AMBON, Siwalimanews – Pantas saja sebagian masyarakat tak percaya terhadap gugus tugas. Pena­nganan Covid-19 tak trans­paran, ter­utama soal pasien yang divonis positif.

Kerja Gugus Tu­gas Penanganan Covid-19 Maluku yang amburadul mu­­lai diungkap oleh warga. Hasil swab yang dike­luarkan gugus tugas me­la­lui Di­nas Kese­hatan Maluku ter­nya­ta berbeda de­ngan hasil uji Rumah Sakit Siloam.

Ketidakberesan kerja gugus tugas itu dibeberkan oleh pe­ngacara Djidon Batmamolin. Anak kandungnya Alvino Batmamolin divonis positif terpapar Virus Corona versi Dinas Kesehatan Maluku.

Tak percaya dengan hasil yang di­keluarkan Dinas Kesehatan, Djidon membawa anaknya untuk melakukan swab test di Rumah Sakit Siloam.

Ketidakpercayaan Djidon ter­bukti. Hasil uji swab dari Rumah Sakit Siloam menyatakan Alvino negatif Covid-19.  Hal ini membuat Dji­don geram, dan membawa masa­lah ini ke jalur hukum.

Baca Juga: Maluku Tambah 31 Kasus Baru dan 93 Pasien Sembuh

Salah seorang warga lainnya me­ngaku juga divonis positif Covid-19. Tetapi bukti hasil uji swab dari laboratorium tak pernah diberikan oleh gugus tugas.  “Sering diberikan, cuma sampaikan kalau hasilnya positif,” ujarnya, kepada Siwalima, Sabtu (11/9).

Warga yang meminta namanya tak dikorankan ini mengaku, tak tahu alasan mengapa bukti hasil uji swab dari laboratorium tak diberikan. “Beta juga seng tahu, tapi harusnya diberi­kan,” kata dia.

Fakta yang diungkap warga mem­buktikan, selama ini gugus tugas hanya mengumumkan seseorang terkonfirmasi positif terkena Virus Corona hanya sebatas daftar, tanpa memberikan bukti hasil uji labora­torium.

Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh yang dikonfirmasi Siwalima di Kantor Gubernur Ma­luku, Sabtu (12/9) menepis tudingan Djidon Batmamolin.

Pontoh mengaku, tanggal 1 September dilakukan pengambilan swab terhadap anaknya Djidon Batma­molin, dan hasilnya keluar 7 September. “Hasil yang tanggal 7 September menggambarkan keadaan tang­gal 1 September. Sekarang kalau antua periksa tanggal 8 September hasil­nya keluar dua hari kemudian. Misal­nya keluar tanggal 11 September, maka bisa saja tanggal 1 sampai ta­nggal 11 September itu dia sembuh,” terangnya.

Ditanya mengapa bukti hasil swab tidak pernah diberikan kepada orang yang dinyatakan positif terpapar, Pontoh hanya mengatakan, hasil swab dari laboratorium diserahkan ke Dinas Kesehatan.

DPRD Kritik Tajam

Kalangan DPRD Maluku meng­kritik tajam kerja Dinas Kesehatan dan gugus tugas dalam penanganan Covid-19. Hasil swab yang berbeda akan membuat masyarakat tidak percaya terhadap Virus Corona.

“Hasil berbeda itu yang bikin masyarakat tidak percaya terhadap corona,” kata Wakil Ketua Fraksi Pe­rindo Amanat Berkarya DPRD Malu­ku, Jantje Wenno kepada Siwalima, Minggu (13/9).

Ia meminta Dinas Kesehatan Ma­luku secepatnya melakukan klarifi­kasi yang disertai dengan alasan yang melatarbelakangi perbedaan hasil swab.

“Dinas Kesehatan Provinsi Ma­luku harus mengklarifikasi kanapa sampai hasil bisa berbeda dengan rumah sakit swasta,” tegasnya.

Wenno mengatakan, masyarakat dapat dirugikan dengan cara kerja Dinas Kesehatan seperti ini, baik dari segi kesehatan maupun ekono­mi termasuk psikologi keluarga juga terganggu.

Soal warga yang akan mempo­lisikan Dinas Kesehatan, Wenno mengatakan, itu merupakan hak se­tiap warga negara yang merasa di­rugikan dan harus diapresiasi.

“Ya itu hak setiap warga negara yang merasa dirugikan dan harus apresiasi supaya petugas medis harus hati-hati dalam melakukan swab,” tandasnya.

Wakil Ketua Fraksi Hanura, Eddi­son Sarimanella, hasil swab yang di­umumkan Dinas Kesehatan berbeda dengan hasil uji laboratorium akan menjadi preseden buruk dalam pe­nanganan Covid-19.

“Ditakutkan akibat dari persoalan ini masyarakat justru tidak berpcaya lagi dengan hasil swab yang dike­lu­ar­­kan oleh Dinas Kesehatan,” ujarnya.

Menurut Sarimanella, Dinas Ke­sehatan harus memberikan penje­lasan ke publik, agar tidak menim­bulkan kecurigaan masyarakat ter­hadap penanganan Covid-19.

Wakil Ketua Fraksi Gerindra, Hata Hehanussa mendukung langkah hukum yang akan ditempuh warga atas dugaan ketidakberesan yang dilakukan Dinas Kesehatan.

Kalau masyaraat menganggap bahwa data itu tidak benar silakan me­lakukan langkah-langkah hu­kum,” ujarnya.

Menurutnya, Dinas Kesehatan juga perlu memberikan klarifikasi terhadap perbedaan hasil swab dengan Rumah Sakit Siloam.

Bisa Digugat

Akademisi Fakultas Hukum Un­patti, Sherlock Lekipiouw, mengata­kan, perbedaan hasil swab test yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Malu­ku dan Rumah Sakit Siloam sangat terbuka untuk digugat.

“Sangat terbuka untuk digugat karena terkait dengan akibat yang diterima oleh orang dalam tanda petik terkonfirmasi hasil swab baik positif maupun negatif,” kata Sher­lock, kepada Siwalima, Sabtu (12/9).

Menurutnya, Dinas Kesehatan Maluku harus dapat menjelaskan secara terbuka dari sisi medis terkait dengan terdapatnya perbedaan, baik dari segi metode ataupun alat yang digunakan Dinas Kesehatan de­ngan Rumah Sakit Siloam yang menye­babkan hasil pemeriksaan berbeda, sehingga masyarakat menjadi jelas.

Terkait dengan bukti hasil peme­rik­saan swab yang dalam beberapa kasus tidak pernah diberikan oleh Dinas Kesehatan, Sherlock mene­gas­kan, hal ini harus dipertanyakan.

Sebab dalam kasus Covid di Fakultas Hukum, kata Sherlock juga demikian, dimana Dinas Kesehatan hanya memberikan surat keterangan hasil yang bersangkutan positif, sedangkan hasil pemeriksaan labo­ra­torium tidak dilampirkan.

Akademisi Hukum IAIN Ambon, Nasaruddin Umar mengatakan, berdasarkan UU Kesehatan, pasien berhak mendapatkan catatan medis yang dikeluarkan dokter secara tertulis untuk menjadi bukti otentik yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

“UU Kesehatan pasien memiliki dasar yang kuat untuk menjadikan itu sebagai bukti otentik secara hukum dilindungi,” ujarnya.

Umar menjelaskan, jika ada per­bedaan hasil maka terhadap Dinas Kesehatan harus dipertanyakan dasar memberikan klaim positif corona terhadap seseorang.

“Kalau dinas bertahan dengan dengan hasilnya maka patut diper­tanyakan atas dasar apa Dinkes memberikan status kepada pasien positif sedangkan sesuai tes terakhir negatif dan tes yang terakhir lebih akurat,” tegasnya.

Umar juga menegaskan, dalam kasus seperti ini seharusnya Dinas Kesehatan lebih profesional dalam mentaati UU Kesehatan dengan mengormati dan menjunjung tinggi hak-hak pasien.

“Dalam proses penanganan  Covid-19 tetap harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada dan harus lebih akuntabel artinya harus bertanggung jawab dari sisi pertanggujawaban terkait dengan rekam medis,” ujarnya.

Ia menambahkan, terlepas dari adanya perubahan dari hasil positif ke negative, tetapi yang terpenting Dinas Kesehatan harus akuntabel dan transparan sesuai tuntutan UU.

Karena itu, Umar mengharapkan adanya kehati-hatian menyangkut kepentingan masyarakat dalam rangka mendapatkan perlindungan hukum, karena bagaimana pun status positif berdampak bagi pasien.

Ketua Himpunan Mahasiswa Islam  Cabang Ambon Mizwar Toma­gola meminta gugus tugas transpa­ran terkait data Covid-19. Masya­rakat bisa curiga, kalau ada permai­nan dalam penetapan seseorang po­sitif Covid-19. “Kalau ada temuan adanya hasil tes berbeda, itu mesti juga jadi catatan penting. Jangan sampai ada permainan,” katanya.

Dia khawatir, selama ini data yang disajikan tidak benar. Pasalnya, ia menilai pemerintah tertutup soal data pasien Covid-19.

“Kalau memang benar, tidak perlu ditutupi. Pemerintah harus jadikan ini bahan evaluasi,” ujarnya.

Dia lalu menyinggung terkait perampasan jenazah HK bulan lalu. Menurutnya, itu adalah contoh kasus tidak transparannya pemerin­tah dalam menyajikan data.

“Seperti kasus kemarin itu kan almarhum tidak positif, keluarganya juga tidak. Ini bisa jadi bukti pemerintah lakukan permainan pada data covid-19 ini,” ujarnya.

Menurutnya, kejadian tersebut perlu menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dan gugus tugas yang menangani Covid-19. Terlebih lagi, soal edukasi terhadap masyarakat terkait covid-19 serta penanganannya. (S-39/Cr-2/Cr-1)