AMBON, Siwalimanews – Kepala Biro Hukum Setda Ma­luku, Alwiyah F. Alaydrus meme­nuhi panggilan Komisi I DPRD Maluku, Rabu (1/7) membahas lahan RSUD dr. M Haulussy.

Selain Alaydrus, hadir pula pihak BPN Kota Ambon dan Yohanes Tisera alias Buke.

Alaydrus menjelaskan, alasan mengapa Pemprov Maluku memba­yar ganti rugi kepada Buke Tisera. Ganti rugi yang dibayarkan kepada Buke untuk perluasan tanah seluas 3,1 hektar, bukan tanah induk RSUD M. Haulussy.

Soal keberatan keluarga Yacobus Abner Alfons, Alaydrus menje­laskan, putusan pengadilan tingkat pertama Nomor: 62 Tahun 2015 menetapkan tanah obyek sengketa seluas 99,963 meter persegi adalah milik pengugat intervensi dalam hal ini keluarga Alfons. Dan menyata­kan bahwa surat penyerahan 6 po­tong dusun dati dari anggota Saniri Negeri Urimessing kepada Yohanes Tisera tertanggal 28 Desember 1976 adalah cacat hukum.

Tetapi obyek sengketa itu,  kata Alaydrus, diluar tanah perluasan RSUD dr. Haulussy milik Buke yang dibayar oleh Pemprov Maluku.

Baca Juga: Tak Miliki Ijin, Bengkel Abadi Jaya Ditutup

Alaydrus juga menjelaskan, putu­san Pengadilan Tinggi Ambon dan Mahkamah Agung juga menguatkan putusan Pengadilan Negeri Ambon itu, yang memengkan pengugat in­tervensi, Jacobus Abner Alfons.

“Jadi dua obyek yang berbeda, ganti rugi yang dilakukan Pemprov Maluku kepada Yohanes Tisera adalah atas tanah perluasan RSUD seluas 3,1 hektar bukan lahan RSUD induk, karena sudah lunas,” paparnya.

Lanjutnya, perluasan tanah yang dibayar kepada Buke Tisera adalah tanah yang dibangun asrama putra/putri, kamar mayat, rumah genset, dan Bapelkes. “Itu yang menjadi obyek ganti rugi kepada Buke Ti­sera atas per­luasan bukan, lahan RSUD induk,” katanya.

Dikatakan, sebelum pembayaran pemprov telah meminta penjelasan pengadilan, dan pengadilan telah menjelaskan yang berhak atas tanah tersebut adalah Buke Tisera.

Nilai yang harus dibayar kepada Tisera sebesar Rp.49,9 miliar. Namun yang baru diberikan Rp 13 miliar.

“Ganti rugi akan dibayarkan se­cara bertahap dan sampai saat ini sudah diberikan ganti rugi sebanyak 13 miliar,” terang Alaydrus.

Ia menambahkan, sesuai dengan penilaian appraisal ditetapkan ganti rugi sebesar Rp 65.9 miliar, namun setelah negosiasi disepakati dengan Buke Tisera Rp 49.987 miliar.

Kesepakatan ini telah dituangkan dalam akta notaris Rostianti Nahu­marury tanggal 19 Januari 2019

“Untuk sisa ganti rugi, karena masih dalam situasi pandemic, yang berakibat semua penganggaran di­pri­o­ritaskan untuk percepatan pena­nganan Covid-19, sehingga akan di­bayar tahun depan,” jelas Alaydrus.

Komisi I Setuju

Komisi I DPRD Provinsi Maluku menyetujui proses ganti rugi per­luasan tanah RSUD dr. M Haulussy kepada Yohanis Tisera dapat terus dilakukan.

Wakil Ketua Komisi I, Jantje Wenno yang memimpin rapat ter­sebut mengatakan, pembayaran ganti rugi bukan terhadap keselu­ruhan tanah, tetapi hanya perluasan tanah seluas 3,1 hektar.

“Luas lahan untuk perluasan 3,1 hektar kami kira dapat terus dilan­jutkan,” tandas Wenno.

Wenno juga meminta agar setelah 80 persen ganti rugi selesai dilaku­kan, Buke Tisera membuat pelepa­san hak, dan pemprov segera meng­urus sertifikat dari tanah induk RS­UD Haulussy dan perluasan tanah, sehingga aset daerah menjadi jelas.

Kepala Seksi Infrastruktur Perta­nahan BPN Kota Ambon, Josep Labery juga menjelaskan, tanah RSUD dr. M Haulussy sampai saat ini belum bersertifikat.

Labery mengaku, BPN pernah me­lakukan pengukuran seluas 43.644 M², yang terdiri Bapelkes 3.557 M²,  jalan raya 1.097 M², rumah bank 721 M², RSUD dr M. Haulussy 15.645 M², SPK 7.309 M², kamar mayat 392 M², bangsal gila lama 1.007 M², baik air lama 574 M², rumah dinas dokter 1.342 M² dan tanah hibah 12.000 M².

Buke Tisera yang juga hadir dalam rapat tersebut mengatakan, sangat menyayangkan dipanggil DPRD, karena pada 2 Maret 2017 lalu telah diundang Komisi A untuk membahas hal serupa.

Saat itu, Komisi A meminta untuk mengadirkan appraisal dan mela­kukan pengukuran atas luas tanah tersebut, tetapi permintaan itu tidak dilaksanakan oleh pemda, padahal yang dimintakan ganti rugi bukan keseluruhan tanah RSUD, tetapi sebagian perluasan.

Kemudian tahun 2018, Tisera kembali meminta pemprov, yang oleh Kepala Biro Hukum Hendri Far-Far mengajak untuk bersama ke Ketua Pengadilan Negeri Ambon meminta penjelasan tentang putu­san Nomor 1385 yang dimilikinya.

“Ketua PN Ambon mengatakan jika Pemda tidak ingin membayar, saya langsung mengurus sertifikat saja. Saya sangat menyesal kenapa saya harus dipanggil lagi oleh Komisi I, kalau untuk minta penjelasan boleh, tapi kalau untuk menentukan putusan itu sudah jelas,” ujar Tisera.

Banyak Pihak Klaim

Sebelumnya Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Alwiyah F. Alaydrus menjelaskan, dalam perkara ini, penggugat asal adalah Yosepus Niko­demus Waas Cs. Mereka meng­gugat Pemprov Maluku (tergugat I) untuk membayar ganti rugi. Yohanes Tisera alias Buke juga digugat (tergugat II).

Lalu saniri Negeri Amahusu me­lakukan intervensi dalam perkara a quo, dan bertindak selaku penggu­gat intervensi I. Yakobus Alfons juga menempuh langkah yang sama, sehingga posisinya sebagi penggu­gat intervensi II.

“Dalam proses itu, tergugat II Yohanis Tisera mengajukan rekon­vensi atau gugatan balik. Jadi dia sebagai pihak tergugat dalam per­kara dengan objek sengketa tanah di RSUD Haulussy, dia melakukan gugatan balik terhadap pihak-pihak penggugat asal maupun penggugat intervensi, dan juga Pemda Malu­ku,” jelas Alaydrus.

Alaydrus mengungkapkan, ba­nyak dalil yang disampaikan. Ada yang menyebut tanah RSUD Hau­lussy adalah Dusun Pusaka Ijipuan. Amahusu katakan, itu petuanan Negeri Amahusu, lalu Yakobus Alfons bilang itu Dusun Dati Kuda­mati. Sementara Yohanis Tisera se­but itu Dusun Dati Pohon Katapang.

Alaydrus menjelaskan, dalam putusan Nomor 38/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Ambon menyata­kan gugatan penggugat asal, peng­gugat intervensi maupun penggu­gat rekovensi tidak dapat diterima.

Selanjutnya, putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT menyatakan membatalkan putu­san tingkat pertama Nomor 38/Pdt. G/2009/Pengadilan Negeri Ambon.

Dalam amar putusannya, juga Pengadilan Tinggi Ambon menyata­kan menolak gugatan penggugat asal (keluarga Waas), penggugat in­tervensi I (Pemerintah Negeri Ama­husu) dan intervensi II (Yacobus Alfons) selaku para pihak yang mengajukan banding.

Amar putusannya juga menyata­kan mengabulkan gugatan penggu­gat rekonvensi (tergugat II) dalam hal ini Yohanis Tisera alias Buke untuk seluruhnya. “Dua amar putu­san itu yang menonjol, yang kemu­dian oleh penafsiran hukum, objek sengketa itu menjadi milik Yohanis Tisera,” urai Alaydrus.

Lanjut Alaydrus, Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi dari penggugat asal, dan pe­ng­gugat intervensi melalui putusan MA 1385.K/Pdt/2013. Begitupun dengan putusan Peninjauan Kem­bali (PK), dengan putusan PK No­mor: 512PK/Pdt/2014.

“Dalam permohonan kasasi, itu menolak seluruh permohonan me­reka, dan juga PK. Jadi upaya hu­kum biasa dan upaya hukum luar biasa, itu sudah inkrah,” ujarnya.

Dengan adanya putusan kasasi maupun PK yang menolak gugatan penggugat asal dan pengugat inter­vensi, kata Alaydrus, sehingga kembali kepada putusan banding yang dimenangkan Yohanis Tisera.

“Jadi gugatan melawan Pemerin­tah Provinsi Maluku dianggap sele­sai, karena kasasi dan PK mereka di­tolak, maka kembali ke putusan Pengadilan Tinggi Ambon, sehingga Yohanis Tisera selaku pihak yang berhak menerima ganti rugi,” ujarnya.

Berbekal putusan itu, Gubernur Maluku saat itu, Said Assagaff diam-diam memerintahkan untuk memba­yar ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy yang luasnya sekitar 3,8 hektar itu, kepada Yohanes Tisera.

Pembayaran dilakukan tanpa sepengetahuan DPRD. Begitupun tanpa penetapan eksekusi dari pengadilan.

Bisnis Orang Jakarta

Sengketa tanah RSUD dr. Hau­lussy kembali menjadi perbincangan publik, pasca peristiwa penyera­ngan kelompok John Refra alias John Kei ke rumah Agrapinus Rumatora alias Nus Kei di Perumahan Green Lake City, Tangerang pada Minggu (21/6).

Dalam penyidikan Polda Metro Jaya, terungkap fakta bahwa, konflik pribadi John Kei dengan Nus Kei di Jakarta, dipicu pembagian uang hasil penjualan tanah RSUD dr M. Haulussy Ambon.

John Kei merasa dikhianiti Nus Kei, karena belum mendapatkan jatah pembagian hasil penjualan. Alhasil, John Kei dan kelompoknya melakukan penyerangan ke kedia­man Nus Kei.

Penyerangan di Green Lake City menyebabkan satu orang petugas sekurity perumahan mengalami luka karena ditabrak anak buah John Kei. Korban lain, satu pengendara ojek online, tertembak di bagian kaki.

Selain itu, anak buah John Kei juga membacok anak buah Nus Kei, AR di kawasan Duri Kosambi, Jakarta Barat, hingga tewas. (Cr-2/S-39)