antara lain jaring insang hanyut, pancing cumi, pukat cincin (purse seine) dan rawai dasar.

“Saya jamin tidak ada kapal cantrang yang melaut di sana. Ini sudah tidak lagi digunakan, kalaupun ada, mereka rugi apabila melaut di WPPNRI 718 dan pasti akan ditangkap aparat yang berwenang,” jelasnya saat beraudiensi dengan Ikatan Mahasiswa Jargaria Aru, Senin (18/7).

Menanggapi kebijakan penangkapan ikan terukur yang dinilai merugikan masyarakat Maluku, Zaini menekankan nelayan lokal akan diprioritaskan untuk memanfaatkan kuota penangkapan. Potensi sumber daya ikan di WPPNRI 718 mencapai 2,6 juta ton, sementara jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan sebesar 2,1 juta ton.

Baca Juga: Tuasikal Tumbang di PTUN, LSM Desak Evaluasi Kabag Hukum 

“Kalau potensi ini dimanfaat-kan setengahnya saja, pelabu-han perikanan di sana dapat sekitar 300-400 ribu ton per tahun, dimana ikan yang dapat didaratkan 1.000 ton per hari dengan estimasi perputaran uangnya mencapai 60 miliar rupiah,” ungkapnya dalam siaran pers yang dikutip Siwalima dari laman kkp.go.id, Selasa (19/7).

Di samping itu, Zaini memperkirakan penangkapan ikan terukur akan menyerap tenaga kerja lokal. Sebanyak 70.000 orang akan terserap untuk menjadi awak kapal perikanan bahkan pekerja di kawasan pelabuhan perikanan.

Saat ini, setiap kapal perikanan yang berizin mendapatkan tiga pelabuhan pangkalan untuk mendaratkan ikan. Nantinya hanya akan diberikan satu pelabuhan pangkalan sehingga dapat mendongkrak perekonomian setempat.

“Kalau kapal tidak singgah di pelabuhan pangkalan berarti menyimpang. Misal kapal melaut sebulan diperkirakan dapat 500 ton tapi mendaratkan cuma 100 ton ini perlu dicurigai,” katanya.

Pengawasan kapal perikanan dilakukan bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Menggunakan teknologi satelit untuk memantau aktivitas kapal perikanan dengan Vessel Monitoring System (VMS) secara real time.

Hal yang sama juga diungkapkan Zaini pada pertemuan dengan Komisi II DPRD Provinsi Maluku pada Jumat, (15/7). Di hadapan wakil rakyat Provinsi Maluku Zaini menyatakan penangkapan ikan terukur dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan Maluku. Sehingga pertumbuhan ekonomi merata di seluruh Indonesia dan tidak lagi hanya terpusat di Pulau Jawa. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan program penangkapan ikan terukur berbasis kuota ini berupaya mensinergikan kepentingan ekonomi dengan daya dukung lingkungan/ekologi untuk menjaga keberlanjutan, kelestarian dan keseimbangan ekosistem serta keadilan dalam berutaha. (S-09)