Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku membongkar kejahatan tukar guling lahan perpustakaan daerah Maluku. Proses penyelidikan kasus ini sedikit tertutup.

Tak banyak informasi yang bisa didapat dari pihak Ditreskrimsus. Pejabat yang diminta keterangan pun dibikin seperti main petak umpet. Alhasil media tidak bisa mengakses siapa saja pejabat baik eksekutif maupun legislatif yang diperiksa penyidik.

Kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Maluku dengan lahan Yayasan Poitech Hok Tong, tahun 2017 menyeret sejumlah nama mulai anggota DPRD Periode 2014-2019 hingga mantan Gubernur Maluku, Said Assagaff.

Siapa pelaku yang menyelewengkan anggaran tukar guling lahan antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Yayasan Poitech Hok Tong itu, kini polisi fokus menelusurinya  Dugaan kerugian negara Rp.3 miliar. Apa motifnya, hal itu masih digali.

Proses penyelidikan kasus ini masih terus bergulir. Beberapa pihak terkait telah dimintai keterangan. Sebut saja mantan Gubernur Maluku (2013-2018), Said Assagaff. Mantan Ketua DPRD Maluku, Edwin Huwae, Wakil Ketua DPRD, Ricahrd Rahakbauw, Mudzakir Assagaff, Nia Patiasina, dan mantan Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans serta mantan Karo Hukum, Hendrik Far Far dikabarkan telah diperiksa tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Baca Juga: Pentingnya Patuhi Protokol Kesehatan

Sayangnya, sampai sekarang perkembangan kasus ini tidak bisa diakses lagi lantaran Ditreskrimsus Polda Maluku tertutup. Seharusnya Ditreskrimsus terbuka ke publik, apalagi ini kasus korupsi.

Rangkaian penyelidikan harus transparan agar mendapat pengawalan dan perhatian dari publik. Rangkaian penyelidikan yang dimaksud dalam Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari alat bukti baik keterangan saksi maupun alat bukti lainnya untuk menerangi suatu perbuatan pidana. Sehingga, normatifnya dari penanganan kasua ini, polisi harus lebih terbuka ke publik seputar rangkaian penyelidikannya.

Kasus ini, awalnya dari temuan BPK. Dimana dalam proses pengalihan lahan atau tukar menukar lahan antara Pemprov Maluku dan Yayasan Poitech, itu diduga ada terjadi kerugian negara di dalamnya.

Lahan perpustakaan itu sesungguhnya milik Yayasan Poitech (warga keturunan Cina). Saat pergolakan PKI pada 1965, orang-orang keturunan Cina dicurigai antek-antek PKI.

Alhasilnya, Yayasan Poitech diambil alih oleh pemerintah daerah waktu itu.

Di perjalanan, Yayasan Poitech meminta lahannya dikembalikan oleh Pemprov. Mantan Gubernur Maluku kala itu, Said Assagaff bersedia mengembalikan lahan kepada pemilik Yayasan Poitech tapi dengan syarat, Poitech harus menyediakan lahan lain kepada pemerintah daerah.

Terjadi tukar menukar lahan yang oleh Pemprov dibikin dalam bentuk tukar guling. Poitech setuju dan menyediakan lahan di kawasan Rumah Tiga Kecamatan Teluk Ambon.

Temuan BPK, pemprov merugi. Nilai harga tanah di Rumah Tiga tidak bisa disamakan dengan nilai harga tanah lahan Perpusatakaan Daerah Maluku itu. Kerugian akibat tukar guling tersebut mencapai Rp 3 milyar.

Kita berharap penyelidikan yang sementara dilakukan Polda Maluku dalam hal ini Ditreskrimsus dapat transparan ke publik. Sehingga, perhatian publik terhadap kasus ini benar-benar dirasakan kepastian hukumnya. (**)