AMBON, Siwalimanews – Eks Raja Laha, Said Laturua disebut- sebut tidak melibatkan Badan Saniri Negeri dalam mengelola dana bantuan ke negeri tersebut. Salah satu bantuan bernilai milyaran rupiah berasal dari CV Batu Prima, perusahaan penambangan galian C yang memberikan bantuan dana kepada Negeri Laha melalui perjanjian kerja sama.

Laturua diketahui hanya mengundang beberapa anggota Badan Saniri dan memberitahukan adanya kerja sama dengan CV Batu Prima. Hal tersebut disampaikan

Negeri Ambon Selasa (26/1) yang merupakan anggota Saniri Negeri Mereka adalah Muhammad Mewar,dan Isaac Sabban.

Dalam keterangannya kepada hakim, keduanya tidak mengetahui sama sekali isi perjanjian kerja sama tersebut. Mereka hanya tahu ada pengambilan batu kali di Negeri Laha.

Memang raja pernah sampaikan ada perjanjian perusahaan itu dengan negeri. Tapi tidak ada kelanjutan pertemuan. Cuma sampaikan begitu saja,” kata Muhammad.

Baca Juga: BPKP Mulai Audit Kasus Dugaan Korupsi Taman Kota KKT

Muhammad melanjutkan, sesuai dengan hukum adat yang berlaku, diberlakukan pungutan sebesar Rp 50.000 bagi orang luar atau perusahaan yang mengambil hasil daerah termasuk batu kali di wilayah hukum Negeri Laha.

Dijelaskan, dirinya bertugas sebagai orang yang mencatat keuntungan per rit. Hanya saja, uang itu tidak pernah diserahkan pada anggota saniri. Bahkan, hak mereka pun tidak dibayarkan. Seharusnya, anggota saniri juga mendapatkan sepuluh persen dari pembayaran itu, yakni senilai Rp. 5000 per rit. Namun, uang itu tak pernah ada.

“Tidak pernah sama sekali. Raja cuma pernah bilang sabar-sabar dulu. Tapi, sampai sekarang pun tidak pernah dapat,” katanya.

Hal yang sama disampaikan anggota saniri lainnya. Sabban mengatakan, aturannya pun apabila ada kerja sama harus melibatkan mereka.

Nanti setelah itu, uangnya akan disetorkan ke pemerintah negeri sebagai pendapatan negeri.

“Tapi yang ada penjelasan yang sampai ke kita itu pendapatan itu dipakai untuk urusan persidangan, masalah sengketa tanah,” jelasnya.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi itu digelar secara online dan dipimpin majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan, didampingi Benhard Panjaitan dan Jefry S Sinaga selaku hakim anggota.

Terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Hamdani Laturua. Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda siding sampai pekan depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya. Untuk diketahui, dalam dakwaannya, JPU mengatakan, terdakwa memperkaya diri sendiri dengan cara mengelola sendiri dana hibah dari CV Batu Prima seolah-olah itu dana pribadinya, menjelang berakhirnya masa jabatan.

Diakhir masa jabatannya, terdakwa masih sempat meminta bantuan dana hibah dari CV Batu Prima. Meskipun tidak lagi menjabat, namun terus menerima pembayaran dari perusahaan tersebut dan dimasukan ke rekening Pemerintah Negeri Laha atas nama diri terdakwa. JPU menjelaskan, peristiwa berawal dari Roni Perkasa sebagai pengusaha pertambangan pemecah batu bertemu dengan terdakwa, menyatakan ingin melakukan kerja sama dengan pemerintah untuk pengambilan dan pengolahan material batu kali setelah melihat batu pada kali di Negeri Laha.

Kemudian terjadi negoisasi. Negoisasi antara keduanya mengenai hak dari negeri Laha yang harus dibayarkan oleh Rony sebagai pemilik CV, sebesar Rp. 40.000.

Padahal, terdakwa mengetahui sesuai hukum adat yang berlaku diberlakukan pungutan sebesar Rp 50.000 bagi orang luar atau perusahaan yang mengambil hasil daerah termasuk batu kali di wilayah hukum Negeri Laha.

Pertemuan antara keduanya terjadi secara lisan. Setelah itu, dia lalu mengundang beberapa anggota badan saniri dan memberitahukan kerja sama tersebut. Mereka pun menyetujui hal itu. Setelah pertemuan, terdakwa dibantu oleh anaknya Ilham membuat konsep perjanjian kerja sama antara pemerintah negeri dengan perusahaan untuk pengambilan material batu kali.

Terdakwa juga tidak melakukan pembahasan dan memutuskan bersama Badan Saniri Negeri Laha, tentang isi perjanjian kerja sama dengan CV Batu Prima. Terdakwa juga tidak membuat bukti penerimaan pajak masukan dari CV Batu Prima ke kas Negeri Laha.

Disebutkan, terdakwa tidak memasukkan dana milyaran itu ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negeri yang dituangkan dalam peraturan negeri. Serta, tidak membuat bukti pengeluaran yang tidak mempertanggungjawabkan penggunaan dana.

Namun, terdakwa mengatakan ke masyarakat uang itu untuk biaya pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap pihak BPN kota Ambon atas sertifikat hak pakai tersebut pada bulan Juni 2012 dengan biaya yang dikumpulkan oleh masyarakat Negeri Laha.

Menurut JPU perbuatan terdakwa diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Juga pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang pencegahan dan pemberantasan tipikor dan pencucian uang jo Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana (dakwaan primair).

Terdakwa juga dikenakan dakwaan subsidair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikorjo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Juga pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Perbuatan terdakwa juga diancam pidana dalam pasal 9 jo pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor (dakwaan lebih subsidair). (S-49)