Sejumlah kalangan mendesak Polda Maluku mengusut dugaan mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan (nakes) dan pemotongan insentif nakes.

Misalnya di Puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan,  banyak nama yang dimasukan dalam daftar ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.

Jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas.  Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, maka pengusulan untuk pembayaran insentif semakin besar.

Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.

BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.

Baca Juga: Korupsi di Pemkot Ambon Masuk Jaksa Lagi

Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas  sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.

Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima insentif sebanyak 200 orang kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. Jadi totalnya 414 orang.

Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutumuri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif. Jumlah 239 ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.

Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah.

Namun saat hendak menindaklanjuti temuan itu, tim unit Tipikor Sa­treskrim Polresta Ambon dimutasikan. Bukti-buki temuan tersebut sebenarnya menjadi pintu masuk bagi Polda Maluku mengusut dugaan penyelewenangan dana Covid yang dilakukan satgas Covid-19. Dan bu­kan sebaliknya mutasi anggota polisi yang menemukan temuan itu.

Mutasi bukanlah solusi dan langkah yang tepat untuk menutupi temuan tersebut. para anggota polisi yang melakukan pendampingan justru harus diapresiasi serta diberikan penghargaan.

Mutasi tersebut tentunya akan menimbulkan pertanyaan publik serta menjadi preseden buruk. Karena itu desakan sejumlah kalangan baik itu akademisi, praktisi hukum, pemerhati, pagiat anti korupsi maupun masyarakat meminta, Polda Maluku mengusut dugaan mark up di satgas Covid-19 Kota Ambon.

Walikota Ambon, Richard Louhenapessy telah mempersilakan aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian mengusut. Walaupun ia mengklaim tidak ada mark up yang dilakukan Satgas Covid-19.

Kita berharap, temuan anggota polisi Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease itu dijadikan bahan untuk kemudian ditindaklanjuti pihak Polda Maluku dengan membentuk melakukan penyelidikan guna membuktikan dugaan penyelewenangan itu benar-benar terjadi ataukah tidak. (*)